Demikian pula dengan para pengawal, mereka akan lebih banyak yang menjadi banten. Â Karena jumlah lawan lebih banyak, setiap pengawal harus melawan lebih dari seorang.
Saat itu ki demang sudah hendak perintahkan memanggil pasukan cadangan. Namun menurut perhitungannya jika pasukan cadangan itu hadir, pasukannya yang tengah bertempur sudah ludes. Karena pasukan cadangan butuh waktu untuk bisa langsung terlibat. Harus mengumpulkan, dan berjalan ke medan.
Untunglah Sembada datang. Dengan cambuk dan ilmu peringan tubuhnya serta kecepatannya bergerak, mampu mengurangi lawan para pengawal dengan cepat. Jika tidak terluka parah, senjatanya tercabut dari tangannya. Para pengawal akhirnya bisa membalik keadaan, semula terdesak musuh, menjadi mendesak musuh.
Gagak Ijo dan Landak Ireng yang tinggal menghabisi ki demang merasa terganggu, mereka lepaskan ki demang dan memburu pendekar bercambuk yang menutup wajahnya dengan ikat kepala itu.
Namun dalam pertempuran dua tokoh golongan hitam itu tidak mampu menandingi pendekar itu. Mereka terluka parah dan melarikan diri dari medan dibantu anak buahnya.
Semua itu diceritakan ki demang kepada sebagian warga yang dikumpulkan. Ditambah cerita penjajakan ilmu yang dilakukan oleh dirinya dan senapati Narotama terhadap pendekar itu. Ki demang mengaku kalah. Sedangkan menurut penilaiannya antara pendekar itu dengan senapati Narotama mereka seimbang.
"Pendekar bercambuk itu adalah Sembada, anak sulung Mbok Darmi. Jika kalian kurang yakin, tanyalah saksi lain yang melihat penjajagan itu, Kartika dan Sambaya."
Para warga mengangguk-anggukkan kepala. Sebagian besar dari merekapun sudah mengira bahwa Sembada bukan pemuda sembarangan. Hal itu nampak dari tubuhnya yang sudah terolah, berotot, tegap dan nampak kuat. Matanyapun bersinar, seperti mata kucing candramawa. Teduh tapi berwibawa.
Kebiasaanya selalu membantu warga yang kerepotan membuat Sembada banyak dikenal. Pribabadinya sopan, siapapun dihormatinya.
Dengan penjelasan ki demang tentang Sembada semua yang diundang merasa mereka harus menghormatinya. Dan berterima kasih telah ikut menyelamatkan kademangan Majaduwur dari kehancuran.
"Nah, bapak bapak sekalian. Tujuan saya mengundang bapak bapak, adalah memenuhi perintah Senopati Narotama, agar saya memperbaiki rumah Mbok Darmi. Tapi saya tidak berniat memperbaikinya, tetapi ingin membangun kembali, agar lebih baik, besar dan megah. Layak sebagai rumah pendekar besar yang telah menyelamatkan kita."