Bab 13
Jam Tangan Plastik Murahan
Pada kesempatan lain Mahar bergabung dengan grup rebana Masjid Al-Hikmah dan mengolaborasikan permainan sitar di dalamnya. Mahar pula yang membentuk sekaligus menyutradarai grup teater kecil SD Muhammadiyah. Penampilan favorit kami adalah cerita perang Uhud dalam episode Siti Hindun. Dikisahkan bahwa wanita pemarah mengupah seorang budak untuk membunuh Hamzah sebagai balas dendam atas kematian suaminya. Setelah Hamzah mati wanita itu membelah dadanya dan memakan hati panglima besar itu.Â
A Kiong memerankan Hamzah, dan Sahara sangat menikmati perannya sebagai Siti Hindun. Juga karena inisiatif Mahar, akhirnya kami membentuk sebuah grup band. Alat-alat musik kami adalah electone yang dimainkan Sahara, standing bass yang dibetot tanpa ampun oleh Samson, sebuah drum, tiga buah tabla, serta dua buah rebana yang dipinjamkan dari badan amil Masjid Al-Hikmah.
Pemain rebana adalah aku dan A Kiong. Mahar menambahkan kendang dan seruling yang dimainkan secara sekaligus oleh Trapani melalui bantuan sebuah kawat agar seruling dapat dijangkau mulutnya tanpa meninggalkan kendang itu. Maka pada aransemen tertentu Trapani leluasa menggunakan tangan kanannya untuk menabuh kendang sementara jemari kirinya menutup-nutup enam lubang seruling. Sebuah pemandangan spektakuler seperti sirkus musik. Trapani adalah salah satu daya tarik terbesar band kami. Hanya ada sedikit masalah, yaitu ia mogok tampil jika ibunya tidak ikut menonton.
Mahar juga adalah seorang seniman idealis. Pernah sebuah porpol ingin memanfaatkan grup kami yang mulai kondang untuk menarik massa melalui iming-iming uang dan berbagai mainan anak-anak, Mahar menolak mentah-mentah. Kami tidak akan pernah menjadi bagian dari segerombolan penipu. Sekolah kita adalah sekolah Islam bermartabat, kita tak akan menjual kehormatan kita demi sebuah jam tangan plastik murahan.
Bab 14
Laskar Pelangi dan Orang-Orang Sawang
Sayangnya, sore itu, pemandangan seperti butiran-butiran cat berwarna-warni yang dihamburkan dari langit serentak bubar dan harmoni ekosistem hancur berantakan karena serbuan sepuluh sosok Homo Sapiens. Makhluk brutal memanjati dahan-dahan filicium, bersorak-sorai, dan bergelantungan mengklaim dahannya masing-masing. Kawanan itu dipimpin oleh setan kecil bernama Kucai, Kucai mengangkangi dahan tertinggi.
Sedangkan Sahara, satu-satunya betina dalam kawanan itu, bersilang kaki di atas dahan terendah. Pengaturan semacam itu tentu bukan karena budaya patriarki begitu kental dalam komunitas Melayu, tapi semata-mata karena pakaian Sahara tidak memungkinkan ia berada di atas kami.Â
Ia adalah muslimah yang menjaga aurat rapat-rapat. Kepentingan kami tak kalah mendesak dan makhluk lainnya terhadap filicium karena dari dahannya kami dapat dengan leluasa memandang pelangi.Kami sangat menyukai pelangi.Â