Mohon tunggu...
Tyna Pane (Michelle)
Tyna Pane (Michelle) Mohon Tunggu... Novelis - Traveler, Writer, Fighter, Cooker

Ibu dari dua anak lelaki, asal Medan Sumatera Utara. Dalam dunia literasi saya menulis novel digital. Menulis cerita anak dan ensiklopedia anak. Bergabung dalam menulis buku antologi. Sebagai care giver untuk perempuan-perempuan patah.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Matahari Terbenam dengan May

8 Februari 2022   15:00 Diperbarui: 8 Februari 2022   15:32 357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Hah? Selain jago hutang ternyata Ibunya Andini jago bermain drama yah. Tidak ada air mata sedikitpun sepeninggal kami tadi. Dan malah kamu tahu sendiri pakaiannya sudah dibungkus di depan pintu. Dan ini kan sudah direncanakan. Dia mana mau urus cucu, dia hanya berdrama untuk memeras Andini dengan alasan uang untuk cucu. Sudahlah peduli amat. Dua jam lagi kami sampai, aku sangat lelah berhadapan dengan keluarga pembohong itu," balas Elena cepat.

"Alfatih... Nanti sampai di rumah ada April dan Kak May. Jangan nangis lagi yah. Kita sampai nanti pengen makan apa? Ayam goreng? Atau apa?" Elena berusaha membujuk Alfatih. 

"Ya Tuhan selama aku menjadi guru taman kanak-kanak sampai Universitas, memiliki murid ribuan baru kali ini aku tidak bisa mendiamkan satu anak," ucap Elena dalam hati.

Tiga puluh menit lagi kendaraan yang ditumpangi Elena akan segera sampai. Alfatih masih tetap menangis. 

"Pak, jemput kami setelah salat Isya. Kami di restoran dekat dengan toko roti simpang tiga," Elena mengirim pesan pada Bapaknya.

"Kalau tidak hujan, bawa saja April, Pak." 

Setelah sampai Elena menggendong Alfatih menuju rumah makan. Syukurnya tidak lama kemudian Bapak muncul dengan membawa April. Akhirnya anak itu berhenti menangis setelah bertemu April. Bayangkan saja dari pukul 11 siang sampai pukul 9 malam anak itu terus menangis.

Setelah selesai makan mereka kembali ke rumah. Sampai di rumah, semua orang sudah pada tertidur. Perjalanan ini sangat melelahkan bagi Elena. Namun hatinya merasa tenang karena anak-anak akan lebih terjamin kehidupannya di rumah ini. Elena mengguyur tubuhnya dengan air agar bisa tidur dengan nyaman karena seharian sudah sangat lelah di jalan.

**

Pukul 7 pagi ketika Elena membuka pintu samping untuk keluar mengantar anak-anak sekolah. Para tetangga sudah berkumpul di halaman dan menangisi Alfatih. Awalnya Elena tidak ingin menangis namun karena melihat banyak orang menangis, ia ikut berair mata meski sudah sekuat tenaga menahan air matanya. 

"Ya Allah Alfatih, sabar yah, Nak. Kok tega sekali Ibumu bukan sekali dia begini, ini keterlaluan," ucap beberapa orang dengan isakan tangis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun