"Ibu ratu."
"Di mana."
"Cirebon."
Sebenarnya pernah beberapa kali terkait perburuan uang gaib yang berujung isapan jempol. Namun kali ini modus dan faktanya berbeda. Aku percaya kali ini bukan penipuan, sehingga aku berani menyampaikan kabar baik ini kepada beberapa rekan yang pernah seperjuangan. Satu demi satu mereka berdatangan, termasuk Haji Sakum dan Haji Amsar. Kedunya terbilang orang kuat dalam hal keuangan. Mereka juga percaya, kali ini berbeda. Uang yang kami hadapi adalah terbukti uang asli. Wujudnya nyata.
Aku tanyakan kesiapan teman-teman untuk berangkat ke Cirebon. Haji Sakum siap mencarikan mobil sewaan. Haji Amsar tidak bisa ikut, tapi akan terus memantau perkembangan. Jika dibutuhkan dana dia bersedia mengeluarkan.
Pada saatnya, Kamis pagi kami bersepuluh ditambah dengan Suryanto bertolak ke Cirebon menggunakkan mobil sewaan dikemudikan oleh Haji Sakum. Kami diminta berpuasa tujuh hari. Itu kami turuti.
Setelah hampir tiga jam perjalanan tibalah kami di sebuat tempat, di kawaan Cirebon, tapi Suryanto enggan menyebut nama alamatnya. Tempat itu makam keramat, dijaga oleh seorang juru kunci atau kuncen. Kami ditampung di pendopo. Menurut sang kuncen, bangunan yang ada di area keramat dibiayai oleh Suryanto dan penyelesaiannya baru sekitar tujuh puluh persen. Sementara itu mobil beserta kardus berisi uang dibawa pergi Suryanto. Katanya, uang itu akan dibawa ke ibu ratu untuk disempurnakan.
Tak ada penjelasan untuk berapa lama Suryanto meninggalkan kami, di antara kami pun tak ada yang menanyakan hal itu, sehingga penantian kami tak jelas ujungnya. Hari ketiga barulah Suryanto kembali dengan mobil sewaan kami. Kardus yang berisi uang sudah tak ada. Katanya diserahkan kepada ibu ratu untuk disempurnakan.
Kekesalan kami seketika lenyap begitu Suryanto tiba dengan wajah cerah.
"Bagaimana Mas, berhasil?" tanyaku diamini teman-teman.
"Hampir berhasil, tapi ada syarat dari ibu ratu."