"Kamu itu Marni, keras kepala."
"Sudahlah Bu, aku pamit."
Sebuah Avanza yang telah dipesan secara online tiba menjemput keluarga Marni. Dalam waktu singkat mereka hilang dari pandangan,
***
Sepeninggalan putrinya, istri Mustahal merasa kehilangan. Demikian pula istrinya."Pak, apa tidak sebaiknya kita ganti usaha, berjualan sembako mungkin, agar tak sepi pembeli dan Marni bisa lebih sering datang."
"Kapan-kapan juga Marni datang Bu. Dia pasti akan kangen dengan kita. Jangan dimasukkan ke hati sikap kekanak-kanakannya."
"Bapak kesal juga bukan?"
Mustahal menghela napas dalam-dalam dan melepasnya. "Andai saja semasa dia remaja kita yang mengasuhnya, mungkin tidak seperti itu sikapnya. Semoga suaminya diberikan kekuatan dan kesabaran dalam menghadapinya."
"Iya Pak. Mungkin itu akibat salah asuhan dari neneknya. Sudahlah, jangan disesali."
***
Lambat laun usaha Mustahal diketahui banyak orang, tapi tetap saja sepi pembeli. Orang yang meninggal dunia di kampungnya tak bisa diprediksi. Tiap bulannya kadang ada kadang tidak, kadang pula ada tiga orang dalam sepekan. Namun itu pun shahibul musibah tidak  selalu membeli peralatan kematian ke kiosnya. Karena sangat jarang pembeli, Mustahal sering meninggalkan kiosnya. Waktu luangnya lebih banyak digunakan untuk melaksanakan tugas marbut masjid. Ketika muazin utama berhalangan dialah yang menggantikannya, meskipun kualitas vokalnya mulai gemetar.