"Ahh tentu tidak. Gerak gerikmu memperlihatkan padaku, ilmumu meningkat pesat."Â
"Biarlah kuda kakang kubawa ke kandang. Kakang bisa langsung menemui guru di sanggar pamujan"
"Baiklah terima kasih"
Sembada melepas kudanya, dan segera dibawa Sawung Kuning ke kandang.
"Besar sekali kudamu kakang. Kuda yang sangat bagus."Â
Sembada hanya tertawa  merespon ucapan Sawung Kuning, adik seperguruannya.
Sembada segera masuk padepokan. Setelah melewati gapura ia menyebrang halaman dalam. Kemudian belok lewat jalan setapak yang kanan kiri jalan ditanami bunga melati dan sedap malam. Juga beberapa pohon kanthil ada disana. Jika musim berbunga seluruh isi padepokan berbau wangi.
Beberapa sanggar ia lewati, sampailah di bangunan besar Sasana Pustaka. Di belakang bangunan inilah Sanggar pamujan gurunya. Tak seorangpun boleh masuk sanggar ini kecuali untuk hal hal khusus.
Bangunan itu paling tinggi dari seluruh bangunan yang ada di pedepokan. Dan satu-satunya rumah panggung di sana.
Sembada naik lewat tangga depan, kemudian duduk bersila di depan pintu. Ia menunggu gurunya melakukan puja rutinnya setiap pagi.
Beberapa saat kemudian lelaki kurus itu bangkit dari duduknya. Kemudian berjalan keluar meninggalkan beberapa dupa yang masih menyala, asap wangi membubung dan menyebar kemana mana.