"Benarkah itu Tuhan?", aku-pun terhenyak, dan terjadi, di lenganku yang gagah ini (memuji diri sendiri itu perlu Kawan) seorang perempuan bersandar.
Walau Tuhan berkata menyiapkan 2 perempuan buatku, aku memilih satu. Dalam hal ini aku menentang poligami dalam hal rasa. Tak ada Cinta yang bisa di poligami, poligami itu urusan tubuh, bukan rasa. Jika rasa adalah keagunganmu dalam sebuah percintaan, kamu tak akan pernah setuju dengan konsep poligami cinta.
Pun kita tidak mem-poligami cinta pada Tuhan-kan?
Dan itu aku, kamu bagaimana Kawan? Semoga kamu setia dengan satu saja ya.
Hidup berjalan dengan sebagaimana mustinya, aku-pun begitu. Tantri-pun terlihat bahagia dengan pasangannya.
Tapi, taukah kamu sebenarnya apa yang terjadi.
Pertemuan masih sering terjadi, keakraban semakin memuncak, tapi entah kenapa setiap kali bertemu Tantri aku terhantam. Perasaan membuncah kadang juga sendu menggelayut tiba-tiba tanpa bisa kumengerti. Hal sama yang terjadi berulang dan jawabanku masih "entahlah".
"Apa karena ada urusan hati yang belum selesai dengan Tantri?", pertanyaan monolog, saat itu. Jawabannya masih sama, 'entahlah'.
Perasaan ini tak bisa di jelaskan, tak bisa di petakan, bahkan Google Maps buta tentang hal ini.
Aku masih menjalin hubungan dengan seorang perempuan, begitu juga Tantri dengan pasangannya, sebagai penentang poligami rasa, juga karena aku tahu Tantri happy dengan pasangannya maka urusan hati yang masih menjadi pertanyaan atas Tantri kutanggalkan, kuletakkan di bilik hati, kusematkan selimut beludru terbaik untuk tetap membuatnya hangat. Tetap hangat.
Hingga waktu meranjau Cinta. Meranjau, Kawan.