Artinya, denominator terbesar akan digunakan jika hanya ada satu partai yang menguasai seluruh suara dalam satu dapil tersebut, jika alokasi kuota kursi di dapil tersebut 10 kursi berarti denominator terbesar yakni 19, misal hanya 3 kursi yakni 5 denominator terbesar, begitulah sesuai total kuota kursi di dapil tersebut denominator terbesar tersebut.
Ada hukum dalam Sainte Lague yang berbunyi "Pada umumnya metode pembagi terbesar (denominator) pada total kuota kursi dalam keseluruhan suara sah satu dapil, membawa hasil yang hampir serupa dan menjadi ambang batas suara yang dapat diasumsikan menjadi persentase suara minimal yang diperlukan untuk memperoleh kursi di parlemen".Â
Maksudnya, misalkan ambil contoh dapil Jatim I DPR RI yang meliputi Surabaya dan Sidoarjo yang total kuota alokasi 10 kursi dengan DPT 3.683.174, dengan tingkat kehadiran atau pengguna hak pilih 2.816.540, suara tidak sah 336.466, maka total suara sah 2.480.074 setelah perhitungan keseluruhan suara yang diperoleh semua partai.Â
Denominator terbesar yakni 19 dari 10 kursi (9x2+1=19) yang artinya jika hanya ada satu partai memperoleh suara sah tersebut untuk distribusi kursi ke 10 maka total kursi yang diperoleh yakni 9 kursi dikali 2 ditambah 1, yakni 19 metode pembagi terbesar untuk mendapatkan kursi ke 10.Â
2.480.074 total suara sah dalam satu dapil dibagi 19 yakni 130.530,211 suara. Maksud membawa hampir serupa diatas yakni ketika 130.530,211 (seratus tiga puluh ribu lima ratus tiga puluh koma dua, satu, satu) ketika dikali 19 yakni totalnya 2.480.074. Artinya jika partai ingin menguasai seluruh kursi di dapil tersebut harus punya suara keseluruhan yakni 2.480.074 suara sah, atau maksud serupa disini harga satu kursi penuh ketika 130.530,211 x 2 = 261.060,422.
Maksudnya harga kursi penuh ini yakni rata-rata harga satu kursi dari total suara sah satu dapil dibagi total kuota alokasi kursi di dapil tersebut, yaitu 2.480.074 : 10 = 248.007,4.Â
Jika menggunakan sistem Kuota Hare seperti 2014 atau pemilu sebelum-sebelumnya sebelum 2019 yang menggunakan Sainte Lague, kursi penuh tersebut yakni 248.007,4 juga sebagai bilangan pembagi pemilih (BPP) dalam kuota hare, sedangkan dalam Sainte Lague menggunakan rumus Sx2+1 atau bilangan ganjil 1,3,5 dst. sebagai pembagi atau pengganti BPP Kuota Hare di dalam Sainte Lague.
Artinya, harga satu kursi yakni nilai atau suara kursi dikali 2 untuk kelipatannya ditambah 1.
Serupa yang dimaksud, yakni 261.060,422 harga satu kursi dalam Sainte Lague serupa 248.007,4 rata-rata harga satu kursi secara perhitungan sebaran peluang, dimana 248.007,4 dalam kuota hare dijadikan BPP sedangkan dalam Sainte Lague digantikan denominator angka ganjil.Â
Walaupun menggunakan Sainte Lague lebih mahal satu kursi tersebut dari pada menggunakan Kuota Hare, yakni sekitar 5%.Â
Secara teori, semakin rendah kuota kursi satu dapil maka semakin lebih tinggi persentase kemahalan. Misal dalam ketentuan paling rendah adalah 3 kursi dalam satu dapil menggunakan suara sah diatas, misal 2.480.074 : 3 = 826.691,333, lalu 2.480.074 : 5 = 496.014,8 jika dikali 2 maka 992.029,6. Maka di Sainte Lague 992.029,6 lebih mahal sekitar 16.7% dari pada 826.691,333.Â