Bedanya dari gardu tak ada kenthongan menggantung di sana. Hanya sebuah oncor yang tertancap di depannya.
Sambaya menunggu sambil duduk di sana. Â Ia mengagumi bangunan kecil itu. Â Nampak kuat dan indah. Â Bahannya dari kayu yang juga terhitung terbaik buat bangunan. Â Tempat ini tentu atas prakarsa Kartika, untuk menemui teman-temannya jika berkunjung ke rumahnya.
Sebentar kemudian Kartika datang, nampaknya ia baru saja mandi. Â Ia kenakan celana hitam dan baju kutungan sebagaimana umumnya dipakai pemuda di dusun itu.
"Tempat ini belum aku bangun saat Kakang Sambaya terakhir ke sini."
"Iya. Â Dulu di sini ada pohon nangka besar."
"Pohon nangka itu yang aku potong, kayunya aku pakai buat bangunan ini. Â Kita bisa ngomong dengan leluasa di sini."
Sambaya tersenyum. Â Namun segera menoleh ketika seorang gadis keluar rumah berjalan menuju tempat mereka duduk. Â Ia membawa nampan berisi dua cobek dengan nasi menggunung dan satu lagi berisi daging bakar lengkap dengan sambalnya.
"Kita makan malam dulu kakang, sebelum omong-omong. Tadi pagi aku berhasil menjerat musang wangi yang sering mencuri ayam emakku."
"Musang wangi ? Â Enakkah dagingnya. ?"
"Aku juga baru kali ini ingin merasakan daging musang. Â Mana minumnya Prapti. ?"
"Tanganku cuma dua Kang. Â Suruh bawa semua sekaligus ya gak bisa."