Hujan pagi terasa begitu menyejukan kali ini, gemercik air yang menghempas ke tanah menimbulkan petrikor yang menyenangkan indera. Terpaksa aku berteduh di depan ruko abang-abang nasi goreng langgananku yang tutup. Aku mengeluh tipis, “Kenapa sih harus tiba-tiba hujan, bunganya jadi kebahasan.” “Mana dompet gue ketinggalan kalo mau beli lagi.”
Aku kemudian mengecek hp, melihat beranda Instagram menatapi kehidupan orang-orang melalui layar hpku. “Kapan yah gue bisa kaya orang-orang, kayaknya asik juga bisa kesana kesini, beli itu beli ini,” keluhku yang lain. “Tapi yaudahlah ya, namanya juga hidup ya kan. Rejeki orang beda-beda.” Saking asiknya berselancar di dunia maya, tidak terasa hujan pun sudah reda. Aku melanjutkan perjalananku menuju ke rumah sakit. Sambil sesekali mengabari temanku.
***
Aku, Reksa, adalah seorang laki-laki. Aku mempunyai sahabat perempuan, Naura, nama yang cukup fenimin untuk sifatnya yang seperti batu karang. Tidak sulit bagiku dan Naura jadi sepasang sahabat yang saling melengkapi, yang bisa membuat sepatu pun iri. Kami kiri dan kanan. Kami pagi dan malam. Kami adalah es kopi kekinian dan bola tapioka hitam yang ada di dasar gelasnya.
Kami kenal sejak sedari SMA, dan kini kami malah terjebak di kampus yang sama. Menghadapi masa-masa akhir perkuliah penuh teror.
“Kuliah lo gimana Ra, aman?” tanyaku, karna kita beda jurusan.
“Ya gitu deh, dosen gue akhir-akhir ini agak ribet, kerjaannya marah-marah gajelas mulu,” jelas Naura dengan muka kusut. “Kalo lo gimana?” sambungnya.
“Ga aman nih, tugas gue numpuk banget. Nanti bantuin gue dong Ra.”
“Dih apaan sih, tugas tugas lo, kok gue yang ikutan repot.”
“Ayo dong, nanti gue traktir makan deh,” dengan muka memelas aku memohon.