"Yah, aku akui kami bersalah. Â Tapi sejak dulu warga sudah tahu, jika pertandingan itu untuk warga kami."
"Aku juga warga Sambirame, dari Dusun Suwaluh."
"Aku tidak pernah tahu kamu orang Suwaluh. Â Tidak ada pemuda dari Suwaluh yang secakap kamu berkelahi."
"Sekarang ada."
"Kamu anak siapa ? Â Aku kenal semua orang Suwaluh."
Sembada tidak mengucapkan nama. Â Jika ia menyebut tinggal di rumah Kakek Narto, hal ini pasti akan membahayakan keluarga itu.
"Hahaha, aku memang bukan warga Suwaluh. Â Aku datang dari Kademangan Majaduwur. Â Kau mau apa"
"Kademangan Majaduwur ? Â Berarti benar kata Ki Lurah. Â Kau adalah pemuda yang membantu dua belas orang berkuda yang kami rampok di hutan Waringin Soban."
"Ya, dan kalian lari tunggang langgang."
"Setan. Â Kau memang anak demit. Â Sekarang kau datang membawa harta hasil jerih payah kami. Â Kembalikan."
"Enak saja. Â Jika kau sudah mampu melangkahi mayat saya baru aku kembalikan."
Enam orang itu segera mencabut pedang mereka dari sarungnya. Â Kemudian bergerak melingkar mengepung pemuda bertongkat bambu itu. Â Sembada segera bersikap waspada, sewaktu-waktu pedang mereka dapat saja meluncur menyerangnya.