Tetapi tidak cukup sampai di situ saja, dia harus melukis  seluruh  tubuh permaisuri. Kalau tubuh itu berbusana tentu mudah dilakukan. Tinggal memberikan pakaian kebesaran permaisuri yang menyukai  kebaya warna hijau pupus dipadukan dengan renda-renda emas di bagian luarnya dan manik-manik di bagian dada.  Sekarang apa yang harus dilakukan? Dia mulai kebingungan dan juga khawatir  jika harus menerima kemarahan raja.
Hingga tengah malam Prabangkara tidak juga meninggalkan ruangan melukis. Tidak ada suara apapun kecuali gemerisik angin. Hening sunyi melingkupi sekitarnya. Istrinya mungkin telah lelap tidur.Â
Pada saat itulah dia merasa bersalah karena merahasiakan tugasnya. Mestinya dia menceritakan kesulitannya pada istrinya. Siapa tahu sang istri bisa membantunya. Akhirnya dia menuju kamarnya.Â
Di luar dugaannya, sang istri belum tidur. Perempuan itu malah bersimpuh sambil berdoa lirih meminta suaminya dimudahkan dalam mengerjakan tugas dari raja. Prabangkara pun mengikutinya berdoa di samping istrinya.
"Sekarang tidurlah dulu. Kamu harus istirahat. Besok pagi lukisanmu bisa dilanjutkan," ujar istrinya lembut.
"Apa lagi yang harus kulakukan supaya diberi kemudahan menyelesaikan lukisan pesanan Prabu Brawijaya?" Prabangkara meminta saran istrinya.
"Berpuasalah sekuatmu. Berdoa dan berpuasa membuatmu dimudahkan dalam menyelesaikan tugas beratmu."
Mengikuti saran istrinya dia pun mulai berpuasa dan setiap hari berdoa. Pada hari ke tujuh dia bermimpi melihat tujuh bidadari sedang mandi sambil bermain air di telaga di tengah hutan. Satu di antara bidadari itu ternyata permaisuri yang sedang dilukisnya. Ketika enam bidadari sudah terbang ke langit biru tinggallah permaisuri sendiri di tengah telaga. Hanya sekejap Prabangkara melihat keelokan tubuh permaisuri karena dia segera terjaga dari tidurnya.
Tak menyia-nyiakan kesempatannya yang tinggal beberapa hari lagi harus menyerahkan lukisan kepada Prabu Brawijaya, dia segera bangkit dari tempat tidur. Â Berdoa dulu mohon diberikan kemudahan melukis permaisuri tanpa busana demi memenuhi permintaan rajanya. Sebenarnya hatinya tidak tenang ketika harus melukis perempuan tanpa busana. Tetapi apa boleh buat? Ini adalah permintaan raja yang tak bisa ditolaknya.
Sepanjang hari itu dia kembali melanjutkan melukis. Tangannya terasa ringan seperti digerakkan oleh kekuatan lain sehingga begitu cepat menyelesaikan lukisan tubuh telanjang permaisuri.Â
Napasnya terengah-engah lalu butiran keringat membasahi tubuhnya. Dia menghabiskan dua gelas air putih untuk mengurangi rasa haus yang membuat tenggorokannya kering. Sekarang tinggal mewarnai lukisan itu. Â Lusa dia harus menyerahkannya kepada Prabu Brawijaya.