Tema tulisan terkait erat dengan lokasi koran tersebut, yakni Makassar dan Lampung, sehingga kontennya terkait Lampung dan Sulawesi Selatan, di samping tentang tema nasional.
Tema nasional yang menjadi fokus esai saya adalah mengenai mentalitas manusia Indonesia secara umum (Ironi Manusia Indonesia) dan khusus masalah akademik yang marak terjadi tahun ini (Menerabas Demi Sitasi).
Esai saya pada umumnya tentang sejarah (lokal dan nasional) dan budaya. Dari semua tulisan itu, yang paling banyak adalah tentang Lampung sebanyak 18 esai yang terbit antara bulan Juli sampai Desember.
Tampaknya, redaktur Lampung Post, Mas Aan Mustaan, dan juga tentu pembacanya, tertarik dengan topik-topik sejarah dan budaya Lampung yang saya tulis, sehingga hampir setiap minggu saya harus menyiapkan tulisan.
Selain peluang terbit lebih besar, menulis tentang Lampung membutuhkan banyak kerja keras terutama membaca sumber bahan tulisan. Saya bersyukur, karena sejak tiga tahun terakhir saya sudah mengumpulkan bahan-bahan tentang Lampung, sehingga mudah menemukan ide tulisan.Â
Tulisan saya yang terbit antara bulan Februari – Juli sebanyak 8 judul yaitu: (1) Local Genius Ulun Lampung (LP, 12/02), (2) Ironi Manusia Indonesia (Fajar, 24/2), (3) Lampung Mendunia (LP, 19/3), (4) Syekh Yusuf Al-Makassari: Mufti Kesultanan Banten (Fajar, 22/3), (5) Menerabas demi Sitasi (LP, 16/4), (6) Lada Lampung Mendunia (LP, 11/7), (7) Ekosistem Jalur Rempah Nusantara (Fajar, 19/7), dan (8) Kontribusi Lampung bagi Banten (LP, 20/7). Â
Tulisan di bulan Agustus adalah (9) Historiografi Lada Lampung Lampung Post (10/8), (10) Proklamasi Rahmat bagi Bangsa Indonesia     (Fajar, 15/8), (11) Tarikh Proklamasi di Tanah Lampung (LP, 17/8), (12) Gerakan Islam dan Nasionalisme di Lampung (LP, 24/8), dan (14) Diaspora Lampung di Tanoh Lado (LP, 31/8). Â
Selanjutnya tulisan di bulan September adalah (15) Relasi Lampung–Palembang dalam Pergerakan Nasional (LP, 7/9), (16) Terikh Matahari di Bumi Ruwa Jurai (LP, 14/9), (17) Kampung Jawa di Tanah Lampung (LP, 21/9), (18) Bukan Warisan Arung Palakka (Fajar, 27/9), dan (19) Warisan Intelektual Ulun Lampung  (LP, 29/9).
Lalu, tulisan di bulan Oktober masing-masing: (19) ALRI Lampung dalam Arus Revolusi Indonesia (LP, 6/10), (20) ALRI Mengawal Revolusi Indonesia (Fajar, 7/10), (21) Kiprah Tokoh Lampung di Dewan Konstituante (LP, 27/10). Â
Tulisan di bulan November adalah (22) Pahlawan Islam Lampung di Masa Pergerakan Nasional (LP, 3/11), (23) Pahlawan Lampung Wan Abdurachman (LP, 17/11), (24) Urgensi Maritim dalam Sejarah Bandar Lampung (LP, 24/11). Â
Terakhir tulisan di bulan Desember yaitu: (25) Tarik Lampung Pepadun (LP, 1/12) dan (26) Ulun Lampung Zaman Bahari (LP, 15/12).
Selain 25 esai tersebut, tahun ini juga saya menulis 6 esai di Kompasiana. Â Dari enam esai ini, ada tiga yang paling banyak dibaca yakni Jasmerah 2023, yang merupakan rihlah akademik saya tahun 2023, serta dua esai yang diangkat dari perjalanan saya pulang ke Kota Ambon selama 10 hari (19-28 Desember) untuk menjenguk ibu saya yang sedang sakit.