Mohon tunggu...
Wahyudi Nugroho
Wahyudi Nugroho Mohon Tunggu... Freelancer - Mantan MC Jawa. Cita-cita ingin jadi penulis

Saya suka menulis, dengarkan gending Jawa, sambil ngopi.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Bab 47. Upacara Penghormatan Terakhir

20 Agustus 2024   11:23 Diperbarui: 20 Agustus 2024   11:30 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Input sumber gambar dokpri

Cukup lama waktu berjalan, semua menunggu hingga api padam. Tak ada sepatah kata keluar dari mulut mereka yang hadir dalam upacara ngeseng sewa itu. Semuanya diam menanti api dewa Brahma menyelesaikan tugasnya. Suasana terasa sepi, hanya letupan-letupan kecil saat api memakan sisa-sisa kayu bakar dalam perapian yang terdengar di telinga.

Tiba-tiba terdengar suara tongkat digedigkan lagi, kemudian digetarkan beberapa saat. Bunyi giring-giring yang gemerincing seperti aba-aba bagi semua untuk mengangkat tangan lagi. Tak seorangpun yang tidak melakukan sembah mustaka, termasuk anak-anak kecil yang ikut ibu bapa mereka menghadiri upacara itu.

Maharsi Mpu Barada kembali melantunkan suara nyaringnya memunggah doa dan mantra dalam bahasa Sansekerta. Barangkali ia tengah mengucapkan terima kasih kepada Dewa Brahma yang telah meminjamkan apinya untuk menyempurnakan jazad para korban perang di Maja Dhuwur itu. 

Suara giring-giring yang gemerincing selalu menyelingi lantunan doa dan mantra sang maharsi. Gemeremang dan gemerincing itu berhenti saat nyala api telah padam, upacara ngeseng sewa alias pembakaran mayatpun usai.

Setelah abu pembakaran telah dingin, semua keluarga korban, beberapa prajurit, cantrik dan mentrik perguruan, sambil membawa cangkang kelapa gading mendekati bekas perapian itu. Sejenak kemudian mereka sibuk mewadahi abu dan sisa tulang belulang korban ke dalam cangkang-cangkang kelapa gading. Begitu selesai mereka berkumpul membentuk barisan untuk membawa abu-abu itu ke sungai.

Matahari hampir tenggelam di ufuk barat saat abu-abu itu dihanyutkan ke dalam arus sungai Harinjing, dalam upacara nganyut sesuai keyakinan mereka. Upacara terakhir dalam proses menyempurnakan jiwa dan raga para korban perang agar pulang ke alam abadi. 

*******

Angin dingin bertiup dari selatan, menggerakkan dedaunan di setiap pohon yang tumbuh di kademangan Maja Dhuwur. Kegelapan dan kesepian menyelimuti malam. Hanya suara jangkrik belalang dan angkop pohon nangka yang mengisi keheningan.

Rombongan orang-orang berkuda itu terus bergerak meski jalan mereka pelan, menuju regol kademangan yang baru dilanda perang itu. Seorang pengawal segera turun dari gardu perondan, diikuti beberapa temannya untuk menyambut kedatangan rombongan itu. 

Semua pengawal sudah tahu, bahwa rombongan orang-orang berkuda itu adalah bagian dari kesatuan prajurit Bala Putra Raja. Sebagian prajurit telah masuk kademangan Maja Dhuwur sejak awal, ikut mempersiapkan pengawal Maja Dhuwur menghadapi pasukan penyerbu. Sedangkan rombongan prajurit berkuda itu tinggal di pesanggrahan di hutan Kedung Cangkring.

Kini semua kekuatan pasukan berkuda ditarik dari pesanggrahan itu. Ada tugas khusus yang akan dibebankan kepada mereka dari senopati Wira Manggala Pati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun