Mohon tunggu...
Wahyudi Nugroho
Wahyudi Nugroho Mohon Tunggu... Freelancer - Mantan MC Jawa. Cita-cita ingin jadi penulis

Saya suka menulis, dengarkan gending Jawa, sambil ngopi.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Bab 29: Padepokan Lodhaya (Cersil STN)

13 Juni 2024   11:47 Diperbarui: 13 Juni 2024   16:23 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kami agak curiga ada tempat yang dijaga agak ketat, tuan. Dari timur padepokan nampak beberapa cantrik bersenjata lengkap. Kecuali pedang mereka membawa busur kemana mana."

"Tunjukkan padaku tempat itu."

"Mari tuan, kita menyusup menjauh sedikit dari tempat ini. Baru kita menuju ketimur padepokan."

Ketiga orang itu lantas mengendap-endap dan menerobos hutan itu menjauh dari gardu penjagaan. Baru mereka berusaha mengarahkan langkah mereka mengikuti petunjuk pasukan sandi itu.

Ketika telah sampai prajurit sandi itu mengangkat tangan mengarahkan telunjuknya ke suatu tempat di belakang balai utama padepokan. Di sana ada pohon besar, di bawahnya nampak ada sebuah gumuk, bukit kecil mungkin dari batu cadas, yang dijaga beberapa orang. Para cantrik itu membawa busur di pundaknya dan pedang menggantung di pinggang mereka. Sebagian duduk di gardu kecil dekat gunung kecil itu, sebagian mondar mandir di depan gumuk batu itu.

"Benar. Penjagaan ketat itu mengisyaratkan kita, itu tempat penting. Kemungkinan ada lubang di bawah gumuk untuk menyimpan pusaka yang mereka curi. Busur-busur itu adalah alat pengirim pesan, mereka tentu menyimpan panah sendaren. Panah yang bisa meraung di udara."

Sekar Arum dan prajurit sandi itu mengangguk-angguk.

"Sebuah kerja yang sangat sulit untuk membuktikan kebenaran sangkaan tuan. Kita pasti ketahuan bila menyusup kesana."

"Tapi temuan ini sudah cukup bagi kita sekarang. Kita pikirkan dan renungkan bersama di tempat persembunyian kita, apa yang harus kita lakukan. Sambil menunggu pertemuan para sakti yang tentu hendak bermusyawarah tentang rencana besar mereka."

"Aku bagaimana tuan ? Apa yang harus aku kerjakan ?"

"Jangan panggil aku tuan. Panggil namaku saja, Sembada. Dan kau, siapa namamu ?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun