Mohon tunggu...
Yudhistira Widad Mahasena
Yudhistira Widad Mahasena Mohon Tunggu... Desainer - Designer, future filmmaker, K-poper, Eurofan.
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

He/him FDKV Widyatama '18

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Brilliant Diamond and Shining Pearl (Bagian 5)

13 Mei 2022   22:25 Diperbarui: 13 Mei 2022   22:34 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Bismillahirrahmanirrahim.

Sebelumnya di BDSP:
Ditemani Sumin dkk. dan Jungwon, Jihan kembali melanjutkan petualangan meyakinkan sang kakak, Arin, untuk kembali ke keluarganya di Galar dan hidup bersamanya. Jungwon digertak oleh rekan sebandnya di JRB karena mangkir demi pacarnya dan sulit membagi waktu antara band dan percintaan, dan Jihan dituduh mengkhianati Sumin dkk. karena mengutamakan Jungwon di atas mereka. Karena kesedihan itu penyakit jantung Jihan kambuh, dan dia dirawat di rumah ibunya, Minkyeung, di Turin. Sementara itu, Michael Ben David diselamatkan dari kejahatannya oleh sang istri, Minyoung Brave Girls. Terungkap bahwa ternyata mereka orang tua Sumin.

Sedikit yang tahu bahwa kejadian tersebut akan mengubah hidup Jihan untuk selamanya. Dia memilih untuk tinggal dengan ibunya selama sisa liburan.

** INTERMISSION **

1 bulan kemudian...
Jihan sudah menghabiskan satu bulan di Italia untuk liburan pergantian musim. Dia dan Minkyeung memutuskan untuk pindah rumah ke tempat yang lebih jauh, namun masih di Turin. Pagi ini mereka tidak melakukan apa-apa, hanya bersantai di rumah. Minkyeung melakukan perawatan kulit sambil menonton televisi sedangkan Jihan sedang memasak. Dari J-lah dia belajar memasak.

"Kamu makin jago masak, Ji," kata Minkyeung.
"Hehe, makasih, Ma," kata Jihan.
"Siapa yang ngajarin kamu?" tanya Minkyeung.
"J," jawab Jihan. "Di keluarganya justru nggak ada yang bisa masak. Yuna unnie juga nggak bisa."
"Bagus," kata Minkyeung. "Mama bersyukur dikaruniai dua putri yang pintar masak. Mama kangen masakan rumah. Yuk, skinkeran," katanya lagi.

Pasangan ibu-anak itu mengoleskan masker ke wajah cantik mereka. Mereka menyantap masakan buatan Jihan: nasi hangat, chicken adobo, dan bistek tagalog. Itu semua masakan buatan Jihan yang diajarkan J.

"Jihan, anakku," kata Minkyeung.
"Ya, Ma?" kata Jihan.
"Waktu kamu masih di Galar, kamu udah tahu soal Sumin?" tanya Minkyeung.
"Iya. Kata Minyoung unnie, Sumin anak yang pekerja keras. Dia belajar nge-hack komputer dari beliau dan cita-citanya mau jadi programer komputer. Baru-baru ini aja dia kepilih untuk ngepresentasiin program yang dia kembangin sendiri di festival seni minggu depan," kata Jihan.
"Festival seni yang mana?" tanya Minkyeung.
"Yang kata Eunji unnie itu," jawab Jihan. "JRB juga bakalan konser di situ, pas acara Battle of the Bands. Jihan juga bakalan tampil bareng skuad cheerleading," lanjutnya.
"Mama bangga dengan anak bungsu Mama yang aktif di cheerleading," kata Minkyeung. "Asah terus bakatmu itu. Sekalian buat olahraga. Ah, maskernya udah 30 menit. Yuk, mandi. Sekalian bersihin masker."

Jihan dan Minkyeung kemudian mandi air hangat. Air dari shower terasa sangat segar. Sambil mandi dan membersihkan masker di wajah mereka, mereka kembali mengobrol.

"Kamu mau nampilin apa lagi pas festival seni?" tanya Minkyeung.
"Nggak tahu. Tapi Jungwon mau ngajak Jihan nyanyi bareng. Festivalnya sendiri buat bantu ngedanain konsernya JRB di Turin akhir bulan ini. Mereka udah latihan dari jauh-jauh hari," kata Jihan.
"Jihan, pas tampil bareng JRB nanti, jangan tegang. Yang nonton kalian satu kota, bahkan satu negara. Lemesin aja, jangan takut. Mama yakin kamu pasti bisa tampil dengan bagus," kata Minkyeung.

Jihan dan Minkyeung selesai mandi. Mereka lekas berganti pakaian dan beristirahat di kamar tidur.

"Ma," kata Jihan.
"Ya, anakku?" kata Minkyeung.
"Boleh nggak, Jihan jalan-jalan sendiri? Sekalian nyegerin pikiran," kata Jihan.
"Boleh. Tapi, jangan jauh-jauh, dan jangan lama-lama," kata Minkyeung. "Ntar kita makan malam di luar berdua."
"OK!" kata Jihan yang sudah berganti pakaian dengan pakaian luar angkasa warna pink yang dijahitkan Yoon sebagai hadiah permintaan maafnya kepadanya (baca bagian 4).

(musik: We Are Domi - "Lights off")

Jihan menjamah hampir seisi kota Turin. Dia belum pernah menjelajah kota Turin sendirian. Dia menghabiskan waktunya dengan melihat pemandangan dan berbelanja sendirian di sebuah mal. Di tengah perjalanan dia melihat sosok yang dicintainya, Jungwon. Ternyata Jungwon dan Sunghoon sedang berjalan-jalan juga. Mereka sedang beristirahat latihan band.

"Jadi mereka disebut apa, Sunghoon hyung? Buah, atau sayuran? Dan kenapa disebut saus tomat?" kata Jungwon.
"Mana gue tahu, gue belom pernah makan saus tomat. Mereka naro saus tomat di pasta, kan?" tanya Sunghoon.
"Iya. Gue pernah makan pas kecil, pasta pake saus tomat. Rasanya enak," kata Jungwon. "Eh, ada Jihan. Gue cabut dulu, ya."

Jungwon langsung menghampiri Jihan. Wajahnya terlihat ramah.

"Hai, Jihan!" kata Jungwon.
"Jungwon, kenapa kamu di sini? Bukannya kamu masih marah sama aku?" kata Jihan.
"Kita bahas di luar," kata Jungwon. "Sekalian aku antar pulang."

Jungwon kemudian menceritakan kejadian sebulan yang lalu.

"Jihan, maafin aku. Kemaren aku keterlaluan, marah-marah ke kamu gara-gara kejadian di Pegunungan Alpen itu," kata Jungwon.
"Gakpapa, Won. Aku udah maafin kamu, kok. Lagian kamu juga harus bisa bagi waktu antara pacaran dan latihan band. Kata ayahku, anak band biasanya nyusahin kalo udah masalah cinta," kata Jihan.
"Ah, masak? Aku nggak pernah nyusahin, kok. Kita kan udah lama jalan," kata Jungwon.

Bunga-bunga telah bermekaran di taman asmara Jungwon dan Jihan. Kembali berbaikan, hubungan mereka kembali berjalan sebagaimana mestinya. Mereka kemudian menari sepanjang perjalanan pulang. Orang-orang yang melihat mereka seakan ikut menari.

(musik: WRS - "Llamame")

"Ikuti saja iramanya, Ji. Ikuti saja," kata Jungwon.

Selama lagu, Jungwon tidak berhenti menatap Jihan dengan penuh mesra. Kaki Jihan tidak berhenti menari pula. Orang-orang di sekeliling mereka juga ikut menari dalam irama dansa Latin.

Jihan dan Jungwon kembali melanjutkan perjalanan pulang mereka ke rumah. Ternyata Jungwon kini tinggal dengan anggota JRB lainnya di rumah lama Jihan, di samping rumah Sumin. Jihan hanya tinggal beberapa blok dari rumah lamanya. Jadi, Jihan hanya tinggal berjalan kaki dari tempat tinggal Jungwon di Turin jika hendak pulang. Karena Jungwon buru-buru pulang untuk latihan band, mereka pulang naik bus. Sunghoon sudah lebih dulu pulang dengan Soeun.

(musik: Maro - "Saudade, saudade")

"Ji," kata Jungwon.
"Ya?" kata Jihan.
"Kamu kangen sama ayah di Galar?" tanya Jungwon.

Jihan sebenarnya ingin bilang kangen ayahnya, Steven, namun menolak menjawab.

"Aku yakin ayah kamu pasti ngawatirin kamu di Galar. Tapi aku yakin, anak mana sih yang nggak kangen sama ayahnya kalo pergi jauh atau ditinggal pergi. Kalo kamu kangen, coba tulis surat buat beliau. Beliau pasti senang. Aku janji, setelah JRB konser, kita pulang ke Galar sama-sama," kata Jungwon. "Aku kangen Hadi dan Mirna. Hadi yang nolongin kamu pas kamu jatuh sakit di Wyndon tahun kemaren," lanjutnya. "Maaf kalo aku emang nyusahin."

Sore yang hangat. Akhirnya bus sampai tujuan - markas JRB, bekas rumah Jihan.

"Permisi!" kata Jungwon sambil membuka pintu.
"Balik juga lo, Won. Gimana? Udah baikan sama Jihan? Kalian udah sebulan nggak bicara," kata Sieun, sang kibordis.
"Kadang ada hal di dunia yang sebaiknya tidak dibicarakan," kata Jungwon, memberi isyarat untuk tidak membahas kejadian bulan lalu di Pegunungan Alpen. "Yuk, makan siang dulu, baru latihan. Kamu mau ikut makan?" Jungwon mengajak Jihan makan siang bersama karena ingat perutnya belum kemasukan makanan apa pun.
"Nggak, makasih, Won. Aku juga makan siang sama mama, kok, sekalian mau happy time sama mama," kata Jihan.
"Oh, ya udah," kata Jungwon.

Singkat cerita, setelah berdiskusi, diputuskan bahwa JRB akan membawakan lagu "Jezebel" dan "Stripper" di acara Battle of the Bands. Dua lagu itu pulalah yang akan mereka bawakan di konser mereka. JRB juga akan berduet membawakan "Hope" dengan Jihan. Karena sudah bisa membagi waktu antara band dan Jihan, Jungwon kali ini membuktikan bahwa dia bisa menjadi leader yang baik bagi JRB.

"Yeah... wan tu cri prot!" Jungwon memberi aba-aba.

(musik: The Rasmus - "Jezebel")

Jihan hanya memandangi sang kekasih berlatih band dengan serius. Tiba-tiba, ada SMS dari Minkyeung, sang ibu tercinta.

"Jihan, kamu udah makan siang? Yuk, makan siang sama mama. Ada restoran gelato enak di dekat rumah."

Jihan kemudian meminta izin pulang karena dijemput ibunya.

"Jungwon, sorry, aku harus pergi. Dijemput mama buat makan siang, sekalian pulang," kata Jihan.
"OK, sayangku. Jangan lupa dukung kami minggu depan ya!" kata Jungwon, sambil melayangkan ciuman jarak jauh kepada gadis yang sangat dicintainya.

Namun, siapa sangka, di sela-sela latihan, ada kejadian buruk. Sieun bolak-balik pergi ke kamar mandi, yang mengganggu sesi latihan, sebelum akhirnya jatuh pingsan. Sebagai leader, Jungwon mengambil sikap tegas dan menelepon ambulans untuk melarikan kibordis tercinta JRB ke rumah sakit. Dia tidak mau terjadi apa-apa pada band. Dia ingin Sieun sehat.

Sementara itu, di restoran pizza...

"Suara kamu makin bagus, Jihan," kata Minkyeung yang mendengar anaknya bersenandung lagu "Hope" milik Stefan Airapetjan. Stefan adalah musisi pujaan Jihan, berasal dari Estonia, namun keturunan Armenia. "Itu lagu yang mau kamu nyanyiin pas duet bareng JRB?" tanya beliau.
"Iya," kata Jihan.
"Mama pengen denger suara kamu nanti di konser pas duet bareng Jungwon. Kalian cocok," kata Minkyeung.

Sorenya, di rumah sakit, Jungwon, Sunghoon, Intak, Changwook, dan Soeun menunggu hasil diagnosis Sieun. Ternyata dokter muda yang memeriksa Sieun menjelaskan bahwa...

"Nona Park Sieun didiagnosis menderita gastroenteritis dan apendisitis. Dia membutuhkan istirahat yang cukup. Kami akan menyampaikan ini ke pihak manajemen," kata dokter.

Tentunya komplikasi gastroenteritis dan apendisitis bukan pertanda yang baik. Jungwon dkk. pulang dengan wajah lesu. Sementara itu, malam harinya, Jihan dan Minkyeung makan malam di restoran mewah. Ternyata Sumin ada di sana juga, bersama sang ayah tercinta, Michael Ben David. Mereka makan sambil mengobrol, membahas program yang dibuat untuk dia presentasikan di festival seni.

"Min, apa nama program lo?" tanya Jihan.
"Ada, deh. Namanya belom ada, tapi ada hubungannya sama serigala dan pisang. Ntar lo nonton aja presentasi gue," kata Sumin.
"Gue bangga punya sahabat yang calon programer kayak lo, Min. Lo tahu segalanya tentang teknologi ternyata," kata Jihan.
"Iya. Mama hacker, papa dulu kerja di perusahaan mobil. Makanya aku tahu soal komputer dan mobil-mobil," kata Sumin.
"Mike, kami bersyukur kau punya anak yang bergerak di bidang teknologi. Dia akan jadi programer kelas dunia yang pandai membuat program komputer. Kami akan melihat presentasinya dan juga demonstrasi program yang dia buat," kata Minkyeung kepada Michael.
"Terima kasih. Aku dan Minyoung bangga kau mengatakan bahwa Sumin akan jadi ahli teknologi informasi. Kami ingin Sumin menjadi pengacara atau dokter, tetapi dia bersikeras ingin menjadi programer," kata Michael.
"Benarkah?" tanya Minkyeung.
"Minat terbesarnya adalah teknologi. Saat bangun, mandi, makan, tidur, sampai bangun lagi, teknologi ada di otaknya. Berkat Minyoung yang mengajarkannya meretas komputer dan membuat program, dia mengasah bakatnya itu sendiri seiring bertambah dewasa. Bahkan pacarnya yang membantunya mengembangkan program, bekerja sebagai pengembang software," jelas Michael panjang lebar.
"Lo punya pacar, Min?" tanya Jihan.
"Punya. Udah satu tahun kami jalan," kata Sumin. "Kami klop karena sama-sama suka teknologi."

Di lain tempat, Jungwon dan Sunghoon membicarakan sesuatu sepulang dari rumah sakit.

"Lo cemburu Jihan jalan sama Sumin?" tanya Sunghoon.

Jungwon tidak menjawab. Dia yakin Jihan membutuhkan waktu dengan keluarga dan teman-temannya juga, dan dia juga tidak cemburuan. Dia tidak mau bilang kepada Sunghoon bahwa dia cemburu Jihan dan Sumin mengobrol di restoran karena dia tidak sengaja melihat obrolan mereka di restoran.

"Kadang Jihan butuh waktu sendiri. Gue yakin dia pasti jalan lagi sama lo, Won," kata Sunghoon.

Jungwon kemudian duduk termenung di pinggir jalan. Sepertinya Jihan sudah tidak membutuhkanku lagi, pikirnya.

(musik: Marius Bear - "Boys do cry")

Pikirannya kalut karena mendengar Sieun sakit, dan juga karena Jihan pergi dengan ibunya. Dia kehilangan motivasi untuk latihan band, tetapi dia tidak ingin JRB kalah di ajang Battle of the Bands.

Sementara itu, Jihan dan Minkyeung dalam perjalanan pulang ke rumah. Mereka bersenda gurau.

"Hahaha..." Jihan dan Minkyeung tertawa lepas.
"Gimana sih, si buaya itu? Bisa dikalahin kancil?" tanya Jihan.
"Mama nggak tahu. Padahal cerita itu udah sering kamu denger pas masih kecil dulu," kata Minkyeung.

Tiba-tiba, mata mereka tertuju pada sebuah restoran pizza kecil. Di situlah dulu Minkyeung bekerja.

"Ini restoran tempat mama kerja dulu?" tanya Jihan.
"Iya," jawab Minkyeung.
"Tapi akhirnya mama sukses jadi penyanyi?" tanya Jihan lagi.
"Nggak sukses. Mama gagal dan cuman kerja jadi cleaning service di restoran," kata Minkyeung. "Lalu mama ketemu sama Minyoung. Kami bergabung dalam tim penyelamat luar angkasa Sersan Rowoon."

