"Untuk wadah uang."
"Hah, ada-ada saja."
"Lihat saja nanti, apa yang teradi."
"Baiklah. Yang akan terjadi apa Mas?"
"Yang tarjadi terjadi, terjadilah."
Aku mintakan sebuah buah kardus bekas agak besar di warung tempat aku biasa belanja. Atas arahan Suryanto kardus itu kusimpan di lemari pakaianku. Aku tidak melihat dia membacakan mantra-mantra. Entah jika dia membacanya dalam hati. Kardus dalam keadaan terlakban. Rapat. Lemari pun dikunci.
Hari ketiga, Suryanto datang. Atas perintahnya kubuka kardus itu. Aku tak mengira bahwa ternyata berisi uang. Penuh. Semuanya lembaran seratus ribu. Tentu saja aku kaget bercampur heran. Istriku histeris. Segera kututup mulutnya dengan tangan.
"Ini uang asli Mas?" tanyaku.
"Seperti yang kau lihat." Tak ada gelagat mencurigakan pada wajahnya serta sikapnya yang santun.
Aku mencoba mengambilnya lima lembar untuk memastikan keasliannya. Ternyata asli, sama dengan uang asli pada umumnya. Sungguh aneh.
"Ini lima milyar ada, Mas?"