Mohon tunggu...
ulfatul khasanah
ulfatul khasanah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Suka melihat konten mukbang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pendidikan Islam dan Mobilitas Sosial

20 Desember 2024   02:21 Diperbarui: 20 Desember 2024   02:21 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

E. Konsekuensi dan Dampak Mobilitas Sosial Pendidikan Islam

Ada dampak baik dan buruk dari mobilitas sosial terhadap masyarakat secara keseluruhan. Dampak baik termasuk mendorong pertumbuhan pribadi, mempercepat perubahan sosial yang baik dalam masyarakat, dan mendorong integrasi sosial yang lebih besar. Selain itu, mobilitas sosial juga dapat menginspirasi individu untuk maju dan sukses untuk mencapai posisi yang lebih tinggi. Di sisi lain, dampak negatifnya antara lain meningkatnya penyakit kejiwaan, berkurangnya persatuan sosial, dan konflik. Hal ini sejalan dengan pernyataan Elfahmi bahwa mobilitas sosial dalam masyarakat menimbulkan berbagai potensi konflik, termasuk pertikaian antar kelompok, kelas, generasi, dan lain-lain. Akibatnya, persatuan dan kesatuan di dalam dan antar kelompok akan berkurang. Seknum mengklaim bahwa meningkatnya stres, kesombongan dalam memamerkan kekayaan, dan perselisihan keluarga karena meningkatnya perceraian dan pembubaran perkawinan adalah konsekuensi yang merugikan dari mobilitas sosial bagi masyarakat. Di sisi lain, meskipun kekayaan dan status mereka meningkat dengan cepat, seseorang yang secara psikologis kuat dan sehat akan mampu menahan dampak-dampak tersebut.

Efek negatif dari mobilitas sosial termasuk ketegangan dalam mempelajari peran baru dari status posisi dan kecemasan tentang penurunan status mobilitas, yang memperlebar kesenjangan antara anggota kelompok primer asli ketika seseorang pindah ke status yang lebih tinggi atau lebih rendah, menurut Horton dan Hunt. Sebagai contoh, seorang karyawan perusahaan yang dipromosikan ke pekerjaan tertentu kemungkinan besar akan membuat mantan rekan kerjanya cemburu dan mungkin dengan mudah menjadi fokus rumor, meskipun promosi tersebut sah dan sesuai dengan hukum. Hubungan sosial yang telah berlangsung lama dapat merenggang karena mobilitas sosial ekonomi, yang memungkinkan terjadinya kerenggangan di antara para tetangga.

Seseorang yang baru saja mendapatkan status mungkin tidak selalu disambut dengan tangan terbuka di lingkungan kelas sosial barunya. Karena mereka tidak menjalani gaya hidup yang sama, seseorang yang tiba-tiba menjadi kaya karena kemenangan lotere atau warisan mungkin tidak dianggap sebagai bagian dari masyarakat elit.

F. Hubungan Madrasah dengan Mobilitas Sosial

Seperti yang dinyatakan oleh Robert G. Burgess dalam Bahar, sistem pendidikan berfungsi sebagai mekanisme mobilitas sosial dalam hubungan antara pendidikan (madrasah/sekolah) dan mobilitas. Sebagai tanggapan dari Ivan Reid, pendidikan memainkan peran penting dalam mobilitas sosial, meskipun tidak tertuju pada penempatan pekerjaan tertentu. Berkaitan dengan peran pendidikan dalam mobilitas sosial, kita tahu bahwa tingkat pendidikan harus langsung terkait dengan jenis pekerjaan yang diinginkan.

Salah satu faktor yang dianggap dapat mempercepat mobilitas sosial adalah pendidikan, yang berfungsi sebagai proses penyeleksian untuk menempatkan orang pada masyarakat sesuai dengan kemampuan dan keahlian mereka. Akibatnya, pendidikan berkorelasi dengan tujuan mobilitas sosial karena mobilitas sosial yang terpenting adalah kemampuan dan keahlian seseorang.

Pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam mendorong mobilitas sosial dalam suatu masyarakat, dan Minabari berpendapat bahwa pendidikan nasional harus dapat mewujudkan diri sebagai sarana atau media mobilitas sosial untuk menekankan pada pemerataan kualitas pendidikan. Pattinasarany menyatakan dalam penelitiannya bahwa pendidikan dapat dianggap sebagai "elevator sosial" karena membantu meningkatkan posisi sosial seseorang.

Dalam hal hubungan antara pendidikan dan mobilitas sosial, ada banyak hal yang dipertimbangkan. Misalnya, kesempatan untuk mendapatkan pendidikan banyak dipengaruhi oleh status sosial dan kedudukan seseorang di masyarakat. Pendidikan mendorong perubahan atau mobilitas sosial di kalangan masyarakat bawah. Selain itu, untuk mendapatkan pekerjaan, kualifikasi pendidikan berkorelasi dengan jenis pekerjaan yang diinginkan. Namun, tidak semua orang dengan kualifikasi tinggi akan diterima di pekerjaan yang mereka inginkan. Mobilitas sosial dipengaruhi oleh pendidikan, yang menghasilkan kualifikasi yang lebih tinggi, sehingga kesempatan kerja berbeda di antara daerah. Oleh karena itu, hubungan dengan mobilitas sosial memengaruhi peluang pekerjaan yang sesuai dengan pendidikannya. Karena itu, ada lebih banyak kesempatan untuk mendapatkan pendidikan, dan lebih banyak hasil pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan kerja jika mobilitas sosial diinginkan.

Orang yang dapat menyelesaikan pendidikan tingkat SD di Belanda pada zaman dahulu memiliki harapan untuk menjadi pegawai dan mendapatkan posisi sosial yang terhormat. Dengan lebih banyak pendidikan di MULO, AMS, atau perguruan tinggi, lebih besar peluang untuk mendapatkan posisi yang lebih baik.

Sekarang, pendidikan di SD/Madrasah Ibtidaiyah, bahkan SMU atau Madrasah Aliyah, hampir tidak memengaruhi mobilitas sosial. Apalagi ketika kewajiban belajar meningkat sampai SMU atau Madrasah Aliyah, ijazah SMU atau Madrasah Aliyah tidak relevan lagi untuk mencari pekerjaan yang lebih tinggi. Bahkan saat ini, lulusan perguruan tinggi menghadapi tantangan yang lebih besar dalam mobilitas sosial secara vertikal, yaitu memperoleh status sosial yang lebih tinggi, karena kompetisi untuk memperoleh status sosial yang lebih tinggi dengan bekal gelar. Akibatnya, persaingan juga sangat ketat. Namun, pendidikan tinggi tetap sangat selektif. Tidak semua orang tua memiliki kemampuan finansial untuk membiayai pendidikan tinggi anak mereka. Komputer menilai tes seleksi masuk secara objektif, tidak lagi dipengaruhi oleh posisi orang tua atau orang yang memberikan rekomendasi. Cara ini memungkinkan banyak anak-anak dari golongan rendah dan menengah untuk memasuki perguruan tinggi berdasarkan kinerja dan kemampuan mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun