Aku ingat gedung putih berjendela banyak itu. Disitulah aku pertama kali menemukan Andri bersama teman-teman sekolahnya. Mereka semua sedang bersiap-siap mengikuti ujian akhir dan masing-masing merencanakan hal yang berbeda-beda untuk masa depannya. Semangat, cita-cita dan pemikiran mereka yang sangat beragam itu adalah hal-hal baru yang terasa amat menarik bagiku. Dan yang pada akhirnya malah meracuni pikiranku dan menjerumuskanku dalam dunia khayalan yang kuciptakan sendiri.
Dan lorong penghubung yang seharusnya sangat terlarang untuk dimasuki itu malah kuanggap sebagai jalan yang wajar untuk kulalui setiap pergi ke kampus. Aku bahkan melewatinya dengan susah payah seperti manusia.
Tak heran semua warga desa selalu melihatku dengan tatapan aneh dan sering menghindar. Pasti aku sudah dianggap sakit jiwa.
Kasihan Rini. Dia pasti kerepotan sekali karena harus mengeluarkan biaya banyak untuk membeli lagi buku-bukunya yang kuambil.
Dan pantas saja Andri selalu merasa kepanasan. Itu karena aku selalu mengikutinya kemana-mana.
“Kalau sudah selesai, berikan ke ibu ya Sari,” ujar ibu dari depan pintu kamar sambil tersenyum lembut padaku. “Biar ibu singkirkan barang-barang itu.”
Ibu melangkah masuk sambil membawa tumpukan baju berwarna hijau yang serupa dengan yang kukenakan saat ini. Bahannya yang terbuat dari anyaman dedaunan terasa halus dan nyaman dipakai. Sama nyamannya dengan sandal tali dari serat kayu yang melilit di kedua kakiku.
“Ibu tak menyangka Sari sudah mampu mempengaruhi pikiran manusia sampai sejauh itu. Kemampuan yang seharusnya baru muncul setelah kamu dewasa itu ternyata telah kamu kuasai dengan baik di usia remaja. Kamu berbakat Sari,” lanjut ibu sembari duduk disampingku.
Aku menggeleng. "Itu bukan suatu hal yang patut dibanggakan bu.... Sari sudah membuat banyak orang menderita......"
"Yah..... memang tak ada yang bisa kita lakukan. Semua sudah terlanjur. Kalaupun Andri kemarin setuju untuk tetap tinggal disini, dia tidak akan bisa lama bertahan hidup. Kondisinya juga akan cepat menurun, seperti yang telah terjadi pada Pak Sardi. Kamu ingat kan, awalnya Pak Sardi juga masih bisa berjalan-jalan sendiri di dalam rumah meskipun tertatih-tatih. Bahkan pernah juga berjalan sendiri sampai ke sungai. Tapi beberapa saat kemudian kondisinya sudah sangat jauh berbeda. Alam kita memang tidak cocok untuk mereka, Sari."
Aku mengangguk perlahan.