"Dasar lelaki buaya darat. Makin tua makin menjadi." Kata genduk pelan.
Entahlah apa yang terjadi kemudian, biarlah mereka menikmati kesukaannya.
Sementara itu matahari sudah menggelewang ke barat. Angin semilir bertiup, dari selatan. Membawa udara yang sejuk ke halaman padepokan yang terletak di tengah hutan belantara yang lebat dan dikelilingi tanah persawahan yang subur itu.
Para cantrik mulai sibuk lagi membangun panggung bambu yang akan mereka pergunakan untuk memeriahkan pertemuan besar para sakti di padepokan mereka. Sinar matahari tentu tak lagi menyengat kulit mereka, sehingga mereka beramai-ramai menuntaskan kerja mereka yang belum selesai.
Sudah menjadi kesepakatan, ketika tokoh tokoh utama mereka sedang musyawarah tentang rencana besar mereka di balai utama, di halaman padepokan para cantrik menyelanggarakan pertandingan ilmu antar murid perguruan yang hadir.
Tidak saja pertandingan antar murid perguruan besar yang tokoh utamanya telah hadir di padepokan itu, namun acara itu juga dihadiri cantrik-cantrik dari padepokan kecil yang mendukung gerakan mereka.
Berpuluh-puluh batang bambu mereka tebang dari hutan. Dengan kecakapan mereka masing-masing mereka bekerja sama, dalam waktu tiga hari mereka sudah berhasil membangun sebuah panggung yang megah.
Meski kehidupan mereka lebih banyak terisi dengan pengalaman-pengalaman kekerasan dalam berbagai bentuk, perampokan pembegalan perkosaan dan pembunuhan, namun toh mereka masih memiliki selera seni di dadanya. Pangung itu mereka hias dengan aneka dedaunan dan bunga bungaan yang mereka ambil di hutan. Maka berdirilah sebuah panggung yang tidak hanya megah, namun juga indah.
Demikianlah keceriaan tengah memenuhi suasana padepokan itu. Tidak hanya menyenangkan bagi para cantrik, tapi juga menyenangkan bagi tokoh tokoh sakti mereka.
Sementara Sembada dan dua kawannya baru sampai di tempat persembunyian mereka. Setelah memperkenalkan Branjangan kepada dua orang tua yang menunggu goa itu, Sembada mengajak prajurit sandi itu untuk pergi ke sumber air dekat goa persembunyian mereka untuk membersihkan badannya.
"Tunggu. Kalian belakangan saja pergi ke sumber. Aku yang duluan akan mandi." Kata Sekar Arum.