Sembada hanya mengangguk membenarkannya. Â Namun ia tersenyum dalam hati, bahwa Branjangan berpendapat Mang Ogel bisa menghilang, padahal itu hanya ilmu kecepatan gerak yang tinggi saja.Â
Sembada lantas mengajak temannya bergegas meninggalkan tempat itu.Â
Sementara Sembada bersama dua kawannya hendak beranjak meninggalkan tempat itu, Bonge Kalungkung telah sampai di balai utama padepokan Lodhaya. Ia tidak bertemu sahabat-sahabatnya di sana, hanya sisa hidangan yang masih banyak di atas meja.
Karena hatinya yang lagi kesal ia lampiaskan perasaannya  dengan menenggak beberapa bumbung tuak. Iapun makan daging rusa bakar yang dioles madu hutan dengan lahapnya.
"Selamat datang Paman Bonge Kalungkung. Paman datang agak terlambat. Ayah dan dua sahabatnya, paman Cucak Arga dan Klabang Gede sedang lelangen di bangsal Madu Branta paman. Jika paman berkenan bisa menyusul kesana." Kata Macan Belang Betina alias Genduk.
Lelaki pincang yang sudah setengah  mabuk itu nanar matanya memandang wanita cantik di depannya. Dengan sedikit sempoyongan ia mendekati wanita putri sahabatnya itu, kemudian merangkul dan menciuminya.
"Lelangen ? Bersenang-senang ? Hahaha bagaimana jika kita juga lelangen bersama."
"Ah  paman sudah tua masih genit juga. Jika kita tidak sedang di sini aku mau saja. Tentu paman masih perkasa. Tapi aku takut ayah marah, dan kakang Kumuda suamiku, Macan Belang Jantan, mengetahui kita. Tentu ia akan ngamuk karena cemburu"
"Jangan takut dengan mereka, aku yang akan menghadapi."
"Jangan paman. Â Mari aku antar ke bangsal Madu Branta, paman bisa memilih yang lebih cantik."
Wanita itu segera menuntun lelaki tua mabuk yang tetap merangkul pundak dan menciuminya itu. Setelah mengetuk pintu bangsal, dan pintu terbuka, beberapa wanita cantik segera menyeret mangsa barunya ke dalam. Genduk tersenyum melihat pemandangan itu.