"Dasar lelaki tak perwira. Mulut pembohong tetap dipelihara. Kita lanjutkan pertempuran kita."
Demikianlah keduanya kini melanjutkan pertarungan. Mereka saling serang dan hindar dengan gesit cepat dan tangkas. Belum dapat ditebak siapa nanti yang unggul di medan perang.
Sementara itu Mang Ogel tengah bertempur dengan Bonge Kalungkung dengan sengitnya. Keduanya silih berganti menyerang dan menghindar dengan dahsyatnya. Tempat mereka bertarung teraduk-aduk oleh gerakan kaki mereka, hingga seperti tanah sawah yang baru dibajak. Debu berhamburan membubung ke udara, menyesakkan nafas mereka yang bertempur di sekitarnya.
Pelan-pelan orang-orang yang bertempur dekat tempat itu menyisih. Sehingga arena buat mereka bertarung semakin luas. Keduanyapun kian leluasa untuk berperang tanding.
Matahari semakin bergeser ke barat. Prajurit dan pengawal kian keras mendesak lawannya. Mereka masih nampak sigap dan gesit menyerang.
Berbeda dengan para penyerbu kademangan itu. Mereka terlihat semakin letih dan lemah juga haus dan lapar. Serangan-serangan mereka tak lagi membahayakan musuh-musuhnya. Kewaspadaannyapun semakin kendor, sehingga jadi sasaran empuk bagi semjata-senjata lawannya.
Berulang kali terdengar jerit menyayat di antara mereka. Satu persatu mereka terjungkal di tanah karena tusukan atau tebasan pedang. Dalam situasi seperti itulah pemimpin pasukan berkuda menjatuhkan perintahnya.
"Kenakan janur kuning kalian sebagai selempang.!!" Teriaknya. Iapun lantas mengambil janur yang terselip di tali kudanya, menghilangkan tulang daunnya, mengikat pangkalnya dan menyelimpangkan di badannya. Semua prajurit bertindak serupa.
Ketika semua sudah siap bergerak, lelaki tegap kekar itu berteriak keras.
"Seraaanng !!! Usir kutu-kutu kerdil dari medan perang !!"Â
Seratus anggota pasukan itu menyebar. Dengan pedang mereka masuk ke medan perang. Tangan mereka berputaran menggerakkan senjata menyerang orang-orang yang tak berselempang janur. Â Anehnya mereka tidak mau melukai lawan-lawannya, hanya berusaha menjatuhkan senjata.