Mohon tunggu...
Wahyudi Nugroho
Wahyudi Nugroho Mohon Tunggu... Freelancer - Mantan MC Jawa. Cita-cita ingin jadi penulis

Saya suka menulis, dengarkan gending Jawa, sambil ngopi.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Bab 45 Para Gembong Tewas

13 Agustus 2024   23:40 Diperbarui: 13 Agustus 2024   23:42 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mereka tidak melihat tubuh Gagak Arga, yang tadi berdiri sambil mengeluarkan bunyi mengerikan itu. Namun di tempat itu mereka melihat darah berceceran bersama kepingan -kepingan dan gumpalan-gumpalan daging yang hangus terbakar. 

Ada yang menemukan jari saja, ada yang menemukan lengan tangan dan kaki, ada yang menemukan kepala. Mereka heran kekuatan apa yang dimiliki Sembada sehingga mampu menghancurkan musuhnya hingga seperti itu.

Tiba-tiba sorak membahana kembali terdengar ramai sekali. Sorak dari pengawal dan prajurit yang baru saja terhindar dari cengkraman maut.

"Gagak Arga tewas, Gagak Arga tubuhnya hancur." Demikianlah suara itu bersaut-sautan di tengah sawah saat matahari musim kemarau itu tenggelam di ufuk barat sana.

Waktu terus merangkak, kegelapan malam mulai mencengkeram. Masih terdapat dua lingkaran pertempuran yang dikelingi oleh para prajurit dan pengawal. Mereka tertarik untuk melihat perang tanding tokoh-tokoh sakti di bekas medan perang itu.

Di sebelah selatan ki Ardi terus meladeni singa ganas dari Lodhaya itu. Keduanya seperti tak mengenal rasa capek. Mereka masih bertempur dengan cepat keras dan ganas. Saling serang dan menghindar silih berganti.

Sementara di sebelah utara Sekar Arum masih berjuang keras melawan Srigunting dari gunung Kendeng. Keduanya memiliki ilmu kanuragan yang sama-sama matang, mereka berlaga bak dua burung raksasa yang tengah bertarung di udara.

Karena malam telah datang dan kegelapan menyelimuti medan persawahan itu, para prajurit dan pengawal tak dapat melihat pertempuran dengan jelas. Maka beberapa orang segera berprakarsa mengumpulkan batang-batang padi yang telah kering di sawah. Batang -batang padi itu biasanya di bawa pulang penduduk untuk makanan ternak. Namun musim panen ini tidak sempat mereka lakukan. Banyak yang hanya ditumpuk di sawah mereka.

Prajurit dan pengawal membakar damen atau batang padi itu. Api yang menyala segera berkobar menerangi medan persawahan. Maka kini mereka bisa menyaksikan pertempuran di hadapan mereka, tidak melihat bayangan-bayangan hitam yang saling serang dan menghindar saja.

Senopati Wira Manggala Pati, demang Sentika, Sekar Sari yang telah membinasakan Macan Belang Betina, Handaka yang terluka lengannya oleh cakar Macam Belang Jantan, Jalak Seta, Sambaya dan Kartika serta pemimpin pengawal pedusunan lainnya berdiri berjajar di lingkaran pertempuran di sisi utara itu. Mereka telah kehilangan lawan-lawan mereka.

Di antara mereka juga ada pemimpin pasukan berkuda dan anak buahnya ikut menyaksikan Sekar Arum berlaga. Ingin rasanya lelaki tinggi kekar berjambang lebat itu terjun ke arena menggantikan gadis yang tengah bertempur dengan dahsyatnya melawan gembong perampok dari gunung Kendeng itu. Entah mengapa hatinya selalu waswas atas keselamatan gadis itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun