Wanita itu bergegas pergi ke dapur padepokan. Dengan suara agak keras ia menanyakan tentang tuak kegemaran ayahnya. Â Kepala dapur segera menghadap dan memberi laporan.
"Baru mengambil tuak simpanan Den Ayu. Tuak di dapur bukan tuak kegemaran Ki Singa. Ia hanya penghangat untuk para cantrik"
"Beri tahu cantrik yang betugas agar cepat bekerja"
"Baik den Ayu"Â
Kepala dapur bergegas laksanakan perintah.
Sebentar kemudian beberapa kendi berisi tuak dibawa para cantrik memasuki balai utama. Ki Singa Maruta berbinar matanya, tuak aren yang telah lama ia peram dalam gentong di bawah tanah kini telah siap mereka nikmati. Bersama daging rusa dan daging babi hutan hasil buruan mereka yang matang dibakar.
"Kakang Cucak Arga dan Kakang Klabang Gede, mari kita nikmati bersama hidangan ini. Adhi Bonge Kalungkung tak perlu kita tunggu, ia punya kesukaan sendiri."Â
Tanpa harus dipersilahkan dua kali, dua tokoh sakti sahabat Ki Singa Maruta itu melahap hidangan yang disajikan. Bersama tuan rumah mereka menikmati daging rusa dan daging babi hutan yang dibakar. Permukaan daging yang dioles madu lebah hutan itu alangkah nikmat mereka rasakan.
Demikian juga tuak aren yang telah diperam berminggu-minggu dalam gentong di bawah tanah itu alangkah nikmatnya. Bumbung demi bumbung telah mereka tenggak, hingga kesadaran mereka sedikit demi sedikit telah hilang.
Ki Singa Maruta tiba-tiba berdiri. Ia mengajak kedua temannya untuk pindah tempat.
"Marilah ikut aku. Ada hidangan untuk kalian yang tidak kalah nikmat."