Pandangan Nyai Ontosoroh ini mengisyaratkan tentang kekuatan modal dan kemajuan ekonomi dalam upaya mendukung pergerakan. Juga, bahwa perempuan harus memiliki kendali atas modal dan finansial agar ia tidak dipandang rendahan dan selalu menurut pada lelaki yang selama ini memang berkuasa penuh atas aset keluarga.Â
"Orang Jawa sujud berbakti kepada yang lebih tua, lebih berkuasa, satu jalan pada penghujung keluhuran. Orang harus berani mengalah, Gus" ungkap Ibu Minke. "Yang berani mengalah terinjak-injak, Bunda." Jawabnya
Nyai Ontosoroh dan tokoh perempuan lain dalam Tetralogi Pulau Buru merupakan gambaran yang jelas bahwa pergerakan kebangkitan sebuah bangsa harus dimulai dari memuliakan perempuan. Terutama membebaskan perempuan dari dominasi lelaki, dari merangkak-bersujud di kaki lelaki; dari objek seksualitas lelaki dan dari semua jenis penindasan yang menistakan kehormatannya sebagai seorang manusia.Â
Dalam memuliakan perempuan dan mengangkat derajatnya, kaum lelaki harus berdiri di barisan terdepan, meskipun kehilangan harta benda dan nyawa menjadi taruhannya.Â
Tulisan ini aku tutup dengan sebuah pertanyaan: akankah aktris Sha Ine Febriyanti berhasil memerankan tokoh Nyai Ontosoroh dengan baik?Â
Tentu saja setelah terlebih dahulu mempertanyakan peran aktor muda Iqbaal Ramadhan sebagai Minke dalam: Teruntuk Iqbaal, Jangan Kau Hinakan Minke "Bumi Manusia" Dengan Peran Picisan.Â
Terima kasih telah membaca, semoga hari ini menyenangkan.Â
Surabaya, 24 Juli 2019
Bahan Bacaan: 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H