Jihan terdiam sejenak.

"Itu aja, Ma?" tanya Jihan.
"Iya," jawab Minkyeung, singkat.
"Harusnya ada penjelasannya nggak, sih?" Jihan tidak percaya.

Minkyeung tidak menjawab.

"Iya, maksudnya Mama nggak bisa ninggalin Jihan dan ayah di Galar sendirian habis itu kalo ditanya jawabnya udah gitu aja?" Jihan semakin emosi.

Minkyeung tetap bungkam. Kali ini Jihan benar-benar frustrasi dan memutuskan untuk pulang sendirian.

"Wait! Jihan! Jihan, tunggu! Jihan, I wasn't happy! I felt trapped!" kata Minkyeung.

Jihan kaget.

"Kenapa, Ma?" tanya Jihan.
"Mama nggak bisa pulang. Ayahmu ternyata sosok yang brengsek. Dia nggak pernah ngertiin mama!" kata Minkyeung.
"Tapi sekarang bisa kan, Ma? Bisa pulang. Balik ke Galar terus tinggal bareng Jihan?" kata Jihan.
"Ya nggak segampang itu, mama punya kehidupan juga di sini. Di sinilah rumah mama," kata Minkyeung.
"Anak-anak Brave Girls itu tahu ada Jihan?" tanya Jihan. "Terus Jihan bukan anak mama?" tanyanya lagi.
.
.
.
"Iya," kata Minkyeung.
"Terus?" tanya Jihan.
"Mama nggak bisa kesalahan yang sama untuk kedua kalinya," Minkyeung meneteskan air mata. "Sejak itu mama tidak menikah dan memilih hidup sendiri di Italia."
"Jihan anak mama juga. Jihan berhak diakuin!" kata Jihan.

Jihan pun memeluk Minkyeung sambil menangis.

"Jihan janji, nggak akan nyusahin mama di sini. Jihan juga janji kita bakalan pulang bareng," kata Jihan. "Jihan sayang mama."
"Mama juga sayang Jihan," kata Minkyeung. "Ayo, kita pulang."

Jihan dan Minkyeung yang semula penuh ketegangan dan air mata, berubah ceria lagi. Mereka melanjutkan perjalanan pulang. Sesekali, mereka berswafoto. Jihan mengirimkan foto itu ke Mirna di Indonesia lewat aplikasi pesan singkat. Dia ingin Mirna tahu bahwa dirinya baik-baik saja selama sebulan di Italia, sukses bertemu dengan ibu dan kakak perempuannya.

Keesokan paginya...

"Telepon dari Mirna!" pekik Jihan dalam hati ketika tahu Mirna meneleponnya. Biasanya Mirna menelepon seseorang jika ada yang tidak sesuai dengan hatinya. Dengan gemetar, Jihan mengangkat telepon dari Mirna, yang sedang sarapan dengan sang suami, Hadi, di Galar. Mereka pun terlibat pertengkaran.

(musik: Alvan and Ahez - "Fulenn")

"Halo, Mir?" Jihan memulai pembicaraan dengan sopan.
"Jihan, pas lo ngirim foto itu ke gue, lo mikirin perasaan keluarga lain, nggak?" Mirna terdengar marah. Jihan pun menjadi ikut marah.
"Lah lo mikirin perasaan gue nggak pas lo bohongin gue?" balas Jihan tidak kalah emosi.
"Ya udah, gue minta maaf," kata Mirna.
"Gue gakpapa di sini. Gue udah ketemu mama dan Arin unnie, dan nggak ada hambatan apa pun. Gue bisa, kan, survive di Turin! Dan selama ini nggak pernah ada yang ngasih opsi ini ke gue," kata Jihan berapi-api.
"Kita tuh ngelakuin semua itu untuk lo semuanya! Untuk kebahagian lo supaya lo nggak malu nantinya!" balas Mirna tidak kalah ketus.
"Gue nggak malu! Hidup gue ini bukan aib! Lagian gue nggak pernah minta buat jadi beban keluarga, kan?!" sembur Jihan kepada Mirna. "Ya udah, kalo gue emang malu-maluin keluarga, nggak usah anggap gue keluarga kalian lagi!"
"Tapi--" belum sempat Mirna membalas obrolan, Jihan sudah menutup telepon.

Hadi yang sedang makan sereal, tiba-tiba menjadi marah dengan sikap Mirna.

"Buset, ngapain lagi sih lo?!" kata Hadi.
"Di, kita tuh udah malu-maluin Jihan," kata Mirna. "Dia marah ke kita."
"YOU PROMISED HER! Jihan nggak pernah malu-maluin kita. Ingat pas Jihan mau berangkat ke Italia? Kita janji nggak malu-maluin dia selama di Italia. Dia mengutamakan keluarga, dia bahkan pengen ortunya nikah lagi dan pengen keluarganya kumpul empatan lagi! Dan sekarang lo ingkar janji..." kata Hadi.

Tiba-tiba butiran-butiran bening keluar dari mata Mirna, lama-kelamaan semakin besar dan deras.

"Enak banget ya, air mata dijadiin senjata," sindir Hadi.
"Gue nangis karena merasa bersalah. Kita yang janji nggak malu-maluin Jihan, kita pula yang malu-maluin dia dengan bilang dia malu-maluin keluarga. Dia sesayang itu sama keluarganya..." kata Mirna.
"Gue ini suami lo, Mir. Gue yang harusnya lo dengerin!" bentak Hadi.
"Gue nggak pernah maksa lo jadi suami gue, kan?!" balas Mirna tak kalah ketus.
"GUE JUGA NGGAK PERNAH MAKSA LO JADI ISTRI GUE!" sergah Hadi marah.

Hening sesaat. Mirna cemberut. Hadi merengut.

"OK, aku yang salah, Di," kata Mirna. "Aku bukan istri yang baik. Aku minta maaf."
"Aku juga minta maaf, Mir," kata Hadi. "Pokoknya kalo Jihan pulang ke Galar nanti, kita harus minta maaf ke dia. Dia pulang setelah JRB selesai konser. Konsernya tanggal 23."

Sementara itu, di sarang Subwoolfer...

"Wah, wah, wah. Keith, Jim, Ron, dan Paul. Kalian gagal lagi. Kalian gagal mempertahankan kejahatan Michael Ben David dan sekarang dia jadi orang baik. Kalian kami pecat!" kata bos Subwoolfer.

Keith, Jim, Ron, dan Paul memang malas bekerjasama dengan orang jahat, namun kadang terpengaruh kejahatan karena terpaksa.

"Karena kalian gagal, kalian boleh melepas topeng kalian dan berhenti bekerja!" kata bos.

Mereka menurut saja. Bos mereka sebenarnya tahu bahwa Subwoolfer sebenarnya orang dalam kostum. Dan... di balik Keith, Jim, Ron, dan Paul, adalah... empat orang pria tampan. Younghoon, Juyeon, Hyunjae, dan Haknyeon The Boyz.

"Sumpek banget kostum ini sumpah!" kata Younghoon.
"Iya, lagian siapa yang nyuruh kita pake kostum ini coba," kata Juyeon.
"Kita juga malas harus pura-pura jadi orang jahat. Kita punya kerjaan," kata Hyunjae.
"Ya udah, kita pulang ke bumi. Pengen ketemu pacar," kata Haknyeon.
"Lo punya pacar, Hak? Selama ini kita kira lo doang yang jomblo di circle kita," kata Younghoon.
"Punya. Si Yeeun itu siapa?" kata Haknyeon. (Yeeun = nama asli J)
"Bukannya dia masih sama Eric ya?" tanya Juyeon.
"Udah putus dari tahun lalu," kata Haknyeon. "Sekarang pacaran sama anak konglomerat."

Subwoolfer memang mengaku berasal dari bulan. Dan ketika tiba saatnya mereka pulang ke bumi dan setelah menguak identitas asli mereka, Younghoon, Juyeon, Hyunjae, dan Haknyeon berjalan dengan gagah dan tampan. Mereka tak sabar kembali bertemu dengan pacar mereka masing-masing: Sumin, Seeun, Yoon, dan J.

(musik: Subwoolfer - "Give that wolf a banana")

Sesampainya di Turin.

"Nah, karena kita udah sampe di Turin, sekarang ngapain kita?" tanya Younghoon.
"Kita cari pacar kita. Kita bantu mereka dalam bidang mereka, soalnya mereka ditunjuk buat ikut serta di festival seni," kata Juyeon. "Younghoon, lo cari Sumin. Lo bantu dia bikin presentasi teknologi. Sumin kan anaknya maniak teknologi kayak lo, makanya lo mau pacaran sama dia, udah gitu cantik, lucu, imut, makanya lo suka sama dia. Karena lo udah berhenti jadi Keith, lo punya banyak waktu kan buat kencan ama dia sambil ngomongin teknologi," kata Juyeon.
"OK," kata Younghoon.
"Hyunjae, lo cari Jayoon (nama asli Yoon). Bantu dia bikin karya seni buat dipajang di festival. Lo juga bikin logo dan desain grafis buat festivalnya," kata Juyeon.
"Siap," kata Hyunjae. "Berhenti jadi Ron artinya gue punya banyak waktu untuk seni."
"Haknyeon, cari Yeeun. Ntar kalian latih skuad cheerleading-nya Jihan buat latihan "Give that wolf a banana" buat pembukaan festival. Lo dan Yeeun kan minat musik," kata Juyeon. "Gue akan cari Seeun dan bantu dia latihan basket. Akhirnya setelah berhenti jadi Jim, gue punya banyak waktu buat olahraga," tambah Juyeon.
"Seeun bisa main basket?" kata Hyunjae, kaget.
"Bisa, tapi bukan pro. Dia bukan pebasket profesional, dia cuman hobi," kata Juyeon sambil berlalu.

Younghoon mencari Sumin di apartemennya. Kamarnya kosong, tetapi laptopnya menyala. Ternyata Sumin sedang mandi.

"Min? Sumin?" kata Younghoon sambil celingak-celinguk mendapati kamar pacarnya kosong. Tiba-tiba dari kamar mandi Sumin terdengar suara keran baru dimatikan. Sumin keluar kamar mandi dalam kondisi sudah berpakaian. Kulitnya berkilau, lembut, dan wangi. Wajahnya berseri.
"Younghoon oppa? Ya ampun, ke mana aja kamu? Hilang nggak ada kabar," kata Sumin sambil menghanduki rambutnya.
"Saya ada urusan di luar," kata Younghoon. "Karena saya sudah selesai dengan urusan, saya ingin membantu kamu dengan program yang kamu buat selama liburan."

(musik: Rosa Linn - "Snap")

Younghoon menemani Sumin dan memperhatikan proses perkembangan programnya.

"Baby, baby, coba lihat ini. Kalo kamu lihat ini, ada sedikit kesalahan program yang kamu buat. Yang merah cocoknya sama merah, yang biru cocoknya sama biru, and so on and so on. Kalo program ini tidak disempurnakan sebelum presentasi, ada kemungkinan program ini tidak akan berfungsi saat didemonstrasikan," kata Younghoon.
"Oh. Jadi aku tinggal masukin bagian yang ini ke sektor A buat nyalain lampu merah dan masukin bagian yang ini ke sektor B buat nyalain lampu hijau sehingga K bekerja dan O, Q, dan Z tidak bekerja?" tanya Sumin.
"That's my girl!" kata Younghoon. "BTW, gerai dulu dong rambut kamu... saya sumpek lihat rambut kamu diikat," katanya lagi.

Younghoon memang selalu menyebut dirinya "saya", bukan "aku" atau "gue". Dia memanggil Sumin "baby", lebih suka melihat rambutnya digerai, dan punya kebiasaan mencubit pipi Sumin dengan lembut karena gemas.

Sumin menurut saja dan menggerai rambutnya untuk Younghoon. Rambutnya yang hitam, lurus, dan panjang jatuh di punggungnya. Younghoon pun nyaman melihatnya.

"Apa nama programnya, By?" tanya Younghoon.
"WOLFBANANA.com," kata Sumin. "Program ini meningkatkan kesadaran kita untuk memberi serigala makan pisang, karena serigala makan daging nenek-nenek. Sayangi nenek kita dengan memberi serigala makan pisang sebelum serigala memakan mereka. Satu klik = satu pisang untuk serigala," jelas Sumin panjang lebar tentang programnya.
"Bagus," kata Younghoon. "Baby, ingat, yang terpenting saat presentasi nanti adalah percaya diri, kontak mata ke hadirin, dan kulit lembut berkilau. Nanti semua mata akan tertuju pada kamu. Aku suka kulit kamu. Kulit kamu lembut dan berkilau. Kamu pakai sabun apa tadi?" tanya Younghoon.
"Ini. Biore Pure Mild," kata Sumin sambil memberikan botol sabunnya kepada Younghoon. "Aku kan banyak di dalam kamar, jadi kena AC yang bisa bikin kulit kering. Aku pake sabun ini tiap mandi, dan setiap kali mandi kulit aku jadi lembut berkilau. Wanginya juga enak."
"Bagus, Min. Programer harus menjaga kesehatan kulit juga. Kamu hebat, tidak pakai produk mahal untuk cantik. Sekarang kita makan di luar, yuk. Kamu mau es krim? Saya beliin," kata Younghoon.
"Nggak usah, Yang... aku mau nyempurnain program dulu. Program ini aku bikinnya satu bulan, jadi lama bikinnya biar sempurna," kata Sumin. "Tapi aku pengen es krim. Ntar kita makan sama-sama."
"OK... kalo gitu saya keluar dulu. Saya beliin es krim. Kamu mau rasa apa? Cookies 'n cream? Cookie dough? Rocky road? Saya minta sama abangnya. Saya akan beliin rasa yang paling sedap," kata Younghoon sembari berlalu.

Sumin memang selalu memastikan program yang dia buat di komputernya selesai dengan sempurna. Dia tidak punya waktu untuk pacaran atau pergi ke luar jika sudah membuat program.

Sementara itu, di rumah Jihan.

"And before that wolf eats my grandma, give that wolf a banana~" Jihan menyenandungkan lagu favoritnya itu.
"Ngapain, Ji?" tanya Minkyeung.
"Latihan lagu buat festival," kata Jihan.

Tiba-tiba...

*TOK TOK TOK*

Suara pintu diketuk. Jihan membukakan pintu. Ternyata Arin!

"Unnie?!" Jihan kaget dan tidak percaya.
"Jihan? Ya ampun, aku nggak percaya ini adikku. Kamu makin besar dan cantik, Ji," kata Arin.

Jihan dan Arin berpelukan melepas rindu.

"Jihan... ada sesuatu yang aku mau bilang. Kita bahas di luar," kata Arin. "Ma, Jihan dan Arin pamit keluar dulu," kata Arin.
"Ya, jangan pulang terlambat," kata Minkyeung. Beliau senang melihat kedua putrinya kembali bersatu dan akrab.

Jihan dan Arin berjalan-jalan menyusuri jalanan kota Turin.

"Sebenarnya... aku... dipecat dari tim penyelamat luar angkasa..." kata Arin.
"Kenapa, unnie?" tanya Jihan.
"Setelah melihat kamu menggagalkan rencana jahat Michael Ben David, kami kembali dihadapkan dengan Subwoolfer. Mereka terlalu jahat, dan sifat penakutku kambuh lagi... aku dipecat... pangkat terakhirku kopral," kata Arin menyatakan perasaannya tentang dikeluarkan dari tim penyelamat. "Aku sedih..."
"Tenang, unnie. Aku ada. Aku yang akan membuat unnie menjadi pribadi yang berani," kata Jihan kepada sang kakak.
"Benarkah?" tanya Arin.
"Benar," kata Jihan. "Sebagai adik yang baik, tugasku adalah meyakinkan unnie bahwa rasa takut kita ada pada diri kita sendiri."

(musik: Mahmood and Blanco - "Brividi")

Kedua kakak beradik itu kembali bersatu setelah beberapa tahun terpisah lama. Dan kini, hubungan Jihan dan Arin semakin lekat seperti saudari kandung pada umumnya.

Sementara itu, di kamar Yoon, Hyunjae sedang membantu pacarnya membuat karya seni.

"Jayoon-ah, kau kira membuat karya seperti ini mudah?" kata Hyunjae yang sedang membantu pacarnya membuat tembikar untuk dipajang di festival. "Tembikar yang baik itu dibuat dalam waktu yang lama, bukan dalam sekejap mata. Bersyukurlah kau punya ibu yang berdarah seni. Bacalah buku. Ikuti aturan seni. Ibu, ayah, dan kakakmu akan datang ke festival seni, dan kau jangan permalukan keluargamu dengan seni yang kurang baik. Lagipula, putarannya salah," cerocos Hyunjae dengan panjang lebar.

Hyunjae kemudian mengajarkan Yoon membuat tembikar dengan baik.

"Nah, ini baru seni. Jika membuat tembikar, biasakan ikuti putaran cakra," kata Hyunjae.
"Oh... begitu..." kata Yoon. "Hyunjae oppa, kita berbagi tugas. Aku kerjain lukisan dan tembikar, kamu bikin desain grafis. Kita pajang sama-sama di tempat festival."
"Tidak masalah," kata Hyunjae.

(musik: Chanel - "SloMo")

"Akhirnya selesai. Tidak lama, kan, kalau kubantu?" kata Hyunjae. "Sekarang mandi, Jayoon-ah. Pasti kulitmu kotor dari cat dan tanah liat."
"No problem," kata Yoon. "Aku selalu pake ini kalo mandi."
"Apa itu?" tanya Hyunjae.
"Biore Fresh Pomegranate Peach. Kulit yang cantik adalah kulit yang bersih dan segar. Biasanya aku kalo butuh inspirasi buat seni suka jalan-jalan keluar, dan aku sering kena asap knalpot atau terik matahari yang bikin kulit kusam. Dengan ini, kulit aku nggak cuman cantik dan bersih, tapi juga berkilau dan lembut," jelas Yoon tentang sabun yang dipakainya saat mandi.
"Bagus, Jayoon-ah. Mungkin dengan itu, orang yang datang ke festival tak hanya tertarik dengan karya senimu, namun juga yang membuatnya. Kulit yang cantik adalah kulit yang bersih dan segar, seperti katamu," kata Hyunjae. "Sekarang berendamlah di bak mandi sementara aku menyelesaikan karya seni digitalku."

Yoon kemudian berendam di bak mandi. Dia gampang menemukan inspirasi untuk karya seninya di mana pun, kapan pun, baik dari jalan-jalan, makan, atau mandi.

Lain halnya dengan Seeun. Di lapangan basket, Juyeon sedang melatih pacarnya tersebut bermain basket. Sejak berhenti menjadi Jim dan menguak identitas aslinya, Juyeon jadi punya banyak waktu berolahraga. Dia dan Seeun sama-sama penggemar klub sepak bola Juventus. Juyeon pernah bermain basket di kampus Universitas Sembarang Tempat sebelum lulus, dan tergabung dalam UKM basket semasa kuliah, dan sekarang menjadi pelatih pribadi Seeun. Ketika Juyeon tidak berada di lapangan melatih Seeun, mereka sering bermain tenis bersama atau menonton pertandingan sepak bola.

"Teknik dribel bola basket sangat susah, Se. Kamu butuh usaha, kerja keras, dan hormat terhadap guru. Kamu mungkin hanya anak dari Marianne Yujeong Gultom, seorang kickboxer pro, dan bakatmu diturunkan darinya. Bersyukurlah bahwa kamu, Margaretha Seeun Gultom, dianugrahi bakat olahraga dari ibumu. Tapi jangan sombong. Kamu juga akan bertanding basket eksibisi di festival seni," kata Juyeon seperti layaknya seorang guru olahraga.
"Tapi kita udah lama banget di sini, Bang Juy... aku udah lama nggak main basket, jadi aku kena sinar matahari dan kulit aku bakalan kering dan kusam..." kata Seeun.
"Pebasket yang baik adalah pebasket yang anti mengeluh. Kamu harus berlatih dribel terus sampai bisa. Saya yakin kamu sudah lama tidak main basket karena sibuk sekolah," kata Juyeon. "Kalau kamu sudah sukses, kamu boleh istirahat untuk memanjakan diri di kamar mandi."

Seeun berlatih dribel bola basket sampai 30 menit. Dia memang lama tidak bermain basket, jadi harus melatih kembali kemampuannya di cabang olahraga tersebut. Setelah 30 menit, akhirnya dia bisa dribel dan memasukkan bola ke dalam ring basket.

"Bang Juy, aku bisa!" pekik Seeun dengan girang.
"Bagus, Se! Kamu hebat! Kamu adalah murid sekaligus pacar nomor satuku. Karena memang tidak ada yang sehebat kamu dalam hal basket. Sekarang kamu boleh ke kamar mandi untuk membersihkan diri, sekalian memanjakan diri. Pakai ini. Titipan dari ibumu," kata Juyeon sambil menyodorkan sabun kepada Seeun.
"Biore Floral Spa, kan?" tanya Seeun kepada Juyeon.
Juyeon mengangguk.
"Ini favorit aku. Biasanya kalo capek dan stres setelah olahraga, aku mandi pake ini, dan kulitku jadi lembut dan berkilau. Wanginya juga enak banget," kata Seeun.
"Bagus. Pebasket wanita yang cantik adalah pebasket wanita dengan kulit berkilau dan lembut yang membuat mata penonton tertuju padanya di lapangan," kata Juyeon. "Festival tinggal seminggu lagi! Kita masih ada waktu untuk latihan!"

(musik: S10 - "De diepte")

Seeun bergegas mandi setelah berlatih basket. Dia menuang sabun cair dan menuangnya ke bak mandi. Seeun langsung masuk ke dalam bak mandi dan berendam selama 15 menit. Busa sabun menempel di pipinya. Dia merasa air hangat dapat menghilangkan lelah dan stresnya setelah berolahraga di luar. Tiba-tiba Yujeong datang dan ikut berendam dengan Seeun. Mereka mengobrol.

"Seeun anakku, ingatlah, ketika nanti di lapangan, konsentrasi pada permainan. Semua mata tertuju padamu, Se! Kalahkan lawanmu, dan pikat penonton dengan berkilaunya kulit cantikmu!" kata Yujeong sambil memberi motivasi untuk putri bungsunya.

Merasa santai dan bersemangat, Seeun kembali termotivasi untuk bermain basket. Dia membenamkan kepalanya ke air. Kulitnya lembut, dan pikirannya pun menjadi positif. Yujeong juga melakukannya.

Menjelang sore, Jihan dan Arin sampai di studio musik tempat Haknyeon dan J berlatih menyanyi dan menari untuk pembukaan festival seni.

"Teknik vokal yang bagus, Yeeun-ah. Aku yakin, walaupun kamu cuman seorang koki, kamu juga memiliki suara yang khas saat menyanyi. Ibumu komposer, ayahmu koreografer. Kami juga menantikan truk makanan dari mereka yang menyiapkan jasa katering secara cuma-cuma. Ayo, kita latihan lagi," kata Haknyeon.
"J! Haknyeon oppa!" tiba-tiba terdengar suara Jihan.
"Jihan?" kata J. J langsung menghampiri Jihan. "Ya ampun, Jihan, ke mana aja lo? Udah lama nggak kelihatan. Lo makin cantik aja," kata J.
"Hehe... iya, Jey. Gue skinkeran terus sama nyokap," kata Jihan, malu-malu.

J memperkenalkan Jihan kepada Haknyeon.

"Haknyeon oppa, aku mau oppa kenalan dengan sahabat aku, Jihan. Dia aktif di skuad cheerleading selama setahun dan kami didapuk jadi pembuka festival seni," kata J, memperkenalkan Jihan kepada Haknyeon. "Dia ingin latihan."
"Dari mana kamu tahu nama saya?" tanya Haknyeon.
"Oppa dan Arin unnie kan sekampus..." kata Jihan.
"Benarkah?" tanya Haknyeon. Kemudian dia menatap Arin dan berkata, "Arin-ah, rasanya sudah lama tak bertemu. Kamu makin cantik."
"Kamu juga makin tampan, Haknyeon," kata Arin. Mereka pun bertos.

Akhirnya Sumin, Seeun, dan Yoon datang ke studio Haknyeon. Tim pemandu sorak Jihan berlatih tari dua lagu: "Stefania" dan "Give that wolf a banana" untuk pembukaan festival seni. Arin memperhatikan mereka dari jauh.

(musik: Kalush - "Stefania")

Selama latihan, Haknyeon tak henti-hentinya memuji Jihan karena cantik dan lucu.

"Kamu cantik. Kamu juga sangat lucu," kata Haknyeon.

"Bagus! Kalian akan jadi bintang yang bersinar dengan kulit cantik dan kepribadian ramah! Sekarang kalian boleh pulang," kata Haknyeon. Kemudian dia menoleh kepada J dan menanyakan rahasia kulit cantiknya.

"Aku kalo mandi selalu pake Biore Clear Fresh di kamar mandi. Bikin kulit segar setelah seharian latihan dance dan cheerleading, dan bikin aku selalu semangat beraktivitas, mau itu musik atau masak," kata J.
"Pantesan kamu nggak pernah ada capeknya, semangat terus," kata Haknyeon. "Pulanglah. Ibu kamu pasti nyari."
"OK!" kata J sambil berlalu, menyusul teman-temannya.

Malamnya, setelah makan malam dengan Minkyeung dan Arin, Jihan menulis surat untuk Steven, ayahnya tercinta, di Galar. Suratnya menyentuh hati. Begini bunyinya:

(musik: Malik Harris - "Rockstars")

Dear Ayah...
Ini Jihan, putri bungsu ayah yang paling ayah cintai.

Ayah apa kabar? Semoga baik-baik terus.
Jihan sudah satu bulan di Italia bersama mama dan Arin unnie. Berada di Italia membuat Jihan banyak pengalaman selama liburan dan selama sebulan ini, Jihan merasa sudah dewasa.
Jihan gakpapa di sini. Jihan ketemu mama dan Arin unnie, dan kami adem-ayem. Jihan membuktikan bahwa Jihan bisa survive di Turin, dan selama ini belum pernah ada yang ngasih option ini ke Jihan.

Jihan akan terus menjadi anggota keluarga yang baik dan berbakti pada orang tua.
Jihan akan berusaha membalas kasih sayang mama dan ayah di kehidupan Jihan yang baru 17 tahun ini.
Jihan janji akan kembali bersama mama dan Arin unnie ke Galar dengan sehat.
Dan Jihan janji kalian akan menikah lagi.
Jihan sayang mama dan ayah.

Love,
Jihan Ekaputri Darmadji

Jihan memeluk surat itu dengan senyum di wajahnya. Senyum yang khas dengan lesung pipit dan gigi kelinci.

Sementara itu, di Galar...
Steven sedang bekerja ketika...

"Steven Heriadi Darmadji?" tanya atasan Steven.
"Ya," jawab Steven.
"Surat dari Jihan Ekaputri Darmadji," kata atasan.
"Itu anakku," kata Steven.

Steven kaget ketika membaca surat dari Jihan. Dia tidak setuju Jihan berada di Italia dengan sang ibu dan kakak.

"Anakku lama di Italia?!?! Ini tidak bisa dibiarkan... aku harus meyakinkannya untuk segera kembali ke Galar. Aku harus beraksi," pikir Steven.

Bagaimana kelanjutan kisahnya?
Simak di bagian terakhir yang akan keluar besok.

Tabik,
Yudhistira Mahasena

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun