Â
      Abuse of Power adalah tindakan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan seorang pejabat untuk kepentingan tertentu, baik untuk kepentingan diri sendiri, orang lain atau korporasi. Kalau tindakan itu dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara, maka tindakan tersebut dapat dianggap sebagai tindakan korupsi. Namun dalam hal ini tindakan yang dilakukan merugikan banyak pihak partai politik yang dilakukan oleh badan eksekutif terkait opini publik menjelang pemilu.[17]
Â
Dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) sebagai sarana dalam proses penggantian pemimpin yang dilaksanakan secara bersamaan di seluruh wilayah di Indonesia, rentan terjadi kecurangan oleh presiden yang sedang menjabat demi kepentingan bakal calon presiden yang berasal dari satu partai yang sama dengannya. Presiden sebagai pemegang kekuasaan eksekutif, sangat rawan melakukan penyalahgunaan wewenangnya demi kepentingan golongannya untuk mendapatkan kembali kursi sebagai pemegang kekuasaan eksekutif di pemerintahan. Namun berbagai tindak penyalahgunaan wewenang yang dapat dilakukan presiden tersebut tidak dapat diganggu gugat karena pemerintah yang berdaulat. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh presiden dalam penyelenggaraan pemilu dilihat dari perspektif sovereign immunity, serta untuk mengetahui cara membatasi kewenangan presiden sebagai pemegang kekuasaan eksekutif agar tidak terjadi penyelewengan dalam pemilu.[18]
Â
      Gaungan dari berbagai kalangan menjadi sangat kontroversial, Partai Demokrat mengkritik Joko Widodo yang kerap mempromosikan sejumlah tokoh yang berpotensi jadi calon presiden (capres). Endorse calon presiden tersebut dinilai tidak baik untuk demokrasi, lantaran dilakukan kepala negara. Proses politik harus dibiarkan berjalan dengan sendirinya. Tanpa harus menunjukkan keberpihakkan terhadap salah satu calon.
Â
      Dalam pidatonya dalam HUT Partai Golkar yang ke-11 pada 11 November 2022, " saya yakin Golkar akan dengan teliti akan dengan cermat akan hati-hati dan tidak sembrono dalam mendeklarasikan calon presiden dan wakil presiden 2024, meskipun tadi sudah saya lihat sudah teriak semua pak Erlangga Hartato dan saya juga meyakini yang akan dipilih oleh Partai Golkar capres maupun cawapres ini adalah tokoh-tokoh yang benar, silahkan terjemahkan sendiri jangan sembarangan memilih calon presiden dan wakil presiden tapi juga saya titip pesan jangan terlalu lama-lama, saya dengar-dengar dan saya melihat tiap hari pak Erlangga Hartato dan Pak Mardiono dari P3 dan Pak Zulkifli Hasan dari PAN, jangan hanya rangkul-rangkulan terus tapi saya meyakini sebentar lagi pasti akan segera menetukan, kita tunggu saja".
Â
      Dari pernyataan ini, terlihat bahwa pernyataan ini mengandung satu pesan yang ditujukan untuk Partai Golkar karena telah didahului oleh Partai Nasdem yang mengusung Anies Baswedan. Dapat dimaknai Jokowi seolah-olah  mendesain persoalan  siapa yang akan melanjutkan estafet perjuangan pada pemilu 2024, melanjutkan estafet perjuangan dari apa yang sudah  disusun oleh pemerintah sekarang, persoalan tentang proyek mercusuar, estafet etalase politik proyek infrastruktur, seolah-olah Jokowi ini mengindikasi seseorang lewat partai ini. Adapun partai golkar sendiri adalah partai koalisinya pemerintah, menjadi barometer dan menjadikan bagian tak terpisahkan menurut Jokowi sangat terlihat jelas bahwasannya Presiden tidak netral disini dan membenahi satu pihak partai politik, sangat jelas sangat bersinggungan dengan peran presiden sebagai badan eksekutif negara yang diatur dalam UUD 1945.
Â