"Apakah dia sudah tahu bahwa aku yang dulu menata nadi dan sarafnya ? Karena dalam keadaan pingsan aku terpaksa menelanjanginya, agar aku bisa menyentuh aura energi tubuhnya, sehingga hawa sakti tapak naga angkasa dapat menata nadi dan sarafnya dengan baik ?."
Mendapat pikiran itu Sembada lantas melontarkan tubuhnya jauh ke belakang. Ilmu peringan tubuhnya yang sempurna menyebabkan ia melayang jauh. Â Kemudian seperti kapuk kapas terbang ditinggalkan angin yang membawanya, dengan turun pelan kakinya mendarat di kepala penonton.Â
Semua mata takjub menyaksikan pemandangan itu. Betapa Sembada benar-benar berilmu tinggi, pikir mereka.
Setelah terlepas dari libatan serangan Sekar Sari, Sembada  lantas pergi dari halaman kademangan, pulang ke rumah Mbok Darmi di Maja Legi . Tubuhnya menghilang ditelan gelapnya malam.
"Awas kau Sembada kalau bertemu lagi. Aku tidak akan memberimu ampun." Teriak Sekar Sari marah.
Sekar Arum keheranan atas sikap kakaknya. Sebegitu marah dia terhadap Sembada. Sehingga ia melibatnya dengan serangan-serangan yang sangat berbahaya.
Ia lantas menghampiri kakaknya yang masih menatap jauh mengarahkan pandangnya kepada Sembada yang jelas telah hilang tertutup gelap malam. Ia lantas merangkul kakaknya dan berusaha meredakan kemarahan mbok ayunya itu dengan tepukan-tepukan lembut di punggung Sekar Sari.
"Sudahlah kak jangan marah lagi. Semua penonton keheranan menyaksikan tingkah lakumu."
Sekar Sari menghirup nafas panjang. Ia baru sadar bahwa telah dilihat banyak orang. Agar tidak menimbulkan berbagai pertanyaan, iapun lantas menjelaskan duduk persoalan kenapa ia marah pada Sembada.
"Saudara-saudara maafkan aku. Aku telah melakukan tindakan yang mungkin menimbulkan pertanyaan di hati kalian." Katanya.Â
"Ketahuilah, bahwa Sembada sebenarnya bukan anak Mbok Darmi. Ia adalah anak Nyai Kenanga, emban pamomong kami berdua saat kami masih kecil.Â