Nyai Ontosoroh tidak ambil pusing dengan kondisi Herman Mellema yang mulai gila, karena ia memilih melihat masa depannya dan kedua anaknya, dan Buitenzorg yang bisa saja collapse karena satu dan lain hal. Ia memilih terus mengelola perusahaan dan menabung untuk berjaga-jaga. Sampai disini, kita bisa melihat bahwa Sanikem alias Nyai Ontosoroh merupakan jenis perempuan yang berusaha mengubah kelemahan diri menjadi kekuatan dan peluang demi masa depan yang lebih baik.Â
Ia juga hendak menunjukkan pada masyarakat yang memandangnya hina, bahwa seorang Sanikem yang menjadi gundik lelaki Belanda karena dijual ayahnya sendiri bukanlah perempuan yang mendedikasikan hidupnya untuk dapur, sumur dan kasur. Melainkan untuk menjadi terhormat karena kecerdasan dan kemampuannya menjadi tuan bagi hidupnya sendiri.Â
NYAI: HINAAN, BEBAN GANDA DAN KEKERASAN
Pada masa itu, tahun 1920an, perempuan Jawa adalah milik ayahnya atau suaminya. Jadi, Sanikem muda tidak kuasa melawan ketika sang ayah menjualnya kepada orang asing seharga 25 gulden saja. Di mata ayahnya, sang perempuan muda tak lebih dari sekadar benda bernyawa yang mungkin setara dengan sekarung gula atau setandan pisang.Â
Sanikem yang dijual ayahnya sendiri untuk menjadi gundik lelaki Belanda (penjajah) merupakan gambaran marginalisasi dan subordinasi perempuan dalam kuasa lelaki.Â
Dikeluarkan secara hina dari rumah keluarganya sebagai gadis muda yang dijual, Sanikem masuk kepada penderitaan lain. Meski tuan Herman Mellema menyayanginya dan mengajarinya banyak hal, Sanikem tetaplah seorang gundik. Statusnya sebagai seorang Nyai membuatnya disetarakan sebagai pelacur yang menjual tubuhnya demi uang. I
a memang tumbuh sebagai perempuan dewasa yang cantik, anggun, memakai pakaian terbaik dan tinggal di rumah paling megah kala itu.Â
Sebagai seorang Nyai, ia tetap dipandang rendah dan hina, sebagai pemuas hasrat seksual Herman Mellema yang istri sahnya ada di Belanda sana. Bahkan, ketika ia memikul tanggung jawab ganda sebagai Nyai dan ibu dalam urusan domestik, ia pun harus menjalankan perusahaan agar tetap berkembang sebab Herman Mellema mulai gila, tetap saja orang-orang mengira bahwa ia hanya ongkang-ongkang kaki menikmati kekayaan Sang Tuan setelah memberinya layanan seksual.Â
Kecerdasannya, wawasannya, keterampilannya, penampilalnya yang anggun dan perilaku yang sangat tidak tercela, Nyai Ontosoroh ini tidak pernah mendapatkan posisi terhormat di masyarakat.Â
Nyai adalah sebutan lain bagi perempuan pribumi yang menjadi gundik, selir atau wanita piaraan para pejabat atau serdadu lelaki Belanda. Keberadaan Nyai sepenuhnya untuk urusan seksual dan status sosial lelaki Hindia Belanda yang bertugas tanpa membawa serta istrinya. Secara ekonomis, posisi Nyai jauh lebih tinggi dibawah para perempuan bangsawan tapi sangat rendah secara moral.Â
Mereka yang menjadi Nyai bisa berasal dari salah satu pelayan perempuan, gadis pribumi yang dicarikan oleh Jongos atas permintaan sang Tuan, atau hasil sang Tuan membeli sang gadis dari ayah atau suaminya.Â