Mohon tunggu...
Wahyudi Nugroho
Wahyudi Nugroho Mohon Tunggu... Freelancer - Mantan MC Jawa. Cita-cita ingin jadi penulis

Saya suka menulis, dengarkan gending Jawa, sambil ngopi.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Bab 45 Para Gembong Tewas

13 Agustus 2024   23:40 Diperbarui: 14 Agustus 2024   08:28 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di antara mereka juga ada pemimpin pasukan berkuda dan anak buahnya ikut menyaksikan Sekar Arum berlaga. Ingin rasanya lelaki tinggi kekar berjambang lebat itu terjun ke arena menggantikan gadis yang tengah bertempur dengan dahsyatnya melawan gembong perampok dari gunung Kendeng itu. Entah mengapa hatinya selalu waswas atas keselamatan gadis itu.

"Ah mengapa aku terganggu suasana hatiku. Biarlah ia menguji seberapa tinggi ilmunya. Semoga ia selamat, mampu mengalahkan lawan dengan sikap perwira" bisiknya dalam hati.

Semua yang menyaksikan pertempuran itu berdebar-debar hatinya. Semua tahu Sekar Arum memiliki kelebihan, tapi ia adalah wanita yang masih sangat muda. Sedangkan lawannya lelaki perkasa yang ilmunya sangat tinggi. Usianya yang telah tua sudah cukup lama berpengalaman dalam pertempuran di segala bentuk medan. Mungkinkah gadis itu mampu mengalahkannya ?

Penonton yang paling cemas adalah Sekar Sari. Gadis yang bertempur itu adalah saudara kembarnya. Belum lama mereka bertemu dan bersatu kembali, setelah lama terpisah akibat perang. Ia tidak ingin adiknya celaka, apalagi berpisah untuk selamanya.

Jika Handaka tidak memegangi tangannya, ingin rasanya ia melompat terjun ke medan pertarungan itu. Meski telinganya sendiri juga mendengar permintaan Sekar Arum Agar tak seorangpun membantunya.

"Siapapun jangan ganggu kami bertempur. Kami sepakat untuk berperang tanding." Kata Sekar Arum ketika pengawal dan prajurit berdatangan ingin menyaksikan mereka.

Demi menghormati jiwa pendekar Sekar Arum, tak satupun dari mereka melangkah ke arena pertempuran itu. Jika mereka melanggarnya sama seperti menjatuhkan harga diri gadis itu di depan lawannya. Tentu gadis itu akan marah besar.

Sejenak kemudian keduanya sudah berhadapan lagi. Masing-masing ingin menakar seberapa ulet kulit mereka, dan seberapa keras tulang yang mereka miliki.

Ketika Srigunting menyerang dengan tangan kanannya yang tergenggam, tak sepenuhnya Sekar Arum mampu menghindarinya. Tangan itu menyerempet lengannya sedikit. Namun betapa kaget gadis itu, ia merasakan pedih di lengan yang terserempet serangan tangan Srigunting.

Dengan gerak spontan ia mengusap lengannya, ada cairan hangat keluar dari luka di lengannya itu, darah. Berarti Srigunting tidak bertempur dengan tangan kosong. Ia menggunakan senjata yang tersembunyi.

Sekar Arum mengamati kedua tangan musuhnya. Dari kilatan cahaya api yang terpantul di tangan Srigunting, Sekar Arum akhirnya mengetahui. Srigunting menggenggam cincin baja berrangkai pada empat jari-jari di kedua tangannya. Bagian luar cincin itu dibuat lancip dan tajam. Setajam duri tanaman cangkring.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun