Mohon tunggu...
Wahid Romadhoni Wicaksono
Wahid Romadhoni Wicaksono Mohon Tunggu... Guru - Guru SMP N 1 Mojolaban

Guru bahasa Indonesia di SMP N 1 Mojolaban yang sedang belajar menulis di media massa.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Secercah Harapan

8 Desember 2022   09:49 Diperbarui: 8 Desember 2022   09:57 331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

          "Kamu rencana mau kuliah jurusan apa Ra?"

          "Nara pengen masuk jurusan kedokteran Yah."

          "Kedokteran? Kamu kan tau kondisi keuangan keluarga kita gimana Ra. Bagaimana bisa ayah memasukkan kamu ke kedokteran?  Tuh kakak kamu aja belum selesai kuliah juga."

          "Tapi kan Yah Nara pengen banget masuk kedokteran."

          "Udah kamu masuk jurusan lain aja. Biaya kedokteran terlalu besar. Ayah ngga sanggup."

          Ayah Nara langsung meninggalkan kamar Nara sebelum Nara membalas ucapannya. Nara sangat sedih. Mimpinya sejak dulu tidak direstui ayahnya. Berat sekali bagi Nara. Apa yang ia perjuangkan sampai saat ini seakan akan pupus begitu saja. Semangatnya seketika hilang. Perkataan ayahnya masih terngiang-ngiang dipikiran Nara. Banyak teman Nara yang disuruh masuk kedokteran tapi mereka tidak mau. Sedangkan Nara, ia yang berjuang untuk bisa masuk kedokteran malah tidak mendapat dukungan dari orang tuanya.

****

          Hari ini menurut Nara adalah hari terburuk dalam hidupnya. Ia tidak pernah menginginkan kejadian dihari ini terjadi. Sepulang sekolah Nara terkejut karena bundanya menangis  histeris, raut wajah ayah dan kakak Nara juga sangat sedih. Nara bingung apa yang telah terjadi. Sampai akhirnya ayah Nara mengatakan kalau usaha mereka bangkrut. Usaha mereka benar-benar bangkrut. Tabungan yang dimiliki orang tua Nara telah habis untuk melunasi hutang-hutang. Habis sudah semua yang dimiliki keluarga Nara. Hanya rumah yang ia tempati satu-satunya harta yang mereka punya. Kini mereka hanya memiliki sisa-sisa uang untuk melanjutkan kehidupan esok hari dan sampai kedua orang tuanya memiliki pekerjaan lagi. Disaat seperti ini pun tidak ada sanak saudara yang datang untuk sekadar menenangkan mereka. Pikiran Nara sangat kacau. Ia benar-benar merasa tidak memiliki impian lagi. Kini impiannya benar-benar pupus. Tapi ada hal yang lebih penting dari impiannya. Yaitu bagaimana keluarga mereka menjalani hari-hari kedepannya. Orang tua Nara sudah tidak muda lagi. Sulit bagi mereka untuk mendapat pekerjaan karena faktor usia juga tenaga yang tidak maksimal. Mereka harus berpikir keras.

           Keesokan harinya, Nara terlihat sangat murung. Tidak ada raut senang sedikitpun diwajah Nara. Sampai akhirnya sahabatnya menanyainya.

          "Kamu kenapa sih Ra? Kok hari ini kamu murung banget." Tanya Aurel.

          "Nggapapa."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun