Tahapan Pembentukan Peraturan Perundang-UndanganÂ
Inisiasi
Inisiasi merupakan tahap awal dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Pada tahap ini, ide atau usulan untuk membuat peraturan baru muncul dari berbagai sumber, baik dari pemerintah, masyarakat, maupun lembaga legislatif. Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, inisiasi dapat dilakukan oleh Presiden, DPR, DPD, atau masyarakat melalui aspirasi yang disampaikan kepada lembaga terkait (UU No. 12 Tahun 2011, Pasal 5).Â
Data menunjukkan bahwa dalam periode 2015-2020, terdapat lebih dari 200 RUU yang diusulkan oleh DPR dan pemerintah, mencerminkan dinamika kebutuhan hukum yang terus berkembang di masyarakat (Badan Legislasi DPR RI, 2020). Contoh konkret dari tahapan inisiasi ini adalah RUU Cipta Kerja yang diusulkan oleh pemerintah untuk mengatasi masalah ketenagakerjaan dan investasi. RUU ini menjadi sorotan publik karena dampaknya yang luas terhadap berbagai sektor.Â
Proses inisiasi tidak hanya melibatkan pengusulan, tetapi juga memerlukan analisis mendalam mengenai isu yang akan diatur. Hal ini penting untuk memastikan bahwa peraturan yang akan dibentuk benar-benar relevan dan dapat menjawab kebutuhan masyarakat. Misalnya, dalam inisiasi RUU Perlindungan Data Pribadi, berbagai stakeholder dilibatkan untuk memberikan masukan mengenai pentingnya perlindungan data di era digital (Kominfo, 2021).Â
Inisiasi yang baik harus didasarkan pada data dan fakta yang akurat. Oleh karena itu, penggunaan survei dan penelitian menjadi penting untuk mendukung usulan yang diajukan. Dalam konteks ini, teori hukum berperan sebagai landasan untuk memahami norma-norma yang berlaku dan kebutuhan masyarakat yang harus diakomodasi.Â
Tahap inisiasi menjadi sangat krusial dalam pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia, karena menentukan arah dan fokus dari peraturan yang akan disusun selanjutnya.Â
PenyusunanÂ
Setelah tahap inisiasi, langkah berikutnya adalah penyusunan peraturan perundang-undangan. Pada tahap ini, draf peraturan disusun berdasarkan usulan yang telah diajukan. Penyusunan ini melibatkan berbagai pihak, termasuk tim ahli, biro hukum, dan stakeholder terkait. Proses penyusunan harus memperhatikan prinsip-prinsip hukum yang berlaku, seperti kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan.[28]Â
Selama penyusunan, penting untuk mengidentifikasi dan menganalisis dampak dari peraturan yang akan dibuat. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan kajian akademis dan konsultasi publik. Contoh nyata dari proses penyusunan ini adalah RUU Omnibus Law yang melibatkan banyak stakeholder dalam diskusi untuk merumuskan isi peraturan yang komprehensif dan tidak tumpang tindih dengan peraturan yang sudah ada (Kemenko Perekonomian, 2020).Â
Dalam penyusunan, teori hukum berperan dalam memberikan kerangka berpikir yang sistematis. Misalnya, teori hukum positif menekankan pentingnya kepatuhan terhadap norma hukum yang berlaku, sedangkan teori hukum progresif mendorong pencarian solusi yang lebih inovatif untuk permasalahan hukum yang ada. Oleh karena itu, penyusunan peraturan tidak hanya sekadar merumuskan teks, tetapi juga harus mempertimbangkan nilai-nilai hukum yang lebih luas.Â