Mohon tunggu...
Yuni Retnowati
Yuni Retnowati Mohon Tunggu... Dosen - Biarkan jejakmu menginspirasi banyak orang

Dosen komunikasi penyuka film horor dan thriller , cat lover, single mom

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Pahat Prabangkara dan Seni Ukir Jepara

20 April 2020   07:43 Diperbarui: 20 April 2020   07:51 404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Tidak ada. Aku hanya ingin mengumumkan ke seluruh negeri kalau Prabangkara adalah pelukis hebat. Aku akan memberikan penghargaan  atas bakatmu yang hebat."

 Sebenarnya Prabu Brawijaya sangat marah melihat ada tahi lalat di pantat istrinya dalam lukisan itu. Seharusnya hanya dia yang tahu tahi lalat itu. Bagaimana Prabangkara bisa tahu? Dia mencurigai Prabangkara pernah memadu asmara dengan permaisuri.

Prabangkara pasti pernah melihat permaisuri tanpa busana.  Ini tidak bisa dibiarkan. Dia harus mendapat hukuman. Penghargaan yang dimaksud sebenarnya adalah hukuman yang akan dijatuhkan pada sang pelukis itu.

Mengenakan pakaian terbaiknya, Prabangkara memenuhi undangan Prabu Brawijaya. Semua peralatan melukis dan memahat dibawanya sesuai perintah rajanya. Terlihat iringan-iringan patih istana membawa layang-layang raksasa. Prabu Brawijaya memerintahkan mereka menggantung Prabangkara beserta peralatannya tepat di bawah layang-layang .

"Naikkan layang-layangnya !" teriak Prabu Brawijaya.

Prabangkara memejamkan mata menahan deru angin yang menerpanya dari segala penjuru. Layang-layang itu semakin tinggi sehingga dia tidak berani melihat ke bawah. Sayup-sayup dia mendengar sorak sorai penonton di tanah lapang yang meneriakkan namanya. Ini tentu saja bukan penghargaan yang diharapkan. Dia pasrah pada kehendak Yang Kuasa.

Prabu Brawijaya mendekati salah satu patihnya lalu memotong tali layang-layang itu. Semua orang di tanah lapang itu terkejut melihat tindakan rajanya. Namun apa daya mereka? Mereka hanya terdiam tanpa bisa berbuat apa-apa. Kerumunan penonton di tanah lapang pun pelan-pelan bubar. Para petinggi istana hanya bisa saling berpandang-pandangan. Tidak tahu apa yang ada di dalam pikiran rajanya.

Istri Prabangkara menangis sejadi-jadinya begitu mendengar kabar dari orang-orang yang melihat kejadian di lapangan tadi. Kedua murid kesayangan Prabangkara datang menenangkannya. Mereka percaya bahwa semua ini sudah menjadi kehendak Yang Kuasa. Istri Prabangkara pun menghentikan tangisnya lalu mengajak mereka berdoa bersama.

Peralatan melukis dan memahat Prabangkara ternyata jatuh di desa Belakang Gunung di wilayah Jepara. Sedangkan Prabangkara jatuh di tengah hutan di wilayah Jepara yang lain. Hanya atas kehendak Yang Kuasa, pelukis hebat itu masih bernyawa ketika ditemukan  beberapa lelaki pencari kayu. Salah seorang di antara mereka mempunyai keahlian mengobati. Prabangkara pun dirawat dan diobati hingga sembuh.

Setelah sembuh dia berpamitan untuk  mencari peralatan melukis dan memahatnya yang mungkin jatuh tak jauh dari sekitar hutan itu. Beruntung dia bertemu dengan anak lelaki yang menceritakan tentang jatuhnya alat lukis dan seperangkat pahat berbagai ukuran di desa Belakang Gunung. Anak lelaki itu menawarkan diri menemaninya menuju desa itu.

Penduduk desa Belakang Gunung menerima kedatangan Prabangkara dengan gembira. Mereka minta diajari melukis dan mengukir. Dengan sabar Prabangkara mengajari mereka sampai benar-benar menguasai keahlian mengukir kayu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun