Terlalu lama memendam rasa, terlalu lama menguji rasa, ada ketakutan membuat kaca itu retak.
Tapi apa yang kemudian harus kulakukan? Friend Zone, persaudaraan, sudah terlalu membatu. Bingung. Di tengah kebingungan dan kegelisahan, larik-larik ini lahir tak terencana.
"Sendu menggerus malam dan senyumnya pun hanyut merajut hampa.
Jari tak lagi kuasa menjentik sadar karena pentahbisan senyap menjadi saksi, dia berbisik, "senyaplah karena aku ingin tidur".
Aaah, sesenyap itu tahbismu?
Malam masih menggantang dengan berani, tak mungkin sesunyi ini.
Baiklah, jika saat ini hanya sunyi yang menjadi sahabatmu, kuhentak raga untuk diam tapi ijinkan jiwaku untuk liar mengintipmu, untuk menjadi sahabat jiwamu, menjadi setiamu”
"Dimana keberanianmu?", aku menghardik diri sendiri
"Dimana kejujuranmu?", aku menghardik diri sendiri
"Aku takut kaca itu retak, itu saja", aku membela diri.
"Kawan, bukan tentang kaca retak, andai pun retak kamu bisa merekatkannya lagi walaupun tidak akan sama, ini tentang kejujuran Kawan", sebuah monolog jiwa yang seringkali datang tanpa ku-undang.