Sebuah mobil bagus berhenti di depan rumah Pak Rofik. Seorang anak remaja bernama Ricky, yakni siswa binaannya di sekolah negeri, turun dari pintu kiri. Sopir pemiliknya, lelaki dewasa pun turun. Sebelumnya Ricky telah bertanya kepada orang di sekitar situ. Ada keberanian yang dipaksakan pada diri anak itu. Ada ketakutan yang dilawannya. Tak ada guru lain yang dipilihnya. Dia hanya tahu dan berani datang ke rumah wali kelasnya. Â Orang yang dia antar ini adalah atasan ayahnya di tempat kerja di pabrik genteng bermerek Menor, Â namanya Pak Dirham. Ricky tak bisa menolak ketika dimintai tolong. Â Â Â
"Assalamualaikum! Pak Rofik!" ucap Ricky. Suaranya  sedikit gemetar. Dia siap dimarahi gurunya. Dia akan pasrah dan terima bersalah jika disalahkan.
Tak ada jawaban.
"Benar gak ini rumahnya?" Â Pak Dirham ragu.
"Kayaknya sih benar Pak. Ini catnya biru."
"Ayo coba panggil lagi."
Ricky mendekat ke pintu dan mengetuknya. Dia mengulangi salamnya. Dia khawatir kalau-kalau salah sasaran. Ditengoknya lingkungan sekitar barangkali ada orang untuk memastikan keberadaan gurunya, tak ada orang.
"Sepertinya Pak Rofiknya tidak ada pak. Pergi mungkin."
"Kita coba tunggu sepuluh menit yah."
Belum sampai sepuluh menit orang yang ditunggu muncul dari belakang mereka.
"Waalaikum salam, eeeh ada tamu. Ricky?" Rofik muncul dari belakang mereka.