"Adakah kau membawa pesan dari senopati, Bajra ? " tanya lelaki itu.
"Benar tuan. Pesan untuk Danyang penunggu hutan Kedung Cangkring ini. Kata senopati agar segera melepas burung-burung pipit terbang ke lahan petani. Tiba saatnya mereka mencari makan. Matahari sudah semakin tinggi." Jawab Bajra.
"Baik. Kembalilah ke pasukan induk. Perintah senopati segera aku jalankan." Kata lelaki pimpinan prajurit yang berada di pesanggrahan hutan dekat dusun Kedung Cangkring.
Bajra membungkuk memberi hormat kemudian balik badan dan bergegas berjalan ke kudanya lagi. Ia kembali ke tempat tugasnya di dekat pasukan induk yang tengah bertempur, untuk menunggu perintah lagi dari senopati.
Pimpinan pasukan prajurit di pesanggrahan hutan Kedung Cangkring itu segera memanggil anak buahnya. Dengan memukul kentongan kecil terbuat dari pangkal batang bambu, sebentar saja pasukannya telah berdatangan.
"Siapkan kuda kalian. Sekarang kita berangkat ke dusun Sambirame, pesanggrahan pasukan musuh. Kita gagalkan pasokan makan ke pasukan mereka yang tengah bertempur." Kata lelaki tinggi besar itu.
"Siap Tuan."Â
Hampir berbareng seratus prajurit itu menjawab perintah pimpinannya. Segera mereka berlari ke kandang kuda, dan mengambil hewan itu untuk dibawa ke halaman barak pimpinan.
Sementara lelaki itu segera ke belakang baraknya, mengambil kuda putihnya yang tertambat dalam kandang pribadinya di belakang barak .
Sebentar kemudian seratus ekor kuda berderap keluar dari pesanggrahan di hutan Kedung Cangkring itu. Mereka pacu kuda mereka ke arah selatan menerobos hutan perdu. Setelah menyeberang sungai Harinjing mereka memotong jalan lewat persawahan petani. Barulah mereka masuk ke desa Sambirame.
Sengaja mereka pelankan lari kuda mereka, agar derapnya tak terdengar telinga orang-orang yang hendak mereka sergap. Saat telah dekat sebuah balai pedesaan, yang berubah jadi dapur umum para perusuh kademangan Maja Dhuwur, segera mereka turun dan tambatkan kuda.