Ketika aku bangun beberapa jam kemudian, aku telah diberitahu kalau Alisia meninggal dunia. Kedua orangtuanya tidak mau bicara denganku. Mereka marah, aku tahu itu. Semua orang mencintai Alisia, gadis yang baik hati dan ramah pada semua orang. Hingga kini kedua orangtuanya tidak pernah menghubungi atau bertemu denganku. Aku memeluk sweater jingga itu lagi, dan air mata mengalir deras dari pipiku. Aku tak bisa menemukan gadis lain sepertinya.
Karena seperti kataku, aku tak mau gadis lain selain Alisia.
***
Nino P.O.V
Kepalaku masih pening, sepertinya aku kelelahan karena dua hari kemarin aku harus menghadapi banyak model dan kejar deadline. Menyebalkan. Untungnya, tiga hari kedepan aku akan libur, tapi tidak dengan Ryfan. Anak itu sudah menghilang sepagi ini. Mungkin pergi ke rumah sakit, berjaga seperti biasanya. Aku sudah tak aneh kalau aku tak menemukan anak itu di rumah.
Aku membuka lemari es dan menemukan sekotak susu cair disana. Aku juga mengambil beberapa lembar roti gandum di meja makan dan menyalakan televisi. Berita hari ini benar-benar membuatku bosan, acara televisi juga tidak menarik. Kadang aku agak merindukan Ryfan di rumah saat aku juga di rumah. Kami memang tidak seakrab dulu, tapi aku masih menyayanginya. Setidaknya jika ia disini sekarang, ia akan bicara basa-basi dan menceritakan banyak hal meskipun aku tidak pernah menanyakannya.
Aku benci saat seperti ini. Aku memang ingin sendiri, tapi kadang kesendirian itu juga yang berusaha membunuhku. Saat sendiri aku selalu memikirkan kepergian Alisia, dan itu menyakitiku, sangat menyakitiku. Aku tidak pernah menyadari betapa aku mencintainya sebelum akhirnya ia meninggalkanku selamanya.
“Kecelakaan di ruas tol Cipularang memakan seorang korban wanita....”
Aku segera mematikan televisi, aku tak mau mendengarnya lagi. Berita seperti itu juga membuatku merasa bahwa aku seorang pembunuh. Aku telah menghilangkan nyawa gadis yang kucintai. Aku masuk ke kamarku dan menutup pintunya. Aku melihat kalendar di meja tulisku dan melihat bahwa esok adalah tanggal jadiku dengan Alisia. Aku tak bisa melupakan hari itu, sungguh. Hari itu adalah hari yang sangat membuatku bahagia, sebuah langkah menghabiskan tiga tahun bersama.
<<
Alisia memiringkan kepalanya didepan buku tebal untuk tugas kuliahnya dengan wajah yang sangat serius seolah tak ingin ada satupun hal yang mengganggunya. Aku duduk dihadapannya dengan sangat gelisah. Bagaimana tidak, dia gadis yang kusukai selama satu tahun ini, dan aku ingin dia menjadi pasangan hidupku. Aku tidak punya pilihan lain, mengajaknya bicara itu tak mungkin karena ia tidak suka diajak bicara saat membaca buku. Aku meninggalkan sebuah memo di dekat tempat pensilnya, berharap ia akan membacanya nanti.