Ketika ia melihat seorang pemuda sedang bersila di depan pintu lelaki itu tersenyum.
"Sepagi ini kau datang ?" Tanyanya.
"Benar guru. Saya membawa kuda. Sebelumnya salam hormat saya untuk guru." Kata Sembada sambil menguncupkan kedua tangan di depan hidung. Ia lakukan sembah grana.
"Salam hormatmu aku terima. Cahaya mukamu nampak berbeda dari dulu. Tentu banyak hal telah kau peroleh. Mari ikut aku ke dalem agung."
"Sendika guru."
Sembada mengikuti gurunya menuju rumah mungil yang anehnya sejak dulu disebut Dalem Agung. Rumah itu tempat kediaman Ki Menjangan Gumringsing, guru Sembada.
"Duduklah. Â Aku masih punya tuak Aren sedikit. Â Bisa untuk penghangat pagi ini. "
"Baik guru " Â Jawab Sembada. Â Lantas ia naik amben bambu satu-satunya di ruangan itu. Â Kemudian duduk bersila menunggu gurunya sibuk sendiri menyiapkan minuman dalam bumbung bambu.
"Sinar wajahmu berubah Sembada. Â Nampak lebih bercahaya. Â Tentu telah banyak yang kau dapat dalam pengembaraanmu yang sebentar ini. Â Tapi meski terbilang sebentar sudah lebih tiga tahun kau meninggalkan padepokan."
"Ah. Â Tentang diriku aku rasa tidak banyak perubahan. Â Namun memang sudah cukup lama aku meninggalkan padepokan guru."
"Bagaimana dengan tugasmu ? Â Adakah kau berhasil memastikan keberadaan Sekarsari ?"