Pada akhir 2019, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, mengumumkan rencana untuk menggantikan Ujian Nasional dengan Asesmen Nasional (AN), yang mulai dilaksanakan pada tahun 2021. Kebijakan ini didasarkan pada kajian mengenai efektivitas UN dalam meningkatkan mutu pendidikan yang komprehensif serta kritik dari pakar pendidikan dalam dan luar negeri.
Asesmen Nasional terdiri dari tiga komponen utama:
- Asesmen Kompetensi Minimum (AKM): Mengukur kemampuan dasar siswa dalam literasi dan numerasi yang dianggap sebagai keterampilan fundamental.
- Survei Karakter: Mengukur sikap, nilai, dan kebiasaan yang mencerminkan karakter bangsa Indonesia.
- Survei Lingkungan Belajar: Mengidentifikasi kondisi lingkungan belajar yang mempengaruhi perkembangan karakter dan kompetensi siswa.
Asesmen Nasional ini dinilai lebih sesuai dengan karakter bangsa karena mencakup penilaian kemampuan akademik dasar serta aspek karakter dan kondisi lingkungan belajar siswa. Dengan demikian, AN diharapkan mampu memberikan gambaran yang lebih menyeluruh mengenai kemampuan dan kebutuhan siswa.
Perubahan dari UN ke AN diatur dalam beberapa peraturan penting, termasuk:
- Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan, yang menyatakan bahwa standar penilaian pendidikan tidak hanya berfokus pada hasil akademik, tetapi juga mencakup aspek-aspek lain yang mendukung pembentukan karakter siswa.
- Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 62 Tahun 2021 yang mengatur mengenai pelaksanaan Asesmen Nasional.
Sejarah pelaksanaan ujian nasional di Indonesia mencerminkan perkembangan sistem evaluasi pendidikan yang berupaya untuk tidak hanya mengukur kompetensi akademik, tetapi juga membentuk karakter siswa yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Dari masa EBTANAS, Ujian Nasional berbasis komputer, hingga Asesmen Nasional, upaya pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan semakin komprehensif dengan memasukkan penilaian karakter dan lingkungan belajar siswa.
Dengan adanya Asesmen Nasional, diharapkan sistem evaluasi pendidikan Indonesia dapat lebih mencerminkan karakter bangsa, yaitu gotong royong, kebhinekaan, dan akhlak mulia. AN merupakan langkah penting untuk memastikan bahwa pendidikan Indonesia tidak hanya berorientasi pada hasil akademik, tetapi juga pada pembentukan karakter siswa yang tangguh, kompeten, dan berbudi pekerti luhur, sesuai dengan amanat UUD 1945 dan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional.
UN Dipandang Dari Fungsi dan Tujuan Pendidikan Nasional
Ujian Nasional (UN) di Indonesia sejak awal pelaksanaannya telah diposisikan sebagai salah satu instrumen evaluasi pendidikan yang bertujuan meningkatkan mutu pendidikan nasional. Namun, efektivitas UN dalam mencapai tujuan pendidikan nasional yang holistik terus diperdebatkan oleh para ahli pendidikan, baik dari dalam maupun luar negeri. Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional, serta berbagai peraturan pemerintah dan peraturan menteri pendidikan kebudayaan riset dan teknologi menggariskan fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang tidak hanya berorientasi pada akademik, tetapi juga pada pembentukan karakter bangsa Indonesia yang berlandaskan nilai-nilai Pancasila.
Berikut ini adalah pembahasan tentang bagaimana Ujian Nasional dipandang dari segi fungsi dan tujuan pendidikan nasional, sesuai dengan karakter bangsa Indonesia dan pandangan dari berbagai pakar pendidikan.
Fungsi Ujian Nasional sebagai Alat Evaluasi Pendidikan Nasional
Pada dasarnya, Ujian Nasional diperkenalkan sebagai alat untuk mengevaluasi mutu pendidikan di seluruh wilayah Indonesia secara terstandarisasi. Dalam perspektif Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 35, Standar Nasional Pendidikan terdiri dari berbagai komponen, termasuk standar penilaian yang diharapkan mampu menjamin mutu pendidikan secara nasional. Ujian Nasional pada dasarnya menjadi salah satu bentuk implementasi dari standar penilaian tersebut, bertujuan mengukur ketercapaian kompetensi peserta didik pada mata pelajaran tertentu di tingkat pendidikan dasar dan menengah.
Menurut teori pendidikan, evaluasi pendidikan adalah bagian penting dalam memastikan sistem pendidikan dapat memenuhi tujuan utamanya. Pakar pendidikan seperti Benjamin Bloom berpendapat bahwa evaluasi berfungsi untuk memberikan umpan balik dalam pembelajaran, yang pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas pendidikan. Dalam konteks UN, pemerintah menggunakan hasil ujian sebagai alat diagnostik untuk mengetahui kekurangan dalam proses pembelajaran, baik secara individu, sekolah, maupun daerah.
Namun, beberapa pakar pendidikan di Indonesia mengkritik UN sebagai alat evaluasi karena dianggap terlalu berfokus pada aspek kognitif, sementara fungsi pendidikan nasional mencakup aspek yang lebih luas, seperti pembentukan akhlak dan pengembangan karakter bangsa. Arief Rachman, seorang pakar pendidikan nasional, menekankan bahwa evaluasi pendidikan di Indonesia tidak boleh hanya mengandalkan hasil ujian tertulis, melainkan harus mempertimbangkan aspek-aspek karakter yang merupakan bagian penting dari tujuan pendidikan nasional.