"Tidak apa-apa Ni sanak. Â Untung rombongan Ni sanak terdiri dari orang-orang berilmu. Â Jika tidak tentu akan jatuh korban." Kata pemilik kedai.
'Siapakah mereka Pak ?" Tanya gadis itu.
"Melihat pemimpinnya tentu itu gerombolan Gagak Ijo. Â Pemimpin begal Hutan Ringin Soban yang terkenal. Â Dua belati panjang adalah ciri senjatanya."
"Iya. Â Kami berdua agak kewalahan melawannya. Â Untung ia mengkhawatirkan anak buahnya yang jumlahnya kalah banyak. Sehingga ia memutuskan untuk melarikan diri."
"Hati-hati Nimas, Â mereka terkenal dengan watak pendendamnya."
"Terima kasih peringatannya Pak. Â Saya permisi."
Gadis itu melangkahkan kakinya keluar pintu. Â Sekilas ia menatap Sembada yang berdiri di luar pintu. Â Gadis itu menghentikan langkahnya sejenak, kemudian menoleh dan menatap lagi beberapa saat pada wajah Sembada. Â
Sembada mengangguk memberi hormat, gadis itupun mengangguk pula. Â Ia nampak mengingat-ingat sesuatu, namun iapun balik badan dan melanjutkan perjalanannya.
Sembadapun merasakan ia sudah akrab dengan wajah itu. Namun ia benar-benar lupa siapa orang yang wajahnya mirip gadis itu. Namun suara telapak kaki kuda telah membuyarkan angan-angan yang sempat hinggap di kepalanya.
"Ahhh,... mengapa aku merasa pernah mengenalnya. "
Ketika debu mengepul membubung di udara dari kaki-kaki kuda, Sembada juga melangkahkan kakinya melanjutkan perjalanan. Perutnya yang kenyang menyebabkan langkah kakinya menjadi lamban. Â Ia tidak merasa perlu tergesa-gesa untuk sampai ke tujuan perjalanannya.