Yth sahabat Kompasianer dan jutaan rekan facebooker di dlm dan luar negeri -- Masyarakat FaceBooker Indonesia (M-FBI)-- .mau tahu "dagelan" pengadilan di Indonesia? Baca ya...berita-berita berikut ini, dan makin terang benderang bahwa Jendral Sholeh Susno Duaji adalah korban kezaliman yg harus kita bela.. Jangan biarkan negeri ini menjadi negerinya para pendusta amanah rakyat!
12 Jurus Silat Lidah Saksi Maman Abdurrahman
Oleh Ari Saputra Jum'at, 07 Januari 2011 09:15
JAKARTA - Mantan bawahan Komjen Susno Duadji saat menjabat Kapolda Jabar, Kombes (Purn) Maman Abdurahman bersaksi untuk Susno. Maman bercerita dari A sampai Z perihal duit Rp 8 miliar yang didakwa jaksa sebagai hasil korupsi Pengamanan Pilakada (Pampilkada) Jabar 2008.
Kenapa Maman? Karena di tangan Maman uang sebanyak itu disimpan. Semua Kapolres dan bendahara Polres/Polril se-Jabar yang uangnya dipotong, kompak menunjuk hidung Maman sebagai pelaku pemotongan senilai Rp 8 miliar.Namun, di persidangan mantan Kepala Bidang Keuangan (Kabidkeu) Polda Jabar ini giliran menunjuk Susno yang memberi perintah pemotongan. Beruntung Susno, hakim ketua Charis Mardiyanto tidak lekas percaya. Berikut 12 jurus silat lidah Maman yang sempat dicatat detikcom.
1. Maman menyebut perintah pemotongan dari Susno. Perintah tersebut hanya perintah lisan bukan tertulis dalam pertemuan 4 mata Maman-Susno.
Menanggapi ini, Susno menampik. Menurutnya, bila terjadi perintah lisan, akan ditindaklanjuti dengan nota petunjuk untuk mempertegas. "Protapnya seperti itu," kata Susno di PN Jaksel, Kamis (6/1/2011).
Jaksa penuntut membela Maman. Menurutnya, tidak ada kejahatan yang dirancang dengan meninggalkan bekas/barang bukti.
2. Maman menyebut dana pemotongan Rp 8 miliar yang seharusya diberikan ke 24 Polres dan 5 Polwil sudah dibuat rinciannya. Rincian per Polres/Polwil, kata Maman, disusun dalam rencana distribusi (rendis). Sayang, barang bukti utama itu telah dibakar anak buah Maman, Yultje atas perintah Maman.
Pengacara Susno, Ari Yusuf Amir menampik. Menurut Ari, bagaimana mungkin seorang Kapolda hafal satu persatu Polres dan menuliskan jumlah potongan per polres/polwil dalam hitungan yang rinci.
3. Saat menjelaskan ke bendahara Polres/Polwil se-Jawa Barat sebelum membagi duit Pampilkada, anak buah Maman, Iwan Gustiawan menyebut perintah pemotongan dari pimpinan, Kabidkeu Maman. Namun Maman mengelak dengan menyebut pimpinan adalah Kapolda.
Menanggapi keterangan ini, pengacara menilai Maman hanya menjual nama Kapolda untuk kepentingan pribadi. Sebab, nama Kapolda disamarkan hanya pimpinan yang tidak lugas merujuk ke siapa.
4. Setelah mengeruk keuntungan Rp 8 miliar dari total anggaran Rp 27 miliar, Maman membuka rekening penampungan di Bank Jabar atas perintah Susno. Rekening itu atas nama pribadi Maman Abdurahman.
Mendengar itu, Susno membenarkan dirinya memerintahkan membuat rekening penampung di Bank Jabar. Hanya saja, Susno tidak membolehkan mengatasnamakan pribadi, melainkan dinas.
Maman mengaku tindakannya salah karena melanggar peraturan Menteri Keuangan (Menkeu). Peraturan itu menyebut uang penyaluran APBN, APBD, hibah atau PNBP harus ditampung di rekening dinas, bukan perseorangan.
5. Maman mengaku diperintahkan membeli dollar oleh Susno dengan sebagian uang Rp 8 miliar tersebut. Hanya saja tidak disebutkan jumlah pastinya. Maman kemudian mengambil Rp 1,3 miliar dan dibelikan dolar senilai USS 108.000.
