Mohon tunggu...
Wahyudi Nugroho
Wahyudi Nugroho Mohon Tunggu... Freelancer - Mantan MC Jawa. Cita-cita ingin jadi penulis

Saya suka menulis, dengarkan gending Jawa, sambil ngopi.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Bab 45 Para Gembong Tewas

13 Agustus 2024   23:40 Diperbarui: 14 Agustus 2024   08:28 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Tidakkah tuan dengar ? Salah satu bandot sahabat tuan telah tewas. Sebaiknya tuan menyerah saja !!" Kata Sembada.

"Persetan. Tidak ada kata menyerah dalam hidupku. Sampai mati aku tetap akan berjuang menggapai semua keinginanku." Jawab Gagak Arga.

"Jangan mimpi tuan. Anak buahmu sudah lari semua. Tinggal kau sendirian melawan kami. Tidakkah tuan melihat ? Prajurit dan pengawal kademangan Maja Dhuwur melingkari arena pertempuran kita ? Menyerahlah tuan !!!" Kata Sembada lagi.

Gagak Arga menggeram. Matanya nanar memandang orang-orang yang berdiri di sekitarnya. Ia telah terkepung oleh kekuatan bersenjata yang sulit ia lawan. Namun ia tidak merasa gentar. Sebelum nyawanya melayang tidak ada satupun di dunia ini yang ditakutinya.

"Bedebah kalian. Majulah bersama-sama. Agar lebih cepat aku membantai kalian." Kata Gagak Arga. Suaranya bergetar. Nampak sekali betapa ia menahan amarah yang sangat besar.

Tiba-tiba lelaki besar berjambang lebat, pemimpin tertinggi padepokan Gagak Birawa dari gunung Kawi itu menggetarkan tubuhnya. Perilakunya persis seperti burung gagak mengibaskan titik-titik air yang membasahi bulunya setelah menerobos hujan lebat. 

Sejenak kemudian suara gaokan keluar dari mulutnya. Nadanya berat dan keras. Persis seperti bunyi burung gagak saat mencium bau darah. Namun suara Gagak Arga sangat aneh. Suara itu mengandung energi yang menggetarkan dada siapa saja yang mendengarnya.

Mendadak para prajurit dan pengawal mendekap dada dan sempoyongan ke belakang. Suara gaokan itu tidak saja menyakitkan gendang telinga serasa mau pecah. Tapi juga menyakitkan seluruh isi dada. Rasanya seperti dicabik-cabik binatang ganas yang tidak kasat mata.

Sebentar kemudian para prajurit dan pengawal semua jatuh ke tanah. Tubuh mereka kejang-kejang seperti ayam yang baru disembelih. Bunyi gaokan terus berkumandang, kian keras dan menyayat.

"Gelap Ngampar ? Persis aji Bonge Kalungkung." Bisik Sembada.

Suara itu sama sekali tidak berpengaruh pada diri Sembada. Getaran aji Tapak Naga Angkasa tiba-tiba mengalir dari jantungnya ke seluruh tubuh. Daya saktinya mampu melindungi dirinya dari kekuatan ilmu sesat dari gunung Kawi itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun