Kabar bahwa lahan di ujung kampung, di bawah sutet, akan digunakan untuk pemakaman telah sampai ke telinganya sejak beberapa bulan lalu. Dia tidak menaruh harapan karena tidak akan berimbas kepada usahanya. Kabarnya pula orang yang akan dimakamkan di situ berasal dari sejumlah kompleks perumahan, bahkan dengan jarak yang lumayan jauh.
Suatu malam, Mustahal dikejutkan oleh kedatangan kepala kampung dengan membawa surat berkop Dinas Pertamanan dan Pemakaman kabupeten yang ditujukan kepadanya. Isinya meminta kesediaanya untuk menjadi petugas lapangan yang tugasnya menjaga dan melayani orang-orang yang hendak menguburkan jenazah.
"Wah, salah orang barangkali, Pak Okib."
"Ini atas usulan saya Pak Mus. Tak ada yang lebih pantas selain Pak Mus yang mengemban tugas ini, karena yang saya tahu, Pak Mus bisa baca doa panjang-panjang, he-he-he. Untuk Pak Mus, semoga nanti ada gajinya. Barangkali saja saya kecipratan rezekinya, he-he-he... "
"Masih ada yang lebih berilmu daripada saya Pak Okib, Kiyai As'ad misalnya, atau siapalah. ."
"Oh tidak bisa. Beliau sibuk dengan urusan pesantrennya. Mohon terimakan Pak Mus."
"Wah, bagaimana yah!"
"Ayolah Pak Mus. Insya Allah ini pekerjaan mulia dan halal."
"Saya kira warga lain masih ada yang bersedia, Pak Okib."
"Ini akan menjadi lahan basah, Pak Mus. Banyak pemasukannya."
"Ah, jangan begitu Pak Okib."