Mohon tunggu...
Wahyudi Nugroho
Wahyudi Nugroho Mohon Tunggu... Freelancer - Mantan MC Jawa. Cita-cita ingin jadi penulis

Saya suka menulis, dengarkan gending Jawa, sambil ngopi.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Bab 38 Salah Paham (Cersil STN)

14 Juli 2024   09:50 Diperbarui: 15 Juli 2024   10:47 370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sembada terharu melihat dua bersaudara itu saling berrangkulan. Mereka tentu sangat rindu setelah bertahun-tahun tidak bertemu. Para penonton juga terbawa suasana itu, terbukti mereka terdiam, tak terdengar suara dari mulut mereka. 

Bahkan anak-anak didik Sekar Sari, gadis-gadis kademangan yang telah diajari ilmu kanuragan itu, banyak yang tidak dapat menahan air mata mereka. Semua ikut menangis.

Setelah mengusap air mata yang membasahi pipinya, Sekar Sari melepas rangkulannya, dan menggandeng tangan Sekar Arum menghadap para penonton.

"Saudara-saudara, warga kademangan Maja Dhuwur yang saya hormati. Ketahuilah, gadis di sisiku ini adalah adikku, tepatnya saudara kembarku. Namanya Sekar Arum. Sudah lama kami tidak bertemu. Hampir sepuluh tahun kami berpisah. Karena perang besar yang melanda Medang Kamulan." Kata Sekar Sari. 

"Kami tidak ingin pengalaman seperti ini berulang. Karena perang, keluarga terpisah-pisah. Ayah terpisah dengan ibu, orang tua terpisah dengan anak, dan saudara terpisah dengan saudara.

Oleh karena itu, marilah terus kita kobarkan semangat membela kademangan kita, mempertahankan keutuhan kademangan dan keluarga kita, dari niat jahat mereka yang ingin menyerang kademangan ini." Lanjutnya.

"Hidup Maja Dhuwur" teriak Sekar Sari mengakhiri sesorah singkatnya.

"Hidup Maja Dhuwur. Hidup Sekar Sari. Hidup Sekar Arum" sambutan kawula lebih bersemangat lagi.

Sekar Sari menarik tangan Sekar Arum hendak mengajaknya turun panggung. Namun Sekar Arum menoleh kepada Sembada dan mengajaknya turun pula.

"Kakang Sembada, ayo turun. Bukankah kakang ingin bertemu dengan ki demang ?" Ajak Sekar Arum. Namun sebelum Sembada menjawab, Sekar Sari bertanya kepada adiknya.

"Arum, sudah lama kamu kenal Sembada ?"

"Lho, apa kau lupa dengan anak Nyi Kenanga, pamomong kita dulu Mbok Ayu ?" Tanya Arum heran.

"Dia bukan anak Nyai Kenanga, namanya saja yang sama. Sembada. Dia anak Mbok Darmi, janda miskin warga dusun Maja Legi." Kata Sekar Sari.

"Kakang mbok salah. Dia kakang Sembada, anak Nyai Kenanga, yang diantar paman Wirapati ke gunung Wilis, ke padepokan Cemara Sewu. Dia kakak seperguruanku di sana. Kang Mbok lupa ? Tubuhnya sekarang memang beda, dulu kerempeng."

"Benarkah ? Semula aku menyangka begitu. Tapi dia selalu membantah, dan mengatakan bahwa dirinya anak Mbok Darmi."

"Kakang Mbok telah dibohongi. Mbok Darmi itu ibu angkatnya."

"Kurang ajar, ia telah membohongiku."

Sekar Sari merasa geram. Ia lantas berjalan menghampiri Sembada. Kemudian dengan marah menudingnya.

"Hai pemuda pembohong. Aku sejak dulu telah mengira, kau anak Nyai Kenanga. Bukan anak Mbok Darmi. Tiga kali aku telah bertanya padamu, tapi selalu kau kelabui, maka rasakan hukuman bagimu."

Sekar Sari tiba-tiba meloncat dan menyerang Sembada dengan dahsyatnya. Pemuda itu amatlah terkejut dengan serangan-serangan berbahaya yang melandanya. 

Tentu saja Sembada tidak mau celaka dengan serangan itu, dengan cepat ia menolak menangkis dan menghindar. Tak ingin ia membalas semua gempuran Sekar Sari, karena ia tidak mengerti mengapa gadis itu marah padanya.

"Sari, kenapa kau menyerangku ?" Teriak Sembada.

"Kau pembohong. Tiga kali kau aku tanya, tiga kali juga kau bohongi aku. Kau bukan anak Mbok Darmi."

"Sudah-sudah, aku minta maaf, hentikan seranganmu" pinta Sembada.

"Tiada maaf bagimu." Kata Sekar Sari.

Gadis itu dengan sengit dan penuh amarah terus menyerang Sembada. Seperti air bah pukulan dan tendangan membanjiri pemuda itu.

Penonton amatlah heran dengan kejadian itu. Mereka tidak tahu duduk persoalannya, kenapa Sekar Sari terkesan amat marah dengan Sembada. 

Namun karena pertempuran itu amatlah sengitnya mereka sangat tertarik. Merekapun lantas bersorak-sorak gembira.

"Terus Sekar Sari. Serang !!!" Teriak sebagian penonton.

"Balas Sembada. Jangan menghindar terus." Teriak yang lain.

Tidak ada pilihan bagi Sembada, ia harus menghindar dari tempat itu. Membalas serangan sama sekali tak terlintas dalam pikirannya. 

Sekar Sari perasaannya tengah meluap, untuk melampiaskan kejengkelan dalam hatinya@. Pasti hati yang marah itu sulit diredakan dalam waktu singkat.

"Apakah dia sudah tahu bahwa aku yang dulu menata nadi dan sarafnya ? Karena dalam keadaan pingsan aku terpaksa menelanjanginya, agar aku bisa menyentuh aura energi tubuhnya, sehingga hawa sakti tapak naga angkasa dapat menata nadi dan sarafnya dengan baik ?."

Mendapat pikiran itu Sembada lantas melontarkan tubuhnya jauh ke belakang. Ilmu peringan tubuhnya yang sempurna menyebabkan ia melayang jauh.  Kemudian seperti kapuk kapas terbang ditinggalkan angin yang membawanya, dengan turun pelan kakinya mendarat di kepala penonton. 

Semua mata takjub menyaksikan pemandangan itu. Betapa Sembada benar-benar berilmu tinggi, pikir mereka.

Setelah terlepas dari libatan serangan Sekar Sari, Sembada  lantas pergi dari halaman kademangan, pulang ke rumah Mbok Darmi di Maja Legi . Tubuhnya menghilang ditelan gelapnya malam.

"Awas kau Sembada kalau bertemu lagi. Aku tidak akan memberimu ampun." Teriak Sekar Sari marah.

Sekar Arum keheranan atas sikap kakaknya. Sebegitu marah dia terhadap Sembada. Sehingga ia melibatnya dengan serangan-serangan yang sangat berbahaya.

Ia lantas menghampiri kakaknya yang masih menatap jauh mengarahkan pandangnya kepada Sembada yang jelas telah hilang tertutup gelap malam. Ia lantas merangkul kakaknya dan berusaha meredakan kemarahan mbok ayunya itu dengan tepukan-tepukan lembut di punggung Sekar Sari.

"Sudahlah kak jangan marah lagi. Semua penonton keheranan menyaksikan tingkah lakumu."

Sekar Sari menghirup nafas panjang. Ia baru sadar bahwa telah dilihat banyak orang. Agar tidak menimbulkan berbagai pertanyaan, iapun lantas menjelaskan duduk persoalan kenapa ia marah pada Sembada.

"Saudara-saudara maafkan aku. Aku telah melakukan tindakan yang mungkin menimbulkan pertanyaan di hati kalian." Katanya. 

"Ketahuilah, bahwa Sembada sebenarnya bukan anak Mbok Darmi. Ia adalah anak Nyai Kenanga, emban pamomong kami berdua saat kami masih kecil. 

Dia telah berteman dengan kami sejak kami masih bocah, saat kami sama-sama tinggal di Dalem Katumenggungan Gajah Alit, rumah orang tua kami berdua. 

Namun kami berpisah kurang dari sepuluh tahun. Ketika pertama kali bertemu, aku merasa pernah kenal dengan Sembada. Tiga kali aku bertanya padanya, apakah dia Sembada yang pernah aku kenal. Jawabnya selalu, bukan. 

Ia selalu mengaku anak Mbok Darmi, janda miskin dari dusun Maja Legi.  Namanya saja yang sama. Saat aku katakan wajahnya mirip sekali dengan Sembada yang aku kenal. Ia bilang banyak orang yang mirip di dunia ini, meski tidak ada ikatan saudara. Pokoknya ia selalu mengelak.

Aku sangat marah saat tahu dari adikku, Sekar Arum. Bahwa Sembada, yang mengaku anak Mbok Darmi, memang benar-benar orang yang semula aku sangka sahabat lamaku itu. 

Tega-teganya ia membohongi aku selama ini. Itulah sebabnya aku marah. Dan menyerangnya habis-habisan." Katanya menjelaskan duduk permasalahan.

Semua yang mendengar penjelasan Sekar Sari mengangguk-angguk. Semua bisa memaklumi kejengkelan Sekar Sari kepada Sembada. Pemuda itu selama ini ternyata tidak jujur kepada Sekar Sari, juga kepada warga kademangan Maja Dhuwur.

Akhirnya para penontonpun bubar dengan membawa perasaan masing-masing. Terselip juga pertanyaan dalam hati mereka, kenapa Sembada merahasiakan jatidirinya selama ini ? Pasti dia punya alasan.

Orang yang dapat menebak suasana hati Sekar Sari hanya ki demang. Tentu gadis itu sudah dapat menduga, bahwa pendekar yang pernah menelanjanginya adalah Sembada. Hanya saja Sekar Sari tidak tahu tujuan Sembada membuka seluruh bajunya, saat ia hendak memperbaiki sumbatan nadi dan saraf dalam tubuh Sekar Sari.

Tentu saja ki demang tidak akan menjelaskan itu semua kepada calon menantunya. Biar kesalahpahaman itu diselesaikan oleh mereka berdua.

Ki demang percaya kepada Sembada. Pemuda itu cukup dewasa dan dapat menyelesaikan persoalannya sendiri.

"Biar sajalah. Mereka pasti menyelesaikan masalah mereka sendiri. Tak perlu aku ikut campur." Kata ki demang dalam hati.

Sementara Handaka calon suami Sekar Sari juga tak tahu mengapa gadisnya begitu marah pada Sembada. Pemuda itu percaya pada penjelasan Sekar Sari, bahwa ia meluapkan amarahnya hanya karena telah dibohongi Sembada, pemuda pendekar yang dulu pernah ia curigai itu.

Demikianlah malam itu Sekar Arum menginap di rumah ki demang. Serba sedikit ia telah memberi tahu ki demang bahwa mereka telah berhasil mengambil tiga pusaka dari padepokan Lodhaya. Pusaka-pusaka itu adalah Songsong Tunggul Nada, keris Jalak saleksa dan Tombak Naga Kumala.

Ketiga pusaka itu telah mereka simpan di sebuah tempat yang belum bisa ia beritahukan kepada siapapun. Semata-mata demi keamanan pusaka itu.

Semua anggota keluarga mengangguk-anggukkan kepala. Mereka menyadari pentingnya keamanan tiga pusaka itu. Oleh karena itu tidak ada yang menanyakan keberadaannya lebih lanjut.

Beberapa hari Sekar Arum berada di rumah ki demang Sentika. Ia banyak mendapat cerita tentang Sembada. Sejak pemuda itu menolong para pengawal dari keroyokan anak buah Gagak Ijo di hutan Waringin Soban, hingga perannya yang menentukan dalam perang di padang ilalang dekat dusun Wana Asri.

"Kegiatannya sehari-hari saat Maja Dhuwur telah tenang adalah menjual kayu bakar. Setiap tiga hari ia mengirim kebutuhan kayu bakar ke dapur kita. Pertama ia kirim, kakang Handaka tahu. Ia sangat marah melihat Sembada." kata Sekar Sari suatu malam.

"Kenapa kakang Handaka marah padanya ?" Tanya Sekar Arum.

"Ia mencurigainya sebagai mata- mata komplotan Gagak Ijo. Keberhasilannya menyelamatkan kami di hutan Waringin Soban sudah direncanakan dengan komplotan itu. Agar ia tidak dicurigai saat masuk kademangan ini, untuk menjalankan tugas sebagai mata-mata."

"Apa tanggapan kakang Sembada dituduh  kakang Handaka dirinya berkomplot dengan Gagak Ijo?"

"Tentu saja menolaknya. Akhirnya mereka bertempur di halaman depan dapur. Kakang Sembada tidak memberinya perlawanan, ia hanya menolak menangkis dan menghindar dari setiap serangan kakang Handaka. Akhirnya pertempuran dihentikan uwak demang Sentika."

"Mungkin karena itu kakang Sembada selalu mengelak menyebut jatidirinya. Ia takut semakin dimusuhi oleh Kakang Handaka jika akrab kembali dengan Mbokayu Sekar Sari."

"Iya Arum, bisa jadi tebakanmu benar. Kalau begitu dia terpaksa berbohong untuk melindungiku dari amarah kakang Handaka"

"Ia sebenarnya diperintah guru untuk membuktikan kebenaran warta, bahwa Kakangmbok Sekar Sari berada di Maja Dhuwur. Sekaligus mencari keterangan tentang keberadaan payung keramat Tunggul Naga yang hilang sebelum Medang Kamulan hancur."

"Kau dan ibu bersamanya di padepokan Cemara Sewu ?"

"Iya, sambil menunggu berita dari kakang Sembada.  Namun ia nggak datang-datang. Keburu Nyai Rukmini datang dan bersikeras membawaku ke lereng gunung Arjuna. Bersama ibu aku mengikutinya. 

Apakah kakang Handaka masih membenci dan curiga dengan Kakang Sembada ?" Tanya Arum.

"Tidak. Uwak demang Sentika yang menjelaskan alasan keberadaan kakang Sembada di sini. Uwakpun pernah menjajagi ilmu kakang Sembada, tapi belum sampai pertempuran berakhir, dihentikan oleh kakek Kidang Gumelar, guru kakang Sembada."

"Uwak bisa kalah dengan kakang Sembada. Singa Lodhaya yang sakti itu mampu dilumpuhkan kakang Sembada. Tokoh sakti itu kemungkinan terluka dalam."

"Uwak demamg memang akhirnya mengakui tingginya ilmu kakang Sembada. Setelah melihat sendiri pertempuran Gusti Senopati Narotama melawan kakang Sembada"

"Kenapa Gusti Senopati Narotama perang tanding dengan kakang Sembada ?"

"Telik sandi memberitahunya, ada pemuda bersenjata cambuk merah membantu pasukan pengawal Maja Dhuwur dalam perang di padang ilalang. Beliau penasaran, siapa sebenarnya pemuda itu. Apakah punya hubungan dengan Senopati Medang yang mempunyai cambuk Nagageni ? Pendekar legendaris Ki Kidang Gumelar, yang dikenalnya ? 

Itulah sebabnya beliau datang ke kademangan ini. Setelah perang tanding baru beliau percaya. Mungkin karena tahu betapa tinggi ilmu kakang Sembada, beliau memberi tugas mengambil Payung Tunggul Naga."

"Ohhh jadi begitu ceritanya. Sehingga aku berjumpa lagi dengannya di desa Balitar, usai aku menghajar enam cantrik padepokan Lodhaya."

"Aku dengar cerita tentang dirimu saat dua prajurit sandi datang kemari."

Demikianlah percakapan dua saudara kembar itu pada suatu malam di kamar Sekar Sari.  Dua saudara kembar itu seolah membuktikan bahwa mereka saling mengetahui isi hati masing-masing, hingga akhirnya Sekar Sari tidak lagi dapat menahan hati untuk bertanya kepada Sekar Arum. Pertanyaan tentang hal yang sangat pribadi.

"Arum. Apakah kau mencintai Sembada ?"

"Kenapa kakak bertanya begitu ?"

"Aku menangkap gelagatmu saja. Betapa kau seolah begitu mengkawatirkan dia. Saat aku melabraknya karena ia telah berbohong padaku kau nampak begitu cemas."

"Entahlah kak. Aku sendiri tidak tahu suasana hatiku. Aku punya banyak teman lelaki di padepokan Cemara Sewu. Semua baik padaku. Namun yang paling dekat hanya kakang Sembada. Dialah tempat aku mencurahkan seluruh duka laraku terpisah dengan semua keluarga.

Aku merasa, sikapnya padaku tetap seperti dulu. Menganggap kita sebagai junjungan. Padahal segalanya telah berubah. Dulu di padepokan aku menganggapnya sebagai kakak, yang telah menggantikan mbok ayu Sekar Sari. 

Namun pertemuan kami setelah berpisah beberapa tahun, aku merasa hatiku telah berubah. Aku sangat merindukannya, dan bahagia sekali saat bisa bertemu kembali."

"Tidakkah kau bisa membaca gelagatnya, bahwa diapun suka padamu ?"

"Aku gak tahu. Dia serius apa bercanda.  Saat kecil dulu ia biasa cengengesan pada kita. Apakah cengengesannya yang sekarang itu memang sudah pembawaannya sejak lahir. Sudah jadi kepribadiannya."

"Aku nggak mengerti maksudmu ?"

"Ia memperkenalkan diriku kepada ibu angkatnya sebagai calon isterinya."

"Benarkah ?"

"Iya, tapi dengan tertawa cengengesan ia ngomong begitu."

"Apakah hatimu takut kehilangan dia ?"

"Takut kehilangan ? Mungkin iya. Saat dia bertempur dengan Singa Lodhaya hatiku sempat kawatir. Jangan-jangan ilmunya tidak mampu mengatasi ilmu macan galak itu. Tetapi ki Ardi alias kakek Kidang Gumelar yakin, kakang Sembada bisa mengalahkan Singa Lodhaya. Meski demikian aku masih ragu dan kawatir.

Apalagi saat bertempur di tengah guyuran hujan, kakang Sembada sempat terpeleset di tanah licin. Ia jatuh telentang. Saat itu Singa Lodhaya mengambil kesempatan.  Ia meloncat hendak menerkam kakang Sembada dan merobek-robek tubuhnya dengan kuku-kuku bajanya yang tajam. 

Aku menjerit mengingatkannya. Syukurlah ia bisa mengatasi kesulitan itu. Dan dapat mengakhiri pertempuran dengan melukai bagian dalam dada singa galak itu. 

Harimau lodhaya itu akhirnya meninggalkan gelanggang. Hatikupun benar-benar gembira dia menang dalam pertempuran melawan tokoh sakti itu."

"Iyah. Kau takut kehilangan dia. Bahkan kau sangat bangga akan kemampuannya. Artinya ada benih cinta di hatimu padanya. "

"Gurupun selalu meledekku. Seolah ia mencoba mendekatkan hatiku kepada kakang Sembada dengan candaannya."

"Ia tidak ingin pengalaman asmaranya yang gagal terulang pada dirimu. Kata ki demang, Nyai Rukmini itu dulu pasangan ideal Ki Kidang Gumelar. Saat muda mereka selalu bersama. Namun entah apa sebabnya mereka batal jadi suami isteri. Itu keterangan dari ki demang Sentika."

"Oooh begitu ceritanya Mbok Ayu. Makanya setelah bertemu kembali seolah merekapun tak mau berpisah. Bahkan Ki Ardi mengantar guru ke padepokannya di lereng gunung Arjuna."

"Ternyata, meski sudah tua hati mereka tetap sama. Masih ingin pula bercinta seperti yang muda-muda."

Keduanya lantas tertawa bersama-sama.

Pagi di esok harinya, ki demang Sentika memanggil Handaka dan Sekar Sari, untuk diajak berbicara. Bersama Sekar Arum mereka duduk di atas tikar putih yang tergelar di balai kademangan.

"Kalian aku minta untuk segera menemui Sembada. Jika ada persoalan di antara kalian segera selesaikan. Aku tidak ingin ada perselisihan lagi antara kalian  dengan Sembada seperti dulu, antara Handaka dan Sembada, serta semalam antara Sekar Sari dan Sembada. 

Jangan sampai masalah ini mengganggu persiapan kita menghadapi pasukan golongan hitam yang akan menyerbu kademangan Maja dhuwur." Kata ki demang.

"Baik ayah. Aku sudah berjanji pada diriku sendiri, jika Sembada pulang dari tugas yang diembannya, aku akan menemuinya untuk minta maaf. Dengan sembrono dulu aku telah menuduhnya bersekongkol dengan Gagak Ijo tanpa bukti yang bisa dipertanggung jawabkan." Kata Handaka.

"Syukurlah jika kau memang telah menyadari kesalahanmu." jawab ki demang atas pernyataan anak tunggalnya.

"Aku juga begitu, ayah. Aku menyesal telah menyerang dia karena hatiku kesal padanya. Ia telah membohongiku selama ini. Mengaku sebagai anak sulung Mbok Darmi." Kata Sekar Sari.

"Tentu dia punya alasan tidak berterus terang padamu."

"Iya ayah. Bisa jadi ia menjaga agar hubungan kami dengan kakang Handaka tetap baik. Kita tahu kakang Handaka membenci dia. Jika aku menganggap sahabat seperti saat kami masih kecil, dia takut kakang Handaka tambah membencinya."

"Aku juga beranggapan semacam itu. Kita telah memposisikan dia pada kedudukan yang sulit. Kepada warga Maja Dhuwur terpaksa ia harus berpura-pura."

"Iya ayah. Kami akan menemuinya untuk minta maaf."

"Aku ikut jika kalian pergi kesana." Kata Sekar Arum.

Demikianlah, pada sore harinya, mereka bertiga berkuda pergi ke dusun Maja Legi. Warga Majalegi yang kebetulan berpapasan dengan mereka heran, ada dua gadis kembar bersama Handaka. Mereka tidak bisa membedakan, karena keduanya berpakaian kembar pula.

Handaka hanya tersenyum-senyum melihat semuanya. Dia sendiri juga agak bingung membedakan keduanya, mana Sekar Sari mana Sekar Arum. Meski beberapa hari Sekar Arum tinggal di kademangan.

Ketika mereka tiba di rumah Mbok Darmi, hanya ada wanita tua itu. Sembada pergi ke sungai mencari ikan. Mbok Darmi memandangi dua gadis yang telah duduk di amben bambu di depannya. Sungguh iapun tak dapat membedakan.

"Ya ampuuun. Dua bidadari datang ke sini. Aku tak dapat membedakan sama sekali, mana Sekar Sari dan mana Sekar Arum" kata Mbok Darmi.

Kedua gadis itu hanya tertawa.

BERSAMBUNG

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun