seperti ketidakadilan dalam pembagian warisan di masa yang akan datang atau sedikitnya
kesempatan memperoleh pendidikan. Perempuan Batak (boru) harus menerima apa yang
diputuskan oleh para laki-laki (hula-hula) dan tidak adanya kesempatan untuk mengungkapkan
pendapat atau membantah dalam suatu perkumpulan. Oleh sebab itu, dalam sistem Dalihan Na
Tolu terjadi ketidaksetaraan gender, karena berpusat hanya pada hula-hula saja.
Budaya Dalihan Na Tolu dalam suku Batak sulit jika menerapkan kesetaraan gender.
Sistem kekerabatan patrilineal ini sudah menjadi suatu hal yang melekat dalam masyarakat Batak,
laki-laki berperan sangat penting dan berdampak besar dalam membentuk kelompok kekerabatan
sehingga dianggap “lebih berharga” dibandingkan dengan keberadaan perempuan. Dibuktikan
oleh kejadian-kejadian nyata yang dialami oleh para perempuan jika tidak memiliki anak laki-laki,
maka itu seperti membawa aib keluarga, dan para mertua bahkan tega menikahkan kembali