Mohon tunggu...
Azkiyatun Danifatussunah
Azkiyatun Danifatussunah Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

You Can Get Used To It !!!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Resensi Novel "Laskar Pelangi"

29 Desember 2020   08:22 Diperbarui: 29 Desember 2020   08:41 2343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Angin sejuk yang bertiup dari lembah menampar-nampar wajahku. Aku merasa tenang dan akan kutulis puisi demi seseorang di balik tirai keong itu. Puisi itu berjudul Jauh Tinggi, aku membuatnya pada saat ini aku berada di puncak Gunung Selumar. Puisi inilah misi rahasiaku.

Bab 23

Billitonite

Senin pagi yang cerah. Sepucuk puisi kertas ungu bermotif kembang api. Bunga-bunga kuning kelopak empat dan kembang jarum merah primadona puncak gunung diikat pita rambut biru muda. Tak juga hilang kesegarannya karena semalam telah kurendam di dalam vas keramik. Tak sabar rasanya ingin segera kuberikan pada A Ling.

Aku gugup dan bergegas menghampiri lubang kotak kapur segera setelah A Miauw memberi perintah. Namun ketika tinggal dua langkah sampai ke kotak itu aku terkejut tak alang kepalang. Aku terjajar mundur ke belakang dan nyaris terantuk pada kaleng-kaleng minyak sayur. Aku terperanjat hebat karena melihat tangan yang menjulurkan kotak kapur adalah sepotong tangan yang sangat kasar. Tangan itu bukan tangan A Ling.

Syahdan mendekatiku yang berdiri terpaku, wajahnya sendu. A Miauw yang dari tadi memerhatikan dan menghampiriku dengan tenang. Aku terdiam dan menunduk, tanganku mencengkeram kuat ikatan bunga-bunga liar dan selembar puisi. A Miauw menyerahkan sebuah kado yang dibungkus persis sama dengan kertas sampul puisiku.

Pukul 09.05.

Perlahan-lahan muncul sebuah pesawat Foker 28 melintas pelan diatas lapangan sekolah kami. Aku tahu di dalam pesawat itu ada A Ling dan ia juga pasti sedang sedih meninggalkan aku sendiri. Pesawat itu semakin lama semakin kecil dan pandanganku semakin kabur, karena air mata tergenang pelupuk mataku. Selamat tinggal belahan jiwaku, cinta pertamaku.

Aku membuka kado yang dititipkan A Ling. Di dalamnya terdapat sebuah buku berjudul Seandainya Mereka Bisa Bicara karya Herriot dan sebuahdiary yang memuat berbagai catatanharian dan lirik-lirik lagu. Tak ada yang istimewa dan tak ada yang khusus ditunjukan untukku. Namun pada suatu halaman aku membaca judul sebuah puisi yang rasanya aku kenal, judulnya Bunga Krisan. Pada lembar-lembar berikutnya aku melihat seluruh puisi yang dulu pernah kukirimkan kepadanya dan selalu ia kembalikan. A Ling menyalin kembali seluruh puisiku dalam diarynya.

Bab 24

Tuk Bayan Tula

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun