Setahun lalu, lenganku tak lagi menjadi tempat bersandar dan ternyata kurang lebih 1 bulan lalu, perempuan cungkring yang bernama Tantri ini juga mengakhiri kisah indah bersama pasangannya.
"Manusia diciptakan berpasang-pasangan". Sekarang aku dan Tantri sedang dalam kondisi single. Berarti? Ku-tersenyum sendiri. Seperti orang gila. Kata orang bijak, di balik kesedihan tersimpan kebahagiaan yang misterius, se-misterius keberadaan UFO.
Beberapa hari kemudian, kami terhubung dalam cerita-cerita personal, aku menjadi pendengar yang baik, dan sebagai teman baik aku sedikit tertampar dengan ceritanya yang ternyata tak seindah yang di bayangkan banyak orang. Cerita itu membuat lidah kelu juga marah luar biasa.
"Tantri, aku tidak rela kamu di sakiti, tidak sedikitpun", berbisik pada diri sendiri. Hatiku sendu mendengar cerita Tantri.
Aku berbisik lembut pada dia, "seberat apapun masalah yang sudah kamu lalui, aku bersyukur kamu melalui ini. Ini mendewasakanmu, pengalaman itu tak selalu indah, akhirnya kamu tahu dan semoga kamu bisa menarik hikmahnya".
"Terima kasih Kak", begitu ucapnya. Aku lega, dia sakit, tapi dia bisa melaluinya. Aku Bangga.
Bagian diriku yang lain menghardik kecut, "kenapa kamu bangga? apa urusannya dengan kamu?"
Kujawab, "entahlah".
Jawaban entahlah lagi-lagi mengembang.
Kulalui hari seperti biasa, bekerja, berolahraga, membaca dan bercanda dengan teman, termasuk Tantri tentunya.
Malam itu, baru saja kuselesaikan membaca satu buku, di beberapa helai terakhir buku itu. Oh Tuhan, buku ini menamparku, tiba-tiba aku benar-benar tak bisa tidur semalaman. Sebuah novel dari Donny Dhirgantoro membuatku sakit dengan sebuah pertanyaan tentang kejujuran. Ternyata selama beberapa tahun ini aku tidak jujur Kawan.