Aku mengerti kalau usia seseorang sudah ada yang menentukan, tapi aku tidak bisa berhenti menyebut diriku bahwa aku yang membunuhnya. Meski tidak langsung oleh tanganku. Aku mengambil lembaran foto Alisia dan menatapnya. Entah berapa lama aku terisak, tapi sebuah kesakitan menghantam kepalaku tiba-tiba, hingga akhirnya aku jatuh tertidur.
***
Ryfan P.O.V
Aku membuka pintu dan mendapati kak Nino tertidur diatas karpet sambil memeluk sweater jingga lusuh dan foto-foto Alisia. Aku bisa menebak dari apa yang kulihat, bahwa kak Nino masih terjebak dalam masa lalunya. Entah apa yang terjadi dua tahun lalu hingga mengubah kak Nino seperti ini. Seingatku kak Nino adalah seorang yang menyenangkan dan kadang terlalu percaya diri. Sejak dulu aku dan kak Nino cukup dikenal dilingkungan rumah dan juga sekolah, kak Nino apalagi, karena ia sangat tampan.
Aku menutup pintu kamarnya perlahan. Kak Nino masih tertidur disana, aku tidak ingin mengganggunya. Aku pikir ia perlu waktu, tapi apakah dua tahun tidak terlalu lama? Aku akan biarkan ia tidur sekarang ini. Hanya saat tidur ia bisa tenang dan melupakan segalanya.
Aku mengerti bagaimana kehilangan Alisia membuat kak Nino melemah. Kehilangan sosok yang dicintai selalu tak mudah, dan ini sudah dua tahun sejak kematian Alisia. Aku hanya penasaran apa yang terjadi sebenarnya. Aku tahu kalau Alisia meninggal akibat kecelakaan mobil dan kak Nino tidak bicara apapun lagi. Ia hanya menangis setiap kali mengingat Alisia. Seolah ia sedang menghukum dirinya, mengunci hati dari setiap perempuan.
Ah, mungkin ia terlalu mencintai Alisia, itu saja.
***
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI