Dalam Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 31 Ayat 3 menyebutkan bahwa tujuan pendidikan di Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia. Tujuan ini juga ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang menyatakan bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Tujuan pendidikan nasional ini menunjukkan bahwa pendidikan tidak hanya berfokus pada pencapaian akademik, tetapi juga pembentukan karakter dan kepribadian peserta didik. Oleh karena itu, para ahli pendidikan, baik di dalam negeri maupun internasional, menggarisbawahi pentingnya evaluasi yang seimbang antara kompetensi akademik dan karakter. Di Finlandia, misalnya, sistem pendidikan lebih menekankan pada pengembangan keterampilan hidup dan karakter peserta didik daripada sekadar hasil ujian tertulis. Pakar pendidikan internasional seperti Alfie Kohn juga mengkritik ujian nasional yang berfokus pada hasil, karena dinilai dapat menekan kreativitas siswa dan menimbulkan tekanan psikologis yang tidak perlu.
Dalam konteks Indonesia, pelaksanaan Ujian Nasional seringkali menuai kritik karena dianggap tidak mencerminkan sepenuhnya karakter bangsa yang kaya akan nilai-nilai Pancasila. Darmaningtyas, seorang pengamat pendidikan di Indonesia, menyatakan bahwa pelaksanaan UN yang berfokus pada nilai akademik bertentangan dengan tujuan pendidikan nasional yang holistik. Menurutnya, pendidikan harus menekankan pada karakter, moral, dan kepribadian peserta didik sebagai warga negara yang berakhlak mulia.
Peran Ujian Nasional dalam Mendorong Peningkatan Mutu Pendidikan
UN juga dipandang sebagai alat untuk mendorong peningkatan mutu pendidikan secara nasional. Melalui UN, pemerintah dapat mengukur sejauh mana efektivitas pengajaran dan keberhasilan sistem pendidikan di Indonesia dalam memenuhi standar kompetensi yang telah ditetapkan. Data hasil UN digunakan sebagai acuan untuk perbaikan kurikulum, penyusunan program pendidikan, dan pengalokasian anggaran pendidikan di berbagai daerah.
Namun, pada sisi lain, banyak pakar yang berpendapat bahwa peningkatan mutu pendidikan seharusnya tidak hanya diukur dari hasil ujian akademik, tetapi juga dari kualitas pendidikan yang berfokus pada proses dan pengalaman belajar. Di Finlandia, yang dikenal sebagai salah satu negara dengan sistem pendidikan terbaik di dunia, mutu pendidikan diukur dari seberapa jauh proses pendidikan dapat membentuk peserta didik menjadi individu yang kritis, kreatif, dan berkarakter. Sistem pendidikan Finlandia lebih mengutamakan evaluasi formatif (berkelanjutan) yang berfokus pada proses, bukan hanya hasil ujian.
Di Indonesia, UN selama bertahun-tahun menjadi alat evaluasi utama yang menentukan kelulusan siswa, dan hal ini seringkali menimbulkan tekanan yang besar bagi siswa, guru, dan orang tua. Sebagai respons terhadap kritik ini, mulai tahun 2021 pemerintah mengganti UN dengan Asesmen Nasional (AN) yang mencakup Asesmen Kompetensi Minimum (AKM), Survei Karakter, dan Survei Lingkungan Belajar. AN dirancang untuk tidak hanya mengukur kompetensi akademik dasar (literasi dan numerasi), tetapi juga aspek karakter dan kondisi lingkungan belajar yang mendukung perkembangan peserta didik.
Ujian Nasional dalam Perspektif Pembentukan Karakter Bangsa
Sebagai negara yang berlandaskan Pancasila, pendidikan di Indonesia bertujuan untuk membentuk peserta didik yang tidak hanya cerdas secara intelektual tetapi juga berbudi pekerti luhur. Karakter bangsa yang diharapkan oleh pendidikan nasional Indonesia adalah individu yang memiliki nilai-nilai gotong royong, toleransi, dan kejujuran.
Beberapa pakar pendidikan, seperti Ki Hadjar Dewantara, yang dikenal sebagai Bapak Pendidikan Nasional, menyatakan bahwa pendidikan adalah sarana untuk "menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya." Hal ini mengindikasikan bahwa pendidikan harus menyentuh seluruh aspek kepribadian siswa, termasuk karakter, nilai, dan sikap.
Perubahan dari Ujian Nasional ke Asesmen Nasional: Menyelaraskan dengan Fungsi dan Tujuan Pendidikan Nasional
Perubahan dari UN ke AN mencerminkan upaya pemerintah untuk menyelaraskan sistem evaluasi pendidikan dengan fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang holistik. Melalui Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 62 Tahun 2021 tentang Asesmen Nasional, evaluasi pendidikan nasional tidak lagi hanya berfokus pada hasil akademik, tetapi juga mencakup pengukuran karakter dan lingkungan belajar. Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) pada AN berfokus pada kemampuan literasi dan numerasi yang dianggap sebagai keterampilan dasar yang diperlukan untuk pembelajaran sepanjang hayat. Sementara itu, Survei Karakter dan Survei Lingkungan Belajar bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang nilai-nilai karakter siswa serta kondisi lingkungan yang mendukung atau menghambat pembentukan karakter tersebut.
Pandangan para ahli pendidikan menunjukkan bahwa pendekatan AN ini lebih sejalan dengan tujuan pendidikan nasional yang berfokus pada pengembangan karakter dan keterampilan dasar yang mendukung pembelajaran jangka panjang. Menurut Diane Ravitch, seorang pakar pendidikan di Amerika Serikat, pendekatan evaluasi yang memperhatikan aspek karakter dan lingkungan belajar lebih mampu menggambarkan kualitas pendidikan yang sebenarnya.
Ujian Nasional, dalam perjalanannya sebagai bagian dari sistem evaluasi pendidikan nasional, telah memainkan peran yang penting dalam mengukur dan meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Namun, fokusnya yang semata-mata pada aspek akademik mendapat banyak kritik karena tidak sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yang lebih luas, yaitu menciptakan individu yang berakhlak mulia dan berkarakter. Melalui perubahan ke Asesmen Nasional, pemerintah berupaya memperbaiki sistem evaluasi dengan mengintegrasikan aspek karakter dan lingkungan belajar, sehingga lebih sejalan dengan cita-cita pendidikan nasional Indonesia.