6. Susno mengaku memerintahkan pencairan dana Rp 1,1 milyar untuk diserahkan ke Satgas Intel Polda Jabar. Namun, yang diambil dan diserahkan Maman Rp 200 juta lebih besar.
7. Saksi sebelumnya menyebut, saat uang tersebut diserahkan ke Satgas Intel, uangnya telah dipotong Rp 550 juta. Maman menampik, uang tersebut dikembalikan oleh intel setelah menerima, bukannya dipotong duluan.
8. Maman menyebut Susno memerintahkan dirinya membeli Toyota Camry seharga 460 juta.
Susno membenarkan perintah tersebut tetapi uang bukan diambil bukan dari dana pemotongan Rp 8 miliar.
Pengacara membela Susno dengan menyebut surat penawaran dari dealer Toyota, harga Toyota Camry hanya 372 juta setelah diskon 15 juta. Pengacara berkeyakinan, ada selisih uang yang ditilep Maman.
9. Maman menyebut uang atensi Kapolda senilai lebih dari Rp 1 miliar dibagi-bagi ke seluruh pejabat Polda Jabar. Jumlah yang diterima berbeda tergantung pangkat dan jabatan. Maman menyebut, Susno mendapat Rp 150 juta dan Wakapolda Rp 125 juta.
Susno langsung menampik keterangan ini. Menurutnya, Maman ngarang cerita. Faktanya, kata tim pengacara, Maman mengaku memalsu tandatangan Susno, seolah-olah Susno menerima uang.
"Maman telah berbohong," tukas salah seorang pengacara, Henry Yosodiningrat.
10. Maman kembali menyebut aliran sebagian dana Rp 8 miliar disalurkan untuk membantu pembangunan GOR Brimob. Tetapi, pendapat itu langsung ditarik lantaran GOR telah selesai dibangun tahun 2006, sementara uang mengucur 2 tahun setelahnya.
"Anda ngarang cerita apalagi" ujar Henry geram.
11. Maman mengaku diperintahkan Kapolda untuk membeli Suzuki APV sebagai hadiah HUT Bhayangkara dari uang pemotongan. Lagi-lagi, Maman mengaku salah memberi keterangan setah dicecar pengacara.
Sebab, kata pengacara, HUT Bhayangkara bulan Oktober sementara pembelian bulan Mei. Mendapat cerita bohongnya ketahuan, Maman buru-buru meralat uang pembelian APV dari kas Samapta.
12. Dengan mengambil uang dari kas Samapta, Maman tidak bisa menjelaskan larinya uang Rp 1 miliar lebih yang tadinya disebut untuk membeli APV, perbaikan GOR dan THR Lebaran. Sampai disini, Maman
terdiam dan terlihat 'mati kutu'.
Dengan banyaknya kejanggalan itu, apakah Maman pantas dijadikan tersangka ?
"Saya kira itu tidak perlu dijawab lagi. Kalau dilihat dari dakwaan, bersama-sama selaku Kapolda merugikan negara dan seterusnya. Bersama-sama ya dengan Maman, Yultje dan lain-lainnya. Maman layak ditahan karena banyak saksi bilang itu perintah dia," tukas Henry.
Sumber: Detiknews.com
Saksi: Pemotongan Dana Pengamanan Perintah Maman
oleh Yogi Gustaman Kamis, 18 November 2010 15:34
JAKARTA - Bendahara Satuan Kerja Polwiltabes Bandung Mustari membenarkan adanya pemotongan dana pengamanan Pilkada Jawa Barat 2008 yang diterima dari Polda Jawa Barat. Pemotongan itu terjadi saat kucuran dana tahap ketiga.
Menurut Mustari, seharusnya dana alokasi untuk Polwiltabes berjumlah Rp 1,6 miliar. Total pengucuran pada tahap pertama dan kedua berjumlah Rp 300 juta. Tahap ketiga dana yang turun sedianya Rp 1,3 miliar. Namun yang terjadi hanya Rp 1,2 miliar.
"Selisih Rp 100 juta ini sempat ditanyakan. Alasannya untuk pembayaran pajak yang totalnya Rp 1,6 miliar untuk Polwiltabes Bandung," ujar Mustari dalam kesaksiannya untuk mantan Kapolda Jawa Barat Susno Duadji di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (18/11/2010).
Menurut Mustari, pada pengucuran dana ketiga tersebut, ia tak menerima bukti kwitansi penerimaan dari bagian keuangan Polda Jawa Barat. Ia menerima Rp 1,2 miliar dari staf Bidang Keuangan Polda Jawa Barat Yutje. Uang itu diterima ketika Pilkada Jawa Barat berjalan.
Masturi sempat menanyakan Kasubdit Akutansi Bidang Keuangan Polda Jawa Barat AKBP Iwan Gustiawan perihal potongan dana tersebut. "Saya tanyakan itu ke Iwan atas perintah Kombes Maman Abdulrahman Pasya," terangnya.
Dikatakannya, soal pemotongan ini ia sudah laporkan ke Kapolwiltabes Bambang Suparsono. Perihal pajak Rp 100 juta yang belum dibayarkan, Bambang menyuruh Masturi menanyakan ke Kabid Keuangan Polda Jawa Barat Maman Abdulrahman Pasya. Uang turun tapi hanya Rp 40 juta.
Ia mengira uang sisa Rp 60 juta masih di tangan Maman. Ia mengaku untuk mempertanggungjawabkan selisih Rp 60 juta, dirinya menyesuaikan berdasar perintah dan arahan Kabid Keungan dan Staf Kabid Keungan dengan menyesuaikan dengan kwitansi.
Namun, Masturi tetap membuat laporan dalam buku pribadinya soal selisih Rp 60 juta untuk mengantisipasi jika ditanya suatu saat nanti. "Saya menerangkan bahwa uang Rp 60 juta belum diambil dari Kabidkeu Polda Jawa Barat. Itu saya tulis di buku pribadi, takut ada apa-apa. Itu dipegang Bareskrim," terangnya.
Sumber: Tribunnews
Penyidik Suruh Bensatker Sebut Susno
oleh Yogi Gustaman Kamis, 18 November 2010 15:16
JAKARTA - Bendahara Satuan Kerja (Bansatker) Polres Bogor Iptu Budi Trianto mengatakan penyidik Bareskrim Polri Ahmad Wiyagus pernah mengarahkan dirinya untuk menyebut bahwa pemotongan dana pengamanan Pilkada Jawa Barat 2008 adalah perintah Kapolda Jawa Barat Susno Duadji.
Saat itu, Budi bersama tiga Bensatker Polres Jawa Barat lainnya pernah diperiksa penyidik Bareskrim terkait perkara dugaan pemotongan dana Pilkada Jabar 2008 bertempat di aula Polda Jawa Barat. Mereka diminta memberi keterangan apa adanya.
"Waktu itu memang ada penjelasan penyidik yang mengatakan dan mengopinikan ini semua perintah Kapolda Jabar," ujar Budi menceritakan proses BAP di hadapan penyidik, saat bersaksi untuk Susno di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (18/11/2010).
Menurut Budi, saat di BAP, penyidik memerintahkan saksi agar memberi keterangan sejelas-jelasnya. Ia mengakui, memang ada pemotongan dana pengamanan dari bagian Bidang Keuangan Polda Jabar untuk Polres Bogor.
Dana untuk Polres Bogor ia terima selama empat tahap dari Bidang Keungan Polda Jawa Barat. Tapi, soal kekurangan dana, Budi tidak mengetahui kalau itu atas usulan Susno. "Tidak ada zaman saya perintah pemotongan dari Pak Susno Duadji. Hanya pimpinan," terangnya.
Dikatakannya, saat mengambil dana pengamanan jatah Polres Bogor, Budi hanya berhadapan dengan Kasubdit Akutansi Bidang Keuangan Iwan Gustiawan. Atasan Iwan saat itu adalah Kepala Bidangan Keuangan Kombes Pol Maman Abdulrahman Pasya.
Sumber: Tribunnews
Susno Tak Pernah Perintahkan Potong Dana
oleh Icha Rastika, Editor: Glori K. Wadrianto Kamis, 18 November 2010 14:22
JAKARTA - Komisaris Jenderal Susno Duadji tidak pernah memerintahkan pemotongan dana pengamanan pemilihan Gubernur Jawa Barat 2008 yang diterima Polres, Polwil, dan satuan kerja lain di lingkup Polda Jabar. Kala itu Susno memegang jabatan sebagai Kepala Kepolisian Daerah Jawa Barat.
Hal tersebut terungkap dalam kesaksian Iptu Mustari, mantan Bendahara Polwiltabes Bandung dan Aiptu Budi Priyanto, Bendahara Satuan Kerja Polres Bogor di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (18/11/2010).
