"Biarkan ki Lurah. Â Gadis itu juga sombong sekali. Â Biar ia jadi korban kakang Trembolo"
"Kau juga gila Wadas Gempal. Â Jika ia berhasil mendapatkan gadis itu, tentu kau juga tergiur mencicipinya."
"Hahahaha.... jika kakang Trembolo mau berbagi apa salahnya Ki Lurah !!!"
"Setan kau. Â Aku selalu muak berurusan dengan perempuan."
"Jika Ki Lurah tidak berkenan, jangan menghalangi kami yang memiliki kegemaran itu."
"Otakmu memang otak demit"
Sebentar  kemudian telah nampak dua orang dihadapan mereka bersiap-siap.  Gadis itu menyilangkan pedangnya di depan dada. Kedua kakinya ia buka sedikit, matanya dengan tajam memandang lawannya.
Trembolo, lelaki buncit itu, juga telah memutar kapaknya. Dalam hati sebenarnya ia sayang jika senjatanya itu akan menyobek kulit lawannya cantik berkulit kuning mulus itu.
Terdengar teriakan dari si gadis, pedangnya dengan cepat terjulur menusuk dada. Â Trembolo meloncat ke belakang agak tergesa-gesa. Â Sama sekali ia tidak menduga gadis itu lincah dan gesit, geraknya cepat sekali.
Tahu lawannya meloncat ke belakang, gadis itu memburunya. Ia meloncat dengan ringannya sambil menyabetkan pedangnya menyilang. Â Sekali lagi Trembolo gendadapan, kapaknya tidak dapat menangkis serangan lawannya. Â
Saat pedang itu bergerak menyilang ia hanya memiringkan badan. Usahanya menghindari pedang itu tidak berhasil, ujung pedang gadis itu menyobek kulit lengannya. Â Trembolo meloncat lagi ke belakang. Â Tangan kirinya meraba lengan kanannya. Â Terasa cairan hangat menyentuh tangannya.