"Pergi ! Pergi kalian !!! Jika tidak kalian akan mati di sini. Pergi." Rupanya mereka hanya mendapat tugas untuk mengusir musuh-musuhnya.
Orang-orang yang kehilangan senjata karena serangan prajurit berkuda segera lari menerobos medan untuk keluar dari peperangan. Makin lama makin banyak yang lari dari gelanggang perang. Sehingga tinggal beberapa lingkaran pertempuran saja di medan persawahan sore itu.
Ketika pengawal dan prajurit mengejar mereka, senopati berteriak dengan lantangnya.
"Jangan kejar kecoak-kecoaknya. Kepung gembong-gembongnya, tangkap hidup atau mati !!!"Â
Prajurit dan pengawal berhenti mengejar mereka yang lari dari gelanggang. Mereka balik badan dan berjalan ke tempat pertempuran lagi. Mereka melihat beberapa lingkaran pertempuran yang masih berlangsung dengan serunya.
Segera saja mereka berdiri melingkari pertempuran itu. Menyaksikan tokoh-tokoh mereka yang berilmu tinggi sedang berlaga melawan gembong-gembong penyerbu. Baru sekarang inilah para pengawal Maja Dhuwur menyaksikan pertempuran raksasa-raksasa berilmu itu.
Di lingkaran paling selatan Ki Ardi bertempur dengan Singa Lodhaya. Dengan senjata tongkat kayunya ki Ardi menghalau serangan-serangan cakar logam baja Singa Lodhaya. Berulang kali kakek sakti yang telah tua itu berhasil mendaratkan gebugan tongkat kayu ke punggung singa galak itu.
Setiap terkena gebugan singa itu menggeliat dan menggetarkan tubuhnya. Lantas mengaum dengan kerasnya. Nampaknya ia tidak merasakan sakit karena gebugan tongkat Ki Ardi. Dengan cepat ia merundukkan badan dan melompat menerkam musuhnya lagi. Demikian peristiwa semacam itu terjadi berulang-ulang.
Ki Ardi memang sama sekali tidak berniat membunuh musuhnya. Ia mengikat Singa Lodhaya agar tidak lari dari gelanggang. Ia ingin menangkap gembong buas itu saja, dan menyerahkannya ke Pangeran Erlangga, biar pangeran itu yang menjatuhkan hukuman.
Di lingkaran pertempuran yang lain, suasananya berbeda. Kelabang Gede telah banyak kehilangan tenaga melawan Nyai Rukmini. Pendekar pantai selatan itu kondisinya agak mengenaskan. Ia telah banyak mengeluarkan cairan tubuhnya. Keringatnya deras mengalir lewat pori-pori kulitnya, air liurnya berulang kali disemprotkan untuk menyerang musuh. Sementara wanita lawannya itu tetap terus mampu memberikan perlawanan dengan gigih.
Ketika Nyai Rukmini memandang matahari sebentar lagi tenggelam di ufuk barat, ia berniat mengakhiri pertempuran. Tidak seperti Ki Ardi yang ingin menangkap Singa Lodhaya hidup-hidup, wanita itu memilih hendak membinasakan saja musuhnya. Maka berputarlah tongkatnya dengan cepat seperti baling-baling, pertanda wanita itu telah membangkitkan Aji Garuda Sakti dalam tubuhnya.