Kedua saksi membenarkan adanya potongan dalam dana yang diterima Polwiltabes Bandung dan Polres Bogor pada tahap ke-empat pencairan dana. Mustari mengatakan, dana yang seharusnya diterima Polwiltabes Bandung dipotong Rp 100 juta. "Kata Bu Yulce (staf Kepala Sub Unit Bidang Keuangan Polda Jabar, AKBP Iwan Setiawan) alasannya dipotong untuk pembayaran pajak," tuturnya.
Sementara Budi mengatakan, uang yang seharusnya diterima Polres Bogor dipotong Rp 640 juta. Menurut Budi, staf keuangan Polda Jabar, Yulce menerangkan kepadanya bahwa pemotongan tersebut atas perintah pimpinanya, yakni Kepala Sub Unit Akuntansi, Bidang Keuangan Polda AKBP Iwan.
"Kata Bu Yulce atas perintah Pak Iwan?" tanya Hakim Ketua, Charis Mardiyanto yang kemudian dibenarkan Budi.
Keterangan kedua saksi tersebut berbeda dengan apa yang dituliskan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Dalam BAP yang dibacakan kembali kuasa hukum Susno, Henry Yosodiningrat dan Machdir Ismail, kedua saksi berkata, mereka mengetahui bahwa pemotongan tersebut atas perintah Kapolda Jabar saat itu, Susno Duadji.
Kedua saksi juga mengatakan, sepengetahuan mereka sebagai bendahara, yang memiliki kewenangan tertinggi dalam mengatur keuangan di Polda Jabar adalah Kepala Bidang Keuangan Polda Jabar, Kombes Maman Abdulrahman yang mana adalah atasan AKBP Iwan dan bawahan Susno.
Sebagaimana yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) kepada Susno sebelumnya, mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri itu memotong anggaran pengamanan Pilgub Jabar pada 2008 sebesar Rp 8 miliar yang merupakan dana hibah Pemerintah Provinsi Jabar dari APBD.
Pemotongan tersebut dilakukan pada tahap keempat penyaluran dana ke Polwil, Polres, dan Saker di lingkup Polda Jabar. Kemudian dana hasil pemotongan tersebut ditampung dalam rekening baru di Bank Mandiri atas nama Kepala Bidang Keungan Polda Jabar, Maman Abdulrahman.
Sumber: Kompas.com
Maman: Dari Acong dan Acay...
oleh Sandro Gatra Kamis, 06 Januari 2011 20:41
JAKARTA - Penyataan Maman Abdulrahman, mantan Kepala Bidang Keuangan Polda Jawa Barat, membuat riuh tawa di ruang sidang terdakwa Komjen Susno Duadji di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (6/1/2011). Maman bersaksi terkait kasus pemotongan dana pengamanan Pilkada Jabar tahun 2008.
Maman mengaku diperintahkan oleh Susno selaku Kepala Polda Jabar untuk memotong dana senilai Rp 8 miliar dari total dana hibah Pemprov Jabar sebesar Rp 27 miliar. Dari dana itu, menurut Maman, sekitar Rp 4,5 miliar diberikan kepada Susno dalam bentuk dollar AS dan cek perjalanan.
Kemudian, tambah Maman, sekitar Rp 1 miliar diberikan kepada para pejabat di Polda Jabar juga atas perintah Susno. Menurut dia, siapa saja yang menerima dan berapa nominalnya diatur oleh Susno. Saat itu, Direktur Lalu Lintas, Direktur Reserse Kriminal, serta Direktur Intelkam Polda Jabar tidak diberi.
Chairis Mardiyanto, ketua majelis hakim, lalu menanyakan mengapa ketiga direktur itu tidak diberi. "Padahal, itu juga pejabat-pejabat utama di Polda, (pangkat) Kombes juga kan," tanya Charis. "Beliau (Susno) yang menentukan," jawab Maman.
"Lah ya, meski beliau yang menentukan, tapi kenapa?" desak Charis. "Dirlantas mungkin ada (pungutan) SIM, kan gitu. Kalau Dirreserse mungkin bisa (dapat dana) dari Acong, dari Acay, barangkali. Intelkam sama, barangkali," kata Maman. Para pengunjung dan pihak yang beperkara pun langsung tertawa.
Hendry Yosodiningrat, pengacara Susno, kembali menanyakan pernyataan Maman. "Tadi saudara katakan dari Acong, Acay. Apa maksud pernyataan itu?" tanya Hendry. "Kami ambil istilah hari-hari aja. Dulu kalau ada keperluan sertijab, Kapolda sering candaan, ada dari Acong, Acay. Seloroh aja," kata Maman.
Maman Banyak Lupa Ketika Ditanya Pengacara Susno
oleh Ferdinand Waskita Kamis, 06 Januari 2011 20:17
JAKARTA - Kombes (Purn) Maman Abdurrahman tiba-tiba sering berkata lupa ketika dicecar oleh tim pengacara Susno Duadji. Ini terjadi saat Maman bersaksi untuk Susno di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (06/01/2011) dalam kasus dugaan korupsi dana pengamanan Pilkada Jawa Barat tahun 2008.
Peristiwa ini bermula ketika pengacara Susno Duadji, Henry Yosodiningrat menanyakan tentang pendistribusian uang dari pemotongan dana pengamanan Pilkada Jabar tahun 2008.
Henry mengatakan, berdasarkan keterangan saksi Yulce bahwa yang menulis rencana distribusi (rendis) adalah Maman Aburrahman. Namun Maman menolak karena menurutnya hal tersebut perintah Susno. Ketika didesak bahwa yang terungkap adalah bukti dokumen yang dibuat olehnya, Maman tidak bisa menjawab.
Hal serupa terulang kembali ketika Maman disuruh mengulang perintah Susno yang menyuruhnya memberikan dana untuk pembangunan Gedung Olahraga Brimob. "Lupa," singkat Maman.
Maman sempat mengatakan bahwa dana pengamanan Pilkada Jawa Barat Tahun 2008 juga digunakan untuk pembangunan Gedung Olahraga Brimob sebesar Rp 300 juta. Padahal, kata Henry, pembangunan Gedung Olahraga Brimob telah selesai pada tahun 2006 dan mereka tidak mendapatkan dana pada tahun 2008. Maman kemudian kembali menjawab lupa.
Henry juga menanyakan kapan hari Bhayangkari terkait ucapan Maman bahwa dana pemotongan juga digunakan untuk membeli mobil Suzuki APV sebagai perayaan hari ulang tahun Bahyangkari. "Lupa," jawab Maman lagi.
Ketika Henry kembali menanyakan pembagian uang lebaran pada April 2008 padahal hari raya Idul Fitri pada tahun tersebut berlangsung pada bulan November,Maman kembali menjawab lupa.
Henry kemudian bertanya kembali bagaimana cara membeli kendaraan Suzuki Camry seharga Rp 425 juta. Maman menjelaskan bahwa kendaraan tersebut dibeli secara tunai dengan memerintahkan bendahara satuan Direktorat Lalu Lintas Polda Jawa Barat dari brankas di kantornya.
Henry kemudian bertanya kembali mengapa masih ada uang di brankas padahal dana tersebut kata Maman sebelumnya sudah dipindahkan ke rekening Bank Mandiri Cabang Metro Soekarno Hatta Bandung. "Lupa," jawab Maman kembali.
Sampai akhirnya pengacara Susno lainnya, Ari Yusuf Amir bertanya tentang keseriusan Maman. "Anda sadar nggak?" tanyanya. "Tidak," jawab Maman yang langsung disambut tawa pengunjung Sidang.
Sumber: Tribunnews.com
Pengacara Susno: Terbukti Rekayasa Penyidik Polri
oleh Ari Purwanto Kamis, 16 Desember 2010 21:05
Fakta yang terungkap di persidangan semakin menguatkan, bahwa kasus dugaan pemotongan dana hibah pengamanan Pilkada Jawa Barat pada tahun 2008 sarat nuansa rekayasa.
Demikian disampaikan pengacara Susno Duadji, Hendri Yosodiningrat, dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (Kamis, 16/12).
''Dari semua saksi tidak ada yang mengatakan Susno memotong dana tersebut,'' kata Hendri. Malah, masih kata Hendri, semua Kapolres yang dihadirkan menyebutkan pihak Bidang Keuangan (Bidkeu) Polda Jabar.
''Itulah rekayasa penyidik Polri. Lalu dicari-cari kesalahannya Susno soal Arwana dan kasus Polda Jabar. Padahal soal pemotongan dana hibah Susno tidak tahu aja. Kalau ia tidak membongkar mafia kasus yang melibatkan Gayus, pasti tidak ada sidang ini,'' lanjutnya.
Apalagi, kata Hendri, Kabidkeu Abdurahman Pasha tidak menjadi tersangka. Namun Hendri memastikan, jika terbukti sarat rekayasa, pihaknya tidak akan menggugat balik ke penyidik. ''Tidak. Kalaupun hakim menvonis bebas sudah cukup,'' tandasnya.
Sumber: Rakyatmerdeka.co.id
Perintah Kapolda: Rekayasa Penyidik
Ditulis oleh DR. E. Helmi. Y, SH, MH Rabu, 24 November 2010 10:37
"Saya tidak pernah menyatakan dalam berkas pemeriksaan bahwa pemotongan dana pengaman pilkada adalah perintah Kapolda Jabar waktu itu Irjen Pol Susno duadji ". Demikian keterangan yang disampaikan para saksi Bendahara Satuan Polres ; Cianjur, Banjar, Tasik, Ciamis, Cimahi, Garut, Resta Tasik, Polwil Periangan dan Polwil Bogor  pada saat memberikan keterangan di muka sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa ( 23/11) .
Jawaban tersebut diberikan baik menjawab pertanyaan majelis hakim maupun pertanyaan Tim Penasehat Hukum Susno duadji.
Kalau demikian keterangan pada Berita Acara Pemeriksaan saudara saksi di depan Penyidik ini berasal dari siapa ? Tanya DR. Maqdir Ismail, SH, MH anggota Tim Penasehat hukum Komjen Susno duadji. Para Saksi memberikan keterangan yang sama bahwa Perkataan " atas perintah Kapolda Jawa Barat Irjen Pol Susno duadji " adalah berasal dari PENYIDIK.
Sehubungan dengan kentalnya nuansa rekayasa penyidik untuk menjerat Komjen Susno duadji agar bisa dimasukan ke dalam bui, maka salah seorang Anggota Tim Penasehat hukum Komjen Susno duadji, Ari Yusuf Amir, SH, MH meminta kepada Majelis hakim agar penyidik dihadirkan di muka sidang untuk dimintai keterangan. Usul dipertimbangkan, keterangan saksi di muka persidangan adalah keterangan yang syah, bukan keterangan saksi yang di dalam berkas, demikian tanggapan Hakim Ketua Majelis.
Terungkapnya fakta ini menambah deretan panjang daftar rekayasa penyidik terhadap Susno duadji.
Kapolres dan Kapolwil kaget, pertanda tidak ada perintah dari Susno
Ditulis oleh A. Perdhana, SH Rabu, 24 November 2010 10:31
Apakah sebelum para Bendahara Polres dan Polwil mengambil dana hibah pengamanan Pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur Jabar tahun 2008 telah diberi tau terlebih dahulu oleh Kapolres atau Kapolwil anda bahwa nantinya dana yang akan diterima tidak utuh karena ada potongan, tidak sesuai dengan kwitansi ?
Demikian pertanyaan Tika Yoso, SH salah seorang anggota Tim Penasehat Hukum komjen Susno duadji yang diajukan secara bergilir kepada Bendahara Satuan Polres Bandung, Polres Garut, Polres Tasik, Polres Cimahi, Â Polwil Bogor.
Dan jawaban dari para bendahara sama, yaitu Kapolres atau Kapolwil TIDAK memberi tahu mereka bahwa akan adanya potongan dana yang akan mereka terima, dan bahkan Kapolres dan Kapolwil terkesan kaget kalau ada pemotongan.
Pemberi tahuan adanya pemotongan dana pengamanan disampaikan oleh Yultje Apriyanti dan atau AKBP. Iwan Gustiwan keduanya staf pada Bidang Keuangan Polda Jabar saat para Bendahara akan mengambil dana pengaman Pilkada di Bidang Keuangan Polda Jabar, setelah ditanya oleh para bendahara Polres dan Polwil apa alasan pemotongan keduanya menjawab perintah Pimpinan, dengan tidak diberi tau siapa nama pimpinan dan apa jabatan pimpinan yang dimaksud.
Para bendahara polres dan Polwil saat itu juga menilpun Kapolres dan Kapolwil masing-masing. Para bendahara tidak tau langkah apa yang diambil oleh Kapolres atau Kapolwil, namun Kapolres dan Kapolwil mengatakan bahwa kalau hal yang sama terjadi pada Polres yang lain, ya silahkan diterima saja.
Menanggapi keterangan para Bendahara ini Susno duadji, Mantan Kapolda Jawa Barat tahun 2008 yang diposisikan sebagai terdakwa dengan tegas menyatakan bahwa  Dia tidak pernah memerintahkan kepada siapapun untuk memotong dana pengamanan Pilkada Gub dan Wagub Jabar tahun 2008 bahkan Susno duadji justeru memberi tambahan dana untuk beberapa Polres tertentu, bukan memotong malah menambah, dan hal ini diakui oleh salah seorang Bensat bahwa Polresnya mendapat dana pengamanan tambahan dari Kapolda Susno duadji.
Dalam kesempatan yang diberikan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kepada Susno duadji untuk memberikan tanggapan atas keterangan para Saksi dari Bendahara Polres dan Polril tersebut, Susno duadji menambahkan bahwa kalau seandainya sudah ada deal antara dirinya selaku Kapolda Jabar dengan Para Kapolres dan Kapolwil tentunya para Kapolres dan Kapolwil TIDAK akan kaget, dan sebelum berangkat mengambil uang ke Bagian Keuangan Polda Jabar pasti Para Bendahara akan diberi tau terbih dahulu oleh Kapolres atau Kapolwilnya bahwa nanti uang yang akan diterima tidak utuh ada kekuarangan.
Inilah salah satu diantara beberapa fakta hukum yang terungkap di persidangan Pengadilan Negeri Jakarta selatan pada hari Selasa ( 23/11) kemarin, fakta ini semakin menambah bukti tentang ketidak terlibatan Susno duadji dalam perkara pemotongan dana hibah pengamnan Pilkada Jabar tahun 2008. Dan semakin terang benderang bahwa peekara yang didakwakan kepada Susno duadji adalah rekayasa penyidik atas perintah Pimpinan Polri.
Rekayasa semakin terbukti, ternyata Susno duadji belum pernah disidik
Ditulis oleh MH. Deri, SH, MSi Sabtu, 20 November 2010 16:00
Perkara dugaan menerima suap dalam menangani perkara PT. SAL atau lebih dikenal dengan perkara Arwana dan Perkara Penyalah gunaan dana hibah untuk pengamanan Pilkada Gub dan Wagub Jabar tahun 2008 atau lenih dikenal dengan perkara Pilkada adalah dua perkara yang didakwakan kepada Komjen Susno duadji, Mantan Kabareskrim Polri.
Kedua perkara ini selain merupakan bentuk kezoliman Petinggi Polri diwaktu itu, Jenderal Bambang Hendarso Danuri ( BHD ) Cs terhadap Susno duadji, juga syarat dengan nuansa REKAYASA, balas dendam, dan arogansi kekuasaan.
Oknum petinggi Polri yang sakit hati  dengan Susno duadji bersama-sama dengan Sjahril Djohan telah melakukan KRIMINALISASI terhadap Terdakwa Susno duadji yaitu dengan merekayasa kasus , seolah-olah Terdakwa terlibat dalam Kasus Arwana yang diungkapkan sendiri oleh Susno duadji, dengan arogan dan penuh kebohongan perkara direkayasa sedemikian rupa untuk dapat menjerat dan menjebloskan Susno duadji kedalam sel tahanan, namun Allah tidak tidur. Di persidangan para saksi bersuara dan kemberikan keterangan yang bertentangan satu sama lain yang menunjukan adanya rekayasa seperti ; jawaban pada Berita Acara Penyidikan para saksi sudah disiapkan  yerlebih dahulu oleh Penyidik. Demikian juaga dari waktu terjadinya peristiwa itu, yaitu tahun 2008. Dan perkara itu tidak pernah terungkap, tanpa diungkapkan oleh Terdakwa. Timbul pertanyaan, Logiskah Terdakwa membongkar kasus, yang ia sendiri terlibat pada kasus tersebut.
Demikian halnya dengan dakwaan keterlibatan Susno duadji dalam penyelewengan dana hibah pengamanan Pilkada Jabar tahun 2008, dari saksi-saksi yang sudah diperiksa di depan Sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak ada satupun yang menunjukan keterlibatan Susno duadji dalam perkara yang didakwakan padanya, bahkan terungkap bahwa penyidik telah merekayasa perkara sedemikian rupa, mengarahkan para saksi untuk menyebut nama Susno duadji sebagai orang yang memerintahkan memotong dana hibah pengamnan Pilkada, padahal sama sekali Susno duadji tidak pernah memerintahkan untuk memotong dana tersebut. Para sakai dengan tegas mencabut kesaksianya di depan sidang yang terbuka untuk umum.
Yang lebih tragis lagi ternyata Susno duadji sampai dengan detik ini BELUM PERNAH disidik oleh penyidik untuk kedua perkara tersebut, anehnya kedua perkara itu sampai juga ke meja hijau !
Kalau seorang mantan Kabareskrim Polri, perwira tinggi aktif berpangkat bintang tiga dapat perlakuan yang demikian rupa dalam proses penegakan hukum di Republik ini, kita tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi terhadap rakyat jelata.
Semoga hakim, dan jaksa penuntut yang menyidangkan perkara ini terbuka  nuraninya dan timbul keberanian untuk menegakan hukum dan kebenaran yang berkeadilan.
Semoga !!!
MAFIA HUKUM ! MANA DUA JENDERAL
Ditulis oleh DR. EFRAN HILMI YUNI, SH,MH. Tim Pengacara SD Selasa, 08 Juni 2010 07:44
Tepat kurang 3 bulan kurang 10 hari mafia hukum terkait kasus pajak Gayus H Tambunan dilaporkan oleh SD ke Satgas Anti Mafia Hukum tepatnya tanggal 18 Maret 2010 Mabes Polri BELUM menetapkan Brigjen RE dan Brigjen EI sebagai tersangka, apalagi ditahan, yang dijadikan tersangka hanya Kompol Arafat dan seorang Polwan AKP Sumartini. Pertanyaanya apakah kasus yang bernilai Rp 28 M lebih hanya diotaki oleh seorang Kompol dibantu seorang AKP ???
Sejak awal kasus mafia pajak ini disidik, peranan Brigjen EI sudah nampak jelas sekali ;
1.      Brigjen EI lah yang memerintahkan menghilangkan satu tersangka yang tercantum di dalam Laporan Polisi (dapat diancam pidana pemalsuan pasal 263 KUHP),
2.      Brigjen EI yang memerintahkan agar barang bukti dikurangi dari Rp 28 M lebih hanya menjadi Rp 370 juta,
3.      Brigjen EI yang merancang supaya saksi utama Andi Kosasih tidak datang di Sidang Pengadilan hal ini terbukti dengan adanya berita Acara Sumpah saat disidik menjadi saksi,
4.      Brigjen EI yang menyetujui bahwa uang barang bukti tersebut direkayasa menjadi milik Andi Kosasih,
5.      Dalam keterangan Kompol Arafat saat sidang kode etik terungkap bahwa dia menerima uang,
6.      Brigjen EI juga yang sudah diingatkan oleh SD Kabareskrim waktu itu untuk tidak mencairkan uang barang bukti dan kasus Gayus ini dijadikan dua berkas,
7.      Brigjen EI yang saat menyerah terimakan jabatan dengan direktur 2 yang baru tidak melarang uang barang bukti untuk dicairkan,
8.      Brigjen EI yang tidak melaporkan perkembangan perkara yang ditangani kepada atasanya dalam hal ini Kabareskrim ! Apkh masih belum layak Brigjen EI dijadikan tersangka dan ditahan ???
Untuk Brigjen RE yang menggantikan posisi/jabatan Brigjen EI ; pertama dia sebagai eksekutor mencairkan dana Rp 28 M yang dilarang dicairkan oleh kabareskrim waktu itu Komjen SD, kedua dia juga yang mencairkan dana sengaja mencari waktu masa transisi antara Kabareskrim lama Komjen SD dan Penggantinya Komjen Ito S, ketiga dia juga yang sebelum mencairakan uang tidak mengadakan gelar perkara yang mestinya dilakukan dan melibatkan PPATK selaku pelapor, keempat dia juga yang mencairkan dana tidak meminta persetujuan dan tidak lapor kepada Kabareskrim, kelima dia juga yang tidak melaporkan pencairan uang kepada PPATK selaku pelapor, keenam dia juga dalam pemeriksaan sidang kode etik Kompol Arafat terungkap terima uang dari Haposan, ketujuh dia juga yang tidak melaksanakan kewajiban pelaporan atas kasus/perkara yang ditangani kepada atasanya dalam hal ini Kabareskrim. Apakah masih belum layak dijadikan tersangka ???
Bandingkan dengan Komjen SD atas laporan mafia kasus Arwana yang dia ungkap dan atas dasar keterangan saksi yang berkualitas Mafia si Sjahrir Johan tanpa didukung saksi lain yang menyaksikan dan tanpa didukung alat bukti lain langsung dijadikan tersangka dan ditahan serta dijebloskan ke dalam sel. Ingat SD adalah Pati Bintang tiga aktif, dialah yang membongkar kasus ini ! Bukankah ini balas dendam ???